Tanggal 2 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini merupakan momen penting untuk merefleksikan peran pendidikan dalam membentuk masa depan bangsa.
Peringatan ini sering diramaikan dengan lomba berbagai kegiatan, seperti lomba membaca atau menulis puisi. Bukan cuma untuk kebutuhan lomba, puisi ini bisa dibagikan ke media sosial untuk menyemarakkan hari spesial ini.
Nah, bagi infoers yang sedang mencari inspirasi puisi untuk lomba atau membagikannya di media sosial, berikut infoSulsel menyajikan kumpulan contohnya. Yuk, disimak!
Berikut contoh puisi bertema pendidikan yang bisa dibacakan pada Hari Pendidikan Nasional:
Di ujung sore yang sepi
Terbayang kerinyit kemarahan bercampur bau perjuangan
yang berkobar sekian puluh tahun yang lalu
“apakah kamu mendidik?”
“iya jawabku”
“mendidik semacam apa?”
“ya mendidik orang muda supaya pintar, supaya tidak
bertemu alisnya ketika berbicara teknologi, supaya kelak
jadi kaya”
“cukupkah?” desisnya lagi. Kamu lupa, pendidikan itu untuk
mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta
memperhalus perasaan”
Aku terdiam
Membiarkan suara suara di telinga terganti oleh detak
nadiku yang lebih cepat
Tergerus oleh arus yang lebih cepat,
Terlupa kemewahan idealisme, kokoh kemauan, dan halus
perasaan
Terlupa atau sengaja lupa
Itu tetap kegagalan
Oleh Ika Rahutani
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Kami tumbuh untuk Indonesia
Kami hidup untuk Indonesia
Kami berdiri untuk Indonesia
Kami mati untuk Indonesia
Tidak semata mata kami hanya meminta
Dengan jeritan dan ronta
Tapi kami juga mengalirkan
Ilmu sebagai terapan yang meringankan
Malam tergelap tepat sebelum fajar
Rintangan dan halangan selalu mengajar
Esa hilang dua terbilang
Tak akan ada harapan yang hilang
Oleh: Elfrida Octaviani
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Jika Matahari tidak ada
Jika Matahari tidak bersinar lagi
Maka gelaplah dunia ini
Tak ada setitik pun cahaya menyinarinya
Tidak ada kehangatan yang terpancar
Guru…
Engkau seperti matahari
Bersinar dan memberi cahaya pendidikan
Dengan ketulusan engkau mendidik
Engkau mengajar dan membagi ilmu
Terimakasih atas segala jasamu
Engkaulah pahlawan bagiku
Oleh: Pieter Wattimury
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Matahari t’lah terik di ubun-ubun,
Waktunya pulang, ke rumah seberang sungai
Bu guru menyuruh kami berdiri; seperti biasanya
nyanyikan lagu Nasional di sisa jam sekolah.
Mungkin ia ingin kami menjaga riang, meski keroncongan.
Mungkin … agar kami bangga jadi Indonesia. Merasa sentosa
Hari ini Garuda Pancasila,
“Garuda Pancasila, akulah pendukungmu…
Patriot proklamasi (dua kata yang tidak terucap sempurna;
Terlalu rumit untuk lidah anak desa)
Di lirik “ayo, maju-maju,” aku berteriak “ayo ma’njuuma’njuu”
Yang artinya “ayo, lapar-lapar” dalam bahasa daerahku, Kambera.
Bu guru menjewer telingaku, nyeri sampai ke mata.
Sesenggukan di sudut ruang, dia menghampiriku
Memberi 2 permen hopjes.
Aku melesat keluar ruangan, disusul Maria, pacar kecilku,
Pakaian di atas kepala, kami menyeberang sungai, sepaha, setelanjangan
Seperti hari lain, aku gengam jemarinya, sambil mengulum permen hopjes.
Besok belajar lagi bersama bu guru, lalu menyanyi di ujung hari.
