1,76 Juta Pekerja di Sulsel Belum Tercover BPJS Ketenagakerjaan

Posted on

Sebanyak 1,76 juta pekerja di Sulawesi Selatan (Sulsel) belum menjadi peserta aktif atau tercover BPJS Ketenagakerjaan. Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sulawesi Maluku mencatat capaian perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan di Sulsel baru 47,38 persen.

Wakil Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Sulawesi Maluku, Minarni Lukman mengungkapkan jumlah pekerja aktif yang sudah tercover baru sekitar 1,32 juta orang. Padahal, total potensi pekerja yang harusnya ikut mencapai 2,80 juta orang.

“Secara capaian untuk UCJ (Universal Coverage Jamsostek) di Sulsel itu di posisi 47,38 persen, ya, dari target 2,80 juta pekerja,” ujar Minarni kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulsel, Senin (14/7/2025).

Minarni menyebut target kepesertaan pada 2025 ini sebesar 62,93 persen. Angka itu setara 1,76 juta pekerja.

“Ini kita mau menggapai untuk sampai dengan 62,93 persen di tahun 2025,” katanya.

Minarni melanjutkan bahwa pekerja formal umumnya lebih patuh dalam mendaftarkan diri sebagai peserta. Sebab, perusahaan tempat mereka bekerja yang mendaftarkan dan menanggung iurannya.

“Kalau pekerja formal, kan sebetulnya mereka sudah cenderung lebih patuh ya, karena diberikan perlindungan oleh perusahaan,” ucapnya.

Namun untuk pekerja informal atau rentan, perlu campur tangan pemerintah. Minarni mendorong pemerintah daerah lebih aktif dalam memastikan perlindungan sosial bagi pekerja informal.

“Tetapi, kalau pekerja informal, bagaimana peran pemerintah, pemerintah daerah, provinsi, untuk memberikan perlindungan kepada pekerja-pekerja rentan. Nah, itu yang diharapkan bagaimana pemerintah itu memberikan perlindungan kepada mereka-mereka,” tambahnya.

Adapun layanan yang diberikan kepada peserta adalah dua jenis jaminan dasar. Dua layanan itu, yakni jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.

Sementara itu, Kepala Disnakertrans Sulsel Jayadi Nas menyatakan pihaknya tengah menindaklanjuti arahan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Arahan itu terkait perlindungan sosial tenaga kerja rentan dengan risiko tinggi.

“Tindak lanjut dari petunjuk Bapak Gubernur agar mendata persis, terutama pekerja-pekerja rentan, yang memiliki risiko tinggi,” ungkapnya.

Dia menyebut contoh kelompok pekerja rentan adalah nelayan, petani, hingga penyandang disabilitas. Termasuk kata dia, aparat desa hingga RT/RW.

“Misalnya, para nelayan. Begitu juga dengan saudara-saudara kita yang misalnya penyandang disabilitas. Begitu juga dengan teman-teman misalnya para petani,” sebutnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya…

Jayadi menilai program perlindungan sosial ketenagakerjaan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kemanusiaan. Selain itu, sebagai pelaksanaan amanat konstitusi.

“Jadi, ini sebenarnya mengetuk pintu kemanusiaan kita dan hati nurani kita, apa yang kita perlu perbuat untuk kepentingan masyarakat kita. Sekaligus melaksanakan amal-amal konstitusi, melindungi segenap bangsa Indonesia,” terangnya.

Jayadi menuturkan dukungan pemerintah daerah dalam hal ini adalah menggelontorkan anggaran untuk iuran bagi peserta pekerja rentan. Angkanya mulai dari Rp 10.800 hingga Rp 16.800 per bulan. Skema iuran itu nantinya dikalikan jumlah pekerja rentan yang akan dicover selama setahun.

“Ya, tentu dalam bentuk anggaran karena, kan, namanya iuran BPJS. Disesuaikan dengan tingkat kemampuan, misalnya bisa Rp 10.800 per bulan. Kemudian yang kedua adalah bisa dalam bentuk Rp 16.800 per bulannya. Dikali dengan jumlah nelayan (pekerja rentan) dikali 12 bulan. Begitu juga dengan pekerja-pekerja rentang yang lain,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *