5 Teks Khutbah Jumat tentang Hari Asyura dan Amalannya (via Giok4D)

Posted on

Teks Khutbah Jumat tentang Hari Asyura dan amalannya merupakan materi penting yang dapat disampaikan kepada jemaah di bulan Muharram, khususnya saat mendekati tanggal 10 Muharram. Hari Asyura sendiri merupakan hari istimewa dan penuh keberkahan dalam Islam.

Khutbah Jumat yang mengangkat tema Hari Asyura bisa menjadi media dakwah yang kuat untuk mengingatkan umat akan pentingnya meneladani kesabaran para nabi, memperkuat keimanan, dan meningkatkan amal saleh. Amalan seperti puasa Asyura, memperbanyak sedekah, menyantuni anak yatim, hingga menjaga ukhuwah Islamiyah merupakan bentuk penghayatan terhadap keutamaan hari tersebut.

Artikel ini menyajikan teks khutbah Jumat tentang Hari Asyura dan amalannya yang disusun dengan susunan yang sistematis, mencakup muqaddimah, isi utama, hingga penutup khutbah. Dilengkapi dengan dalil dari Al-Qur’an, hadits, dan pandangan para ulama, teks ini diharapkan bisa menjadi panduan praktis sekaligus inspiratif bagi para khatib dalam menyampaikan pesan keislaman yang menyentuh dan menggugah hati jamaah.

Yuk, disimak!

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Terlebih dahulu, dalam kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan agar kita menjadi “mukminin haqqona” atau orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Sesaat lagi kita akan memasuki salah satu hari yang istimewa di dalam bulan Muharram yaitu bulan Asyura atau 10 Muharram. Bulnan Muharram adalah bulan yang mulia sebagaimana dijelaskan dalam QS At-Taubah: 36, Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًۭا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌۭ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةًۭ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةًۭ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Empat bulan mulia itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits Bukhari-Muslim

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam Tafsir al-Fakhrir Razi menjelaskan bahwa setiap perbuatan maksiat di bulan haram akan mendapat siksa yang lebih dahsyat, dan begitu pula sebaliknya, perilaku ibadah kepada Allah akan dilipatgandakan pahalanya. Beliau menyatakan:

وَمَعْنَى الْحَرَمِ: أَنّ الْمَعْصِيَةَ فِيْهَا أَشَدُّ عِقَاباً ، وَالطَّاعَةُ فِيْهَا أَكْثَرُ ثَوَاباً

Artinya: “Maksud dari haram adalah sesungguhnya kemaksiatan di bulan-bulan itu memperoleh siksa yang lebih berat dan ketaatan di bulan-bulan tersebut akan mendapat pahala yang lebih banyak.”

Hadirin hadaniyallah waiyyakum,

Secara spesifik tanggal 10 Muharram juga termasuk momen yang mulia di dalam bulan mulia (yaitu bulan Muharram) . Imam Badaruddin al-‘Aini dalam kitab Umdatul Qari’ Syarah Shahih Bukhari, beliau menjelaskan sebuah pendapat bahwa di hari ‘Asyura Allah SWT memberikan kemuliaan dan kehormatan kepada sepuluh nabi-Nya. Yaitu (1) kemenangan Nabi Musa atas Fir’aun, (2) pendaratan kapal Nabi Nuh, (3) keselamatan Nabi Yunus dengan keluar dari perut ikan, (4) ampunan Allah untuk Nabi Adam AS, (5) keselamatan Nabi Yusuf dengan keluar dari sumur pembuangan, (6) kelahiran Nabi Isa AS, (7) ampunan Allah untuk Nabi Dawud, (8) kelahiran Nabi Ibrahim AS, (9) Nabi Ya’qub dapat kembali melihat, dan (10) ampunan Allah untuk Nabi Muhammad SAW baik kesalahan yang telah lampau maupun yang akan datang.