Mungkin Hymne Guru “terpujilah wahai engkau; ibu guru Yuli…. Lalalala lalala…”
Oleh: B Retang Wohangara
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Pattimura mempertajam pedang sebelum bertarung
Kita mempertajam pensil untuk bersiap belajar
Diponegoro bersiap dengan memperkuat pertahanan pasukannya
Kita juga akan membaca buku untuk bersiap di masa depan
Perjuangan pahlawan hebat masih ada
Api semangat diturunkan ke kita kawula muda
Untuk belajar dan menambah pengetahuan
Meneruskan perjuangan mereka melalui ilmu
Jangan berkecil hati dan semangat
Karena perjuangan kita pun sama hebatnya
Teruslah haus akan ilmu dan lapar akan fakta
Dengan itulah kita menjadi pahlawan selanjutnya
Oleh: Ardaradja Kusuma B
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Dahulu ku tak tahu menahu tentang arti dunia ini
Aku tak tahu apa itu garis ataupun kata
Dulu sangatlah hampa tak ada coretan di kertas
Aku tak tahu harus diisi apa sih kertas itu
Dulu hanya ada bermain sampai sang surya mulai terbenam
Tapi kini dunia sudah diselimuti warna-warni
Tentunya warna yang begitu indahnya sampai mata ini
terkesan saat melihatnya
Tentang si kertas yang penuh akan garis dan coretan
Tentang warna yang harus kulukis di atas kertas
Juga tentang kata yang perlahan mulai ku baca
Terimakasih pada pahlawan kuucapkan
Untuk semua pahlawan pendidikan di Negeri ini
Pendidikanlah yang membuatku mengenal anganku
Anganku di mana kata pahlawan itu harus kugapai sampai
ke langit
Kaulah pelita kehidupanku
Yang senantiasa menerangi diriku untuk menggapainya
Untuk menjalani hidupku menjadi lebih bermakna
Terimakasih sekali lagi kuucapkan atas pengabdianmu
Akan kubuktikan dengan menjadi penerusmu
Negri ini harus dipenuhi oleh orang-orang sepertimu
Supaya tak ada lagi anak bersedih tak bisa membaca
Supaya Negri ini tak lagi menangis akan sepinya
penerusnya
Kelak kau akan bangga para pahlawanku
Atas jasa-jasamu menciptakan banyak pahlawan baru untuk
Negri ini
Oleh: Roberta Nurlita
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Aku rela kau tegur demi kesabaranmu
Aku rela belajar giat karena nasehatmu
Aku rela dididik karena saranmu
Aku tidak rela untuk mencontek karena janjimu
Kau rela mendidikku untuk merubah hidupku
Kau rela membimbingku meskipun aku bandel
Kau rela menyayangiku meskipun aku letih
Kau rela memberi jasa untuk beragam masa depan
muridmu
Oleh: David Aribowo
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Saat malam tak juga bertemu mimpi
dan segelas kopi tak cukup untuk menemani
Ah ilmu… mengapa engkau sulit kurangkai disini
engkau seakan melayang dan ingin pergi…
Kalau sudah begini, siapa sebenarnya yang tak mau mengerti?
aku yang terlalu bodoh tak terajari
Guruku yang gagal memaparkan metodologi
atau kamu yang terlalu tinggi tak mampu kuikuti…
Ayolah ilmu… bila kamu terus menari dan berlari
aku jadi takut berjumpa mentari pagi
mengalirlah sejenak disini
supaya aku mampu duduk tegak di bangku uji
Akhirnya kucoba menyelamimu lagi
Di antara tumpukan kertas berdebu kutelusuri
hingga aku mengerti, bukan seperti merapal mantra tak berarti
tapi engkaupun butuh untuk dipahami…
Kini aku siap hadapi hari
Melawan gelap kebodohan yang menyelimuti
Aku bukan lentera tanpa api
Aku seperti anak panah yang siap menembus awan mimpi
Oleh: Indra Haksari
Sumber: Buku Pijar: Antologi Puisi Pendidikan oleh Universitas Katolik Soegijapranata
Kisah penting bermula dari bangkumu
Yang terbaik melangkah melalui
tapak jalanmu
Gelak tawa maupun sendu yang hadir
Menjadi lembar pembuka tabir
Banyak teman di sekitar
Ada guru yang begitu sabar
Yang membimbing saat belajar
Agar pengetahuanku melebar
Kutekadkan hati tuk jadi nomor satu
Dalam segala kompetensi ilmu
Karena adalah harapanku
Tuk membahagiakan orang tuaku
Membanggakan guru
Menjunjung tinggi nama sekolahku
Tak ada jemu dalam menuntut ilmu
Jantungmu mendenyutkan cerita
Semangatmu mengucap cita – cita
Dan hadirmu menjadikan makna
Tak akan kusiakan waktu
Dengan bergumul pada hal yang tak perlu
Karena waktu tak sesingkat itu
Maka, ku tak kan mau menyesali
Dengan berbuat hal yang merugikan diri
Di sinilah kuhabiskan waktu
Tuk beride dan berguru
Bercanda riang dengan teman
Menjadi hal yang membahagiakan
Sekolahku ….kebanggaanku
Oleh Sukarni SPd SD
Sumber: Buku Kumpulan Puisi oleh Sukarni SPd SD
Muridku sayang ….