Hadirin hadaniyallah waiyyakum,

Kemuliaan bulan Muharram secara spesifik Yaumul Asyura maka jika diisi dengan ibadah dan amal saleh tentu akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa kemuliaan bulan tertentu tidak mutlak berarti kemuliaan umat Islam secara otomatis. Kemuliaan umat Islam mengandung syarat, yakni ketika mereka mau mengisi waktu-waktu khusus tersebut dengan amal saleh dan akhlakul karimah. Pengertian amal saleh dan akhlak mulia amat luas, mencakup ibadah dengan Allah, berhubungan dengan masyarakat, atau sikap kita terhadap lingkungan alam kita. Secara umum, setidaknya ada dua amalan yang mulia di bulan Asyyuro yang dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Quran dan hadits yaitu berpuasa dan menyantuni yatim piatu.

Keutamaan puasa di bulan Muharram dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim 1163)

Kemudian dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً “

“Barangsiapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya”

Selain itu, ada pula hadits dengan riwayat yang sudah masyhur di kalangan umat Islam, pada saat masa awal Rasulullah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW melihat orang-orang Yahudi tengah melaksanakan puasa Asyura’. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ketika orang Yahudi berpuasa Asyura nabi pun akhirnya memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa dengan alasan lebih berhak daripada nabi Musa dalam puasa Asyura, dan untuk membedakannya ditambah puasa sebelumnya pada tanggal 9 yang disebut puasa Tasu’a.

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Amalan utama yang kedua di hari Asyura adalah menyantuni yatim piatu atau secara umum bersedekah kepada kaum fakir miskin. Sebagian masyarakat Indonesia bahkan menganggap bahwa tanggal 10 Muharram (Asyura) adalah Hari Raya anak yatim atau Idul Yatama.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak yatim, dan beliau lebih menyayangi lagi pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Pada tanggal tersebut, beliau menjamu dan bersedekah bukan hanya kepada anak yatim, tapi juga keluarganya. Dalam kitab Tanbihul Ghafilin disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً

“Barangsiapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya”.

Cara menyantuni anak yatim tidak cukup hanya mengusap kepalanya tapi memberinya makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak, serta pendidikan yang memadai hingga mereka dewasa. Juga di banyak ayat menyantuni yatim tidak harus di bulan Muharram tapi di setiap saat, dan balasannya pun setingkat dengan surge nabi. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kedudukan orang yang memuliakan, menyantuni, dan mengasihi anak yatim akan mendapatkan surga yang jaraknya bagaikan jari telunjuk dan jari tengah.

أَنَا وَكاَفِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا” وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Demikianlah khutbah ini. Mudah-mudahan khutbah ini dapat kita hikmati bersama dan semoga kita tercatat sebagai insan yang senantiasa dibimbing oleh Allah untuk beramal saleh dan diberikan spirit berbagi terhadap sesama.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Oleh: H. Ahmad Zuhri Adnan M Pd, Ketua LDNU Kabupaten Cirebon, Pengasuh PP Ketitang Cirebon

Sumber: Laman Nahdlatul Ulama

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Amma ba’du…

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Segala puji kita panjatkan pada Allah atas berbagai macam nikmat yang telah Allah anugerahkan pada kita sekalian. Di antara nikmat yang Allah anugerahkan adalah kita berada di bulan yang mulia, yaitu bulan Suro atau bulan Muharram. Bulan ini bukanlah bulan yang penuh dengan musibah atau penuh sial sebagaimana anggapan sebagian orang. Bulan Muharram ini disebut sebagai Syahrullah yaitu bulan yang benar-benar dimuliakan oleh Allah.

Dalam hadits disebutkan,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim, no. 1163, dari Abu Hurairah RA).

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi akhir zaman dan penutup para Nabi yang juga menjadi pembukan pintu surga pertama kali, yaitu nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada para sahabat, para tabi’in, serta kepada setiap orang yang mengikuti para salafush shalih dengan baik hingga akhir zaman.

Di antara contoh yang baik yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita adalah beliau menganjurkan (menyunnahkan) puasa Asyura (10 Muharram). Namun beliau memerintahkan untuk berpuasa pula pada tanggal sembilannya dengan tujuan agar puasa Asyura tidak mirip dengan yang dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan -insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim, no. 1134)

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Para jamaah shalat Jumat yang moga dirahmati oleh Allah. Tadi telah disinggung mengenai puasa Tasu’a (9 Muharram) yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melakukannya berbarengan dengan puasa Asyura. Adapun keutamaan dari puasa Asyura (10 Muharram) disebutkan haditsnya dalam kitab Shahih Muslim sebagai berikut.

Dari Abu Qatadah Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi SAW ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ‘Asyura? Beliau menjawab, “Puasa ‘Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162).

Pelajaran pertama, puasa sunnah berarti bisa menghapus dosa.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8:46)

Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 7:498-500)

Pelajaran kedua, dari puasa Asyura, umat Islam diajarkan untuk tidak menyerupai non-muslim (tasyabbuh).

Karena lihat saja dalam hadits di atas disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menambah berpuasa pada hari kesembilan agar tidak mirip dengan ahli kitab yang berpuasa pada hari kesepuluh (hari Asyura). Ahli kitab mengagungkan hari Asyura untuk memperingati hari kemenangan Nabi Musa ‘alaihis salam atas Fir’aun sebagaimana cerita yang disebutkan dalam hadits berikut.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Hari yang kalian berpuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1130)

Di antara maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesembilan Muharram adalah agar puasanya tidak menyerupai non-muslim. Point penting yang bisa dipetik adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar kita tidak tasyabbuh dengan non-muslim.

Lihat saja keadaan kaum muslimin, yang nyata terlihat pada anak-anak mudanya, ingin terus meniru non-muslim dalam penampilan, model baju, gaya rambut dan segala yang menjadi ciri khas mereka. Itulah namanya tasyabbuh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita agar tidak tasyabbuh, meniru-niru non-muslim pada sesuatu yang menjadi ciri khas mereka.

Dari Ibnu Umar RA, Nabi SAW bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2:50,92 dan Abu Daud, no. 4031. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ Al-Ghalil, no. 1269)

Benarlah apa yang dikatakan oleh Nabi SAW jauh-jauh hari.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim, no. 2669).

Lihat saja model rambut anak muda saat ini sama seperti yang diingatkan oleh Nabi SAW dahulu. Nabi SAW melarang model rambut qaza’ seperti potongan mohawk yang ada pada anak-anak punk.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْقَزَعِ. قَالَ قُلْتُ لِنَافِعٍ وَمَا الْقَزَعُ قَالَ يُحْلَقُ بَعْضُ رَأْسِ الصَّبِىِّ وَيُتْرَكُ بَعْضٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang qaza’.” Aku (Umar bin Nafi’) berkata pada Nafi’, “Apa itu qaza’?” Nafi’ menjawab, “Qaza’ adalah menggundul sebagian kepala anak kecil dan meninggalkan sebagian lainnya.” (HR. Muslim, no. 2120)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa para ulama berijmak (bersepakat) bahwa qaza’ itu dimakruhkan jika rambut yang digundul tempatnya berbeda-beda (misalnya: depan dan belakang gundul, bagian samping tidak gundul, -pen) kecuali jika dalam kondisi penyembuhan penyakit dan semacamnya. Yang dimaksud makruh di sini adalah makruh tanzih (artinya: sebaiknya ditinggalkan). … Ulama madzhab Syafi’iyah melarang qaza’ secara mutlak termasuk laki-laki dan perempuan. Lihat Syarh Shahih Muslim, 14:90-91.

Demikian khutbah pertama ini. Moga Allah memberi taufik dan hidayah.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

Khutbah II

أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

Amma ba’du.

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah,

Ingin mudah mendapatkan syafaat pada hari kiamat? Rutinkanlah puasa sunnah, ada puasa sunnah Senin-Kamis, puasa ayyamul bidh (13, 14, 15 Hijriyah), puasa tiga hari setiap bulannya, puasa Daud, puasa Arafah dan puasa Asyura (10 Muharram, yang diiringi dengan 9 Muharram). Berusahalah agar kita mempunyai sebagian amalan puasa sunnah tersebut.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad, 2: 174. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 984.)