Tatkala fajar menyingsing
Bangkitlah dari mimpi
Sambutlah seruan Illahi
Segeralah kau bersiap diri
Muridku sayang …
Kau menemaniku setiap hari
Kau selalu membuatku tersenyum
Kadang kau juga membuatku kesal
Tapi hari – hariku sepi tanpa kalian
Muridku sayang ….
Mungkin kau tersinggung dengan teguranku
Mungkin juga hatimu terluka oleh ucapanku
Jiwaku Pun tercabik oleh lisanku
Jika memang seperti itu, maafkan aku ….
Semua itu sebagai bukti cintaku padamu
Seperti cinta dan kasih sayang orang tuamu padamu
Yang selalu mengharapkan,
Anaknya berakhlak dan berilmu
Bangkitlah melawan arus yang terus mendera
Kuasailah dirimu bersama sikap optimismu
Paculah semangatmu sekuat tenaga
Lawanlah bebatuan terjal yang mengusik di jalanan
Ingat, engkau adalah harapan masa depan
Nasib bangsa engkau yang menentukan
Oleh Sukarni SPd SD
Sumber: Buku Kumpulan Puisi oleh Sukarni SPd SD
Kau adalah …..
Tempat yang selalu aku datangi
Tempat yang selalu membuatku senang
Dan tempat yang terkadang membuatku sedih
Karena kau adalah tempat untuk mengetahui kemampuanku yang belum tercapai
Sekolahku …..
Aku rela pergi pagi dan pulang sore demi untuk menimba ilmu kepadamu
Aku rela lelah untuk masa depanku
Oh sekolahku …..
Kau seperti tempat penghubung antara aku dan teman – temanku
Kau juga seperti rumah keduaku
Oh sekolahku …..
Tolonglah aku …..
Tampung aku agar aku bisa belajar dengan guru – guru
Yang juga Mendukungku untuk sukses di masa depan
Oh sekolahku …..
Bagiku kau adalah tempat penentu masa depanku
Dan kau adalah istanaku untuk menuju kesuksesan
Oleh: Nandria Dilla Resita
Sumber: Buku Sekolahku Istanaku Kumpulan Puisi Siswa SMPN 4 Surabaya
Sekolahku…
Kau tampak kokoh nan indah
Tempat menimba ilmu
Tuk masa depan yang cerah
Memang fasilitasmu tak selengkap di rumah
Tak ada kasur, tv dan kulkas
Tetapi semua terasa lengkap
Bila menginjak kaki di sekolah
Inilah sekolahku
Sekolah yang membuatku nyaman
Sekolah yang memiliki sejuta kenangan
Sekolah yang memiliki sejuta impian
Oleh: Faradilla Aghnia Alifia
Sumber: Buku Sekolahku Istanaku Kumpulan Puisi Siswa SMPN 4 Surabaya
Waktu pagi kutimang sayang
Kunyanyikan syair popular “Tuk kau yang tak kenal kanvas dinding batu”
Tumbuh kembang sekitar taman terbarukan
Senyum sepoi dalam rangkulan dua dahan peneduh
Kini siang penahan menjulang
Saatnya beranjak dari peraduan
Hantar hayat pada terjal undakan
Harap kembali asa di genggam
Kasih kasihan anakku sayang
Kasih kasihan anakku malang
Maksud pikir kau titipkan
Cukup cahaya tuju dl depan
Apa daya siapa dikira
Peroleh sekedar zarra belah tiga
Tak lebih kelinci buat hati diujicobakan
Terus pembaruan tiada jelas pangkal berujung
Sekarat insane belum lagi beri perlakuan
Lama berkutan depan meja kebijakan
Kasih kasihan anakku sayang
Kasih kasihan anakku malang
Sebentar lagi menjelang malam
Haram lelapmu penuh sembilu
Coba tunjukkan pada rembulan
Giat usaha melukis cita
Oleh: Abdul Rani SPd
Sumber: Buku Renungan Antologi Sayembara Puisi Guru oleh Kemendikbud Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kalimantan Barat
Itulah kumpulan contoh puisi Hari Pendidikan Nasional untuk menyemarakkan perayaannya. Semoga membantu!