Moga dengan izin Allah dan ridha-Nya, kita dimudahkan mendapatkan syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat. Di antara amalan untuk mudah mendapatkan syafaat adalah memperbanyak shalawat, terutama di hari Jumat ini. Ingatlah pula doa pada hari Jumat adalah doa yang mustajab, moga doa-doa kita diperkenankan oleh Allah.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Oleh: Khutbah Jumat oleh Muhammad Abduh Tuasikal ST MSc

Sumber: Laman Rumaysho

الْحَمْدُ لِلَّهِ الذِي جَعَلَ الْأَعْيَادَ بِالْإِفْرَاحِ وَالسُّرُورِ وَاضَاعَفَ لِلْمُتَّقِينَ جَزِيلَ الْأَجُورِ وَكَمِلَ الصِّيَافَة والصلة لِلْأَرْحَامِ بِسَعِيهِمُ الْمَشْكُورِ، فَسُبْحَانَ مَنْ أَحَلَّ الْفُطُورَ أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ الهِ اعادَ الأَعْيَادَ وَادْخِرُهَا بِكُلِّ عَمَلٍ مَبْرُورٍ وَأَطَالَ الأَجَالَ إِلَيْهَا لِيَنَالُوا بِفَضْلِهَا الْجَزَاء الْمُوفُور. اشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ العفو الغَفُورُ وَاشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ المَشْهُورُ صَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اللهِ وَاصْحَابِ الَّذِينَ كَانُوا يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورًا. امَّا بَعْدُ : فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ الْكِرَامِ أَوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ الَّا وَانْتُمْ مُسْلِمُونَ

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan yang penuh berkah ini saya berpesan, khususnya pada saya pribadi dan umum pada jamaah. Marilah kita semua berusaha meningkatkan takwa kepada Allah swt., dengan cara mengerjakan semua perintah-Nya, dan menjahui segala larangannya. Takwa merupakan alasan kita hidup di dunia, sekaligus tujuan dalam rangka meraih surga dan ridha Allah. Tepatlah kiranya, bila kita selalu diingatkan agar selalu meningkatkan takwa.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Tidak terasa saat ini kita memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender hijriah. Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah.

ان عدة الشهورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَواتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَربَعَةٌ حُرُم

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS At-Taubah:36).

Di antara dua belas bulan dalam kalender Hijriah, ada empat bulan yang disebut “Asyhurul Hurum” (bulan yang haram), yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan-bulan ini memiliki kemuliaan. Diantaranya Allah mengharamkan umat islam melakukan perbuatan yang dilarang, (membunuh, berperang). Kecuali diserang oleh orang-orang kafir.

Imam At-Thabari menafsirkan ayat di atas dengan mengutip riwayat dari Ibnu Abbas RA: “Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan suci dan mengagungkan kemuliaannya. Barangsiapa yang berbuat dosa pada bulan ini, maka balasannya menjadi lebih besar, dan barangsiapa yang beramal shalih pada bulan ini, maka pahalanya juga lebih besar.”

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Disebut bulan mulia karena bulan ini disebut “syahrullah” (bulan Allah). Rasulullah SAW bersabda:

أفضلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ المُحَرَّمُ وَافْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram, karena penamaannya disandarkan kepada lafzhul Jalalah (lafazh Allah). Para Ulama menerangkan: Ketika makhluk disandarkan pada lafzhul Jalalah, itu pertanda ada pemuliaan pada makhluk tersebut, sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi masjid, atau lebih khusus Ka’bah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta Nabi Shaleh dan lain sebagainya.

Keutamaan bulan Muharram tidak perlu disangsikan lagi. Namun keutamaan itu tidak berarti bila tidak diisi dengan berbagai amalan-amalan ibadah yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.

Diantara ibadah yang paling dianjurkan adalah berpuasa. Amalan ini didasarkan pada beberapa hadits, diantaranya sabda Nabi: “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi SAW bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” Kemudian Nabi SAW berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. (HR. Bukhari)

Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, “Ketika Rasulullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa wajib. Kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja, dan kewajiban puasa pada hari ‘Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau, atau boleh juga tidak berpuasa jika ia mau.”

Puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura, para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim)

Hadirin Jamaah Jumat rahimakumullah,

Mengingat besarnya pahala yang diberikan oleh Allah melebihi bulan lainnya, hendaknya kita tidak hanya berpuasa sunnah, tapi juga memperbanyak amalan-amalan ketaatan kepada Allah pada bulan Muharram ini, dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, shadaqah, puasa, dan lainnya.

Selain memperbanyak amalan ketaatan, jangan lupa berusaha menjauhi maksiat kepada Allah, sebab dosa pada bulan Muharram lebih besar dibanding dosa-dosa di bulan lain. Ibnu Qatadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kezaliman pada bulan Muharram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan di luar bulan Muharram.”

Demikianlah khutbah yang bisa sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik, sehingga kita tetap teguh memegang kebenaran, bersegera memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan maksiat yang bisa menodai hati kita. Amin.

بَارَكَ الله لي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العليم . أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ المُسلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُونَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ .

Sumber: Buku Materi Khutbah Jumat Sepanjang Tahun oleh Muhammad Khatib S Pd I

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ (سورة القصص: 83)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Kita akan memasuki hari kesepuluh di bulan Muharram yang biasa kita kenal dengan sebutan hari Asyura. Banyak peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi pada hari Asyura. Pada khutbah yang singkat ini, khatib akan menceritakan beberapa peristiwa penting yang pernah terjadi pada hari ‘Asyura. Peristiwa masa lalu tidak hanya untuk dikenang. Tapi untuk diambil pelajaran bagi kehidupan kita di masa sekarang dan masa mendatang. Untuk diambil ibrah dalam urusan dunia dan akhirat kita. Untuk diambil hikmahnya agar kita dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari sahabat Abu Hurairah RA bahwa ia berkata:

مَرَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِأُنَاسٍ مِنَ الْيَهُوْدِ قَدْ صَامُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: مَا هٰذَا مِنَ الصَّوْمِ، قَالُوْا: هٰذَا الْيَوْمُ الَّذِيْ نَجَّى اللهُ مُوْسَى وَبَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنَ الْغَرَقِ وَغَرِقَ فِيْهِ فِرْعَوْنُ، وَهٰذَا الْيَوْمُ اسْتَوَتْ فِيْهِ السَّفِيْنَةُ عَلَى الْجُوْدِيِّ، فَصَامَهُ نُوْحٌ وَمُوْسَى شُكْرًا لِلِه تَعَالَى، فَقَالَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى وَأَحَقُّ بِصَوْمِ هٰذَا الْيَوْمِ، فَأَمَرَ أَصْحَابَهُ بِالصَّوْمِ

“Suatu hari, Nabi SAW berjalan melewati sekelompok orang Yahudi yang tengah berpuasa hari Asyura, maka Nabi SAW bertanya: “Puasa hari apa ini?,” mereka menjawab: Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra’il dari tenggelam, sedangkan Fir’aun di hari ini tenggelam. Hari ini adalah hari ketika perahu Nabi Nuh berlabuh di bukit al Judiy. Karena itu, Nuh dan Musa berpuasa di hari ini karena bersyukur kepada Allah ta’ala. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa dan lebih berhak untuk berpuasa hari ini,” kemudian Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa.” (HR Imam Ahmad).

Saudara-saudara seiman,

Dalam hadits di atas, disebutkan dua peristiwa dari sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di hari Asyura. Yaitu berlabuhnya perahu Nabi Nuh dengan selamat di bukit Judiy dan selamatnya Nabi Musa dari kejaran Raja Fir’aun beserta bala tentaranya.

Hadirin rahimakumullah,

Nabi Nuh AS diutus oleh Allah kepada kaum yang kafir. Beliau-lah nabi dan rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada orang-orang kafir. Para nabi dan rasul sebelumnya, yaitu Nabi Adam, Nabi Syits dan Nabi Idris AS diutus oleh Allah kepada kaum Muslimin. Umat ketiga nabi tersebut semuanya beragama Islam. Tidak ada satu pun yang kafir.

Dengan penuh kesabaran, Nabi Nuh AS berdakwah kepada mereka siang dan malam, secara rahasia dan terang-terangan. Kadangkala dengan menyampaikan kabar gembira (targhib) dan terkadang dengan memberi peringatan (tarhib). Beliau konsisten dalam berdakwah selama 950 tahun. Akan tetapi kebanyakan kaumnya tidak beriman. Mereka tetap pada kesesatan dan kekufuran. Mereka memusuhi Nabi Nuh, menyakitinya, melecehkannya bahkan memukulinya. Mereka tidak berhenti memukuli Nabi Nuh AS sampai beliau pingsan karena pukulan yang bertubi-tubi dan sangat keras, sehingga mereka mengiranya telah mati, lalu Allah menyembuhkannya. Itu semua tidak mengendorkan dan mematahkan semangatnya dalam berdakwah. Berkali-kali Nabi Nuh AS mengalami siksaan demi siksaan, tapi beliau tetap kembali mengajak mereka agar beriman.

Hal ini dilakukan oleh Nabi Nuh AS secara terus menerus tanpa patah semangat dan tanpa bosan, hingga Allah mewahyukan kepadanya bahwa tidak akan beriman kepadanya di antara kaumnya kecuali orang-orang yang telah beriman. Maka Nabi Nuh AS berdoa agar orang-orang kafir dimusnahkan semuanya. Allah ta’ala berfirman:

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا (سورة نوح: ٢٦)

Artinya: “Nuh berkata: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS Nuh: 26)

Lalu Allah kirimkan kepada mereka azab-Nya. Allah timpakan kepada mereka banjir besar sehingga tidak menyisakan satu orang pun di antara orang-orang kafir. Allah selamatkan Nabi-Nya dan orang-orang beriman di antara kaumnya dengan perahu yang dibuat oleh Nabi Nuh dengan perintah Allah. Allah pun menjaga perahu tersebut dengan pemeliharaan dan perhatian-Nya hingga berlabuh dengan selamat di bukit Judiy.

Saudara-saudara seiman,

Sedangkan Sayyidina Musa, beliau hidup di masa raja yang zalim dan melampaui batas, yaitu Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan. Allah memerintahkan Sayyidina Musa agar pergi kepada Fir’aun untuk mengajaknya masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa. Maka Nabi Musa pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang sangat menakjubkan dan membuktikan bahwa beliau benar-benar utusan Allah ta’ala. Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan bersikap congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman. Akhirnya Nabi Musa ‘alaihissalam dan para pengikutnya dari kalangan Bani Israil keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan orang-orang yang bersamanya. Akan tetapi Allah menolong Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman:

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ (سورة الشعراء: ٦٣)

Artinya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu,” maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar.” (QS Asy-Syuara: 63)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Laut terbelah menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Di antara setiap dua belahan ada jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan pasukannya pun mengejar mereka. Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menenggelamkan mereka semua dan Allah selamatkan Nabi Musa AS dan orang-orang yang bersamanya. Allah ta’ala berfirman:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (سورة يونس: ٩٠ – ٩١)

Artinya: “Dan Kami menyelamatkan Bani Isra’il melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra’il, dan saya termasuk orang-orang yang memeluk Islam.” Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS Yunus: 90-91).

Yakni ketika Fir’aun hampir tenggelam dan mati, ia menyatakan taubat. Padahal taubat tidak lagi bermanfaat dan tidak diterima dalam keadaan seperti itu. Karena di antara syarat taubat adalah dilakukan sebelum seseorang putus asa dari hidup seperti ketika akan tenggelam dan tidak ada kemungkinan selamat. Inilah yang terjadi pada Fir’aun. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (سورة النساء: ١٨)

Artinya: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka dalam kekufuran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih” (QS an-Nisa’: 18).

Saudara-saudaraku yang kami cintai,

Para nabi Allah telah memberikan kepada kita contoh dan teladan dalam berdakwah kepada Allah dan bersabar untuk itu. Di atas garis perjuangan mereka inilah para sahabat dan para ulama berjalan. Mereka mendarmabaktikan jiwa dan raga untuk membela agama Allah. Teladan Sayyidina al-Husain radhiyallahu ‘anhu yang gugur syahid pada hari Asyura selalu lekat dalam ingatan kita. Ketika beliau melihat orang yang tidak cakap memimpin kaum muslimin ingin meraih puncak kepemimpinan tanpa bai’at dari tokoh-tokoh pembesar kaum muslimin yang berilmu dan bertakwa, maka beliau terang-terangan menentang hal itu dan menolak untuk diam.

Al-Husain berpegang teguh dengan kebenaran dan konsisten dengannya, menegakkan amar makruf nahi mungkar hingga ia terbunuh padahal beliau adalah putra dari putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau gugur syahid secara zalim di tangan pasukan seorang yang fasik dan melanggar aturan-aturan agama.

Kita memohon kepada Allah ta’ala agar memberikan taufiq kepada kita untuk mengambil pelajaran dari sepak terjang dan sejarah hidup orang-orang shalih tersebut dan berjalan di atas manhaj mereka. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Terakhir, di antara perkara yang diriwayatkan dari Nabi adalah kesunnahan puasa hari Asyura sebagaimana terdapat dalam hadits yang telah kami sebutkan di awal khutbah. Demikian pula disunnahkan puasa hari Tasu’a’, yaitu tanggal 9 Muharram yang jatuh pada hari ini, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ (رواه مسلمٌ)

Artinya: “Jika aku masih hidup tahun depan, niscaya aku akan berpuasa tanggal sembilan.” (HR Muslim)

Hikmah dari puasa tanggal 9 di samping berpuasa pada tanggal 10 Muharram sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama adalah menyalahi orang-orang Yahudi, karena mereka hanya berpuasa di tanggal 10 saja. Jika seseorang tidak berpuasa tanggal 9 bersama tanggal 10, maka disunnahkan berpuasa tanggal 11 Muharram bersama tanggal 10. Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menegaskan kesunnahan puasa tiga hari sekaligus, yaitu tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا،ـ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Oleh: Ustaz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Mojokerto

Sumber: Laman NU Online

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِأَدَاءِ الشّرَائِعَ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ السَّمِيْعُ الْبَدِيْعُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّمِعُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT,

Alhamdulillah, puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah senantiasa memberikan kita kenikmatan mereguk iman, memeluk Islam, juga nikmat menjalani kehidupan dengan sepenuh sehat wal afiat. Dengan semua itu, kita dipertemukan di tempat suci nan berkah ini untuk beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang telah kita terima dari-Nya.

Tak lupa, kita menghaturkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in, dan juga kepada kita semua selaku umatnya. Amin ya rabbal alamin.

Sebagaimana sudah maklum, bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk meningkatkan kepatuhan kita dalam menaati aturan syariat yang telah dibuat-Nya, yaitu dengan melaksanakan segala perintah wajib dan senantiasa terus berupaya menghindari sesuatu yang Ia larang. Hal tersebut merupakan bentuk takwa kita kepada-Nya.

Dalam rangka meningkatkan ketakwaan itu, kita perlu untuk mengisi hari-hari kita, setiap waktu yang kita terima untuk beribadah. Apalagi saat ini, kita sudah memasuki bulan Muharram, bulan yang begitu dimuliakan Allah SWT.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 36 berikut:

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةًۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.”

Maksud haram pada ayat tersebut bukanlah haram dalam pengertian fiqih. Disebutkan dalam kitab Tafsir As-Shawi, bahwa haram dalam ayat di atas adalah dimuliakan (mu’azzhamah). Sementara empat bulan yang dimaksud adalah Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Bulan yang terakhir disebut ini memang istimewa. Di dalamnya, terdapat hari Asyura, hari kesepuluh di bulan tersebut. Di hari itu, umat Islam sangat disunnahkan untuk berpuasa.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعدَ الفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ. رواه مسلم

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: ‘Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim).

Hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya berpuasa di bulan Muharram. Tingkatannya hanya satu level di bawah puasa di bulan Ramadhan. Hal tersebut menunjukkan arti bahwa puasa di bulan Muharram ini sangat dianjurkan. Dalam Kitab Al-Minhaj fi Syarhi Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Syekh Syarafuddin An-Nawawi menerangkan, bahwa para ulama juga bersepakat akan kesunnahan puasa di hari Asyura.

Akan lebih sempurna lagi jika puasa pada hari kesepuluh di bulan Muharram ini juga diikuti dengan puasa pada dua hari yang mengiringinya, yakni tanggal 9 dan tanggal 11 Muharram. Meskipun Nabi Muhammad SAW tidak menjalankan puasa ini, tetapi dalam haditsnya, beliau pernah menyampaikan keinginannya untuk melaksanakan puasa di tanggal tersebut. Puasa di kedua hari ini juga menjadi pembeda dengan kaum Yahudi yang sama-sama berpuasa di tanggal 10 Muharram.

Lebih dari itu, Imam Abil Laits dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin, menyampaikan bahwa puasa di hari Asyura ini dapat menghapus dosa setahun.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Selain berpuasa, di hari Asyura juga kita dianjurkan untuk menyantuni anak yatim. Memang berbagi kepada mereka bisa kapan saja. Namun, di hari tersebut sangatlah dianjurkan. Pasalnya, ada sebuah hadits Rasulullah SAW,

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً

Artinya: “Barang siapa berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.”

Meskipun sanad hadits ini dhaif, tetapi karena berkaitan dengan keutamaan amal maka boleh dijalankan. Sebagian ulama berpandangan bahwa mengusap kepala anak yatim yang dimaksud bukan dalam arti sebenarnya. Lebih jauh, maksud dari kalimat tersebut adalah menyantuni mereka.

Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an surat Al-Balad mengenai anjuran untuk memberikan santunan kepada anak yatim.

فَكُّ رَقَبَةٍۙ .اَوْ اِطْعَامٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍۙ يَّتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍۙ اَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍۗ

Artinya: “(yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya) (13), atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan (14), (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat (15), atau orang miskin yang sangat fakir (15).”

Anak-anak yatim yang di sekitar kita harus menjadi prioritas untuk kita santuni. Sebab, mereka adalah orang yang dekat dengan kita. Berbagi dengan mereka memberikan dua keuntungan sekaligus, yaitu berbagi kemanfaatan sebagai satu keuntungan dan keuntungan lainnya adalah menjaga silaturahmi.

Jamaah Jumat yang berbahagia,

Oleh karena itu, mari kita isi hari Asyura dengan banyak-banyak beribadah kepada Allah SWT, khususnya berpuasa dan menyantuni anak yatim. Insya Allah, jika hal tersebut kita lakukan, maghfirah atau ampunan Allah SWT akan selalu menyertai kita.

Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kesempatan untuk dapat melaksanakan anjuran-anjuran tersebut. Dengan begitu, mudah-mudahan kita semua dapat selamat dunia dan akhirat. Amin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ.

أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

Oleh: Ustadz Syakir NF, alumni Pondok Buntet Pesantren Cirebon

Sumber: Situs resmi NU

Demikianlah beberapa contoh khutbah Jumat tentang Hari Asyura dan amalannya. Semoga bermanfaat ya, infoers!

Khutbah Jumat Hari Asyura dan Amalannya #1

Mendulang Pahala di Hari Asyura

Khutbah Jumat Hari Asyura dan Amalannya #2

Dua Pelajaran Penting dari Puasa Asyura

Khutbah Jumat Hari Asyura dan Amalannya #3

Keutamaan Bulan Muharram: Puasa Asyura

Khutbah Jumat Hari Asyura #4

Pelajaran dari Peristiwa Penting di Hari Asyura

Khutbah Jumat Hari Asyura dan Amalannya #5

Memuliakan Hari Asyura dengan Puasa dan Santuni Yatim