Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyoroti demonstrasi berujung kerusuhan di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang melibatkan 42 tersangka. Yusril hendak memastikan penegakan hukum terhadap tersangka berjalan sesuai hukum yang berlaku saat berkunjung ke Makassar.
Yusril mengawali kunjungannya ke Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar pada Rabu (10/9/2025). Yusril langsung berkoordinasi dengan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman bersama unsur Forkopimda tingkat Sulsel.
“Kami ingin memastikan bahwa langkah-langkah hukum yang ditempuh sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku dan sesuai dengan perlindungan jaminan HAM kepada mereka,” tegas Yusril kepada wartawan.
Yusril menekankan, kedatangannya di Sulsel berdasarkan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Dia menegaskan, penanganan dan pemulihan pascakerusuhan ditangani lintas kementerian bersama pemerintah daerah.
“Pada waktu terjadi kerusuhan itu tidak ada penahanan, penangkapan yang ditangkap itu pascakerusuhan dan sekarang itu 42 orang yang ditahan dan sedang diproses hukum 40 (tersangka) ada di Makassar dan 2 ada di Palopo,” ungkapnya.
Data dari Polda Sulsel, ada 37 tersangka di antaranya yang merupakan pelaku kerusuhan dalam demo di Makassar pada Jumat (28/9) lalu. Mereka terlibat pembakaran dan perusakan di Kantor DPRD Sulsel, DPRD Makassar, Kejati Sulsel, serta Pos Lantas Fly Over Makassar.
Polisi juga mengamankan 3 tersangka pengeroyokan yang mengakibatkan pengemudi ojek online (ojol) meninggal dunia di Jalan Urip Sumoharjo Makassar. Selain di Kota Makassar, polisi turut menangkap 2 tersangka kerusuhan saat demonstrasi di kantor DPRD Palopo.
Dalam kunjungannya, Yusril memberikan sejumlah catatan terkait kasus kerusuhan saat demonstrasi di Sulsel. Dirangkum infoSulsel, berikut 6 atensi dari Yusril Ihza Mahendra:
Selepas bertemu gubernur Sulsel, Yusril menemui tersangka kerusuhan yang ditahan di Mapolda Sulsel. Dia melaporkan, ada 13 tersangka yang diamankan di Rutan Polda Sulsel yang merupakan mahasiswa, petugas kebersihan hingga buruh bangunan.
“Di sini ada 13 orang ditahan di rumah tahanan Polda Sulsel. Kami juga sempat dialog dengan mereka, ada beberapa mahasiswa, ada pekerja dan yang lainnya,” ungkap Yusril kepada wartawan usai menemui tersangka, Rabu (10/9).
Yusril memastikan para tersangka mendapat pendampingan penasihat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sejak ditahan. Selama penahanan, para tersangka diklaim tidak sampai mengalami tindakan kekerasan dari aparat.
“Kami memastikan bahwa hak-hak mereka sebagai tersangka itu dipenuhi. Mereka diperiksa, tidak ada pemaksaan dan tidak ada kekerasan saat proses pemeriksaan,” tegasnya.
Yusril meminta Polda Sulsel memenuhi hak-hak tersangka. Dia menekankan agar aparat kepolisian mengurus kebutuhan dasar para tersangka selama masa penahanan.
“Saya sarankan juga kepada Pak Kapolda untuk dikasih makan yang cukup 3 kali sehari, disediakan juga karpet untuk mereka bisa istirahat dan jangan sampai mereka tidur di lantai,” ucap Yusril.
Dia menganggap para tersangka harus tetap diperlakukan secara manusiawi. Yusril juga mengingatkan agar kesehatan para tersangka dijaga.
“Semuanya sudah memenuhi perlakuan manusiawi itu agar mereka bisa istirahat di malam hari dan di pagi hari mereka bisa berolahraga di ruang yang terbuka,” ujarnya.
Yusril membuka opsi memediasi kasus kerusuhan lewat restorative justice alias keadilan restoratif. Para tersangka yang ditahan berpotensi dibebaskan melalui pendekatan penyelesaian perkara tersebut.
“Kita menunggu proses penyidikannya yang dilakukan kepolisian apakah mereka ini cukup bukti untuk diteruskan ke pengadilan atau tidak cukup bukti, SP3 atau dilakukan langkah restorative justice,” bebernya.
Dia menekankan, pelaksanaan restorative justice tetap harus selektif. Para tersangka berpeluang dibebaskan lewat mekanisme pendekatan hukum itu berdasarkan tingkat kejahatannya.
“Kita juga mengupayakan suatu langkah yang paling baik, kalau sekiranya tidak cukup bukti atau tidak berat kesalahannya kemungkinan restorative justice kita akan kedepankan,” imbuh Yusril.
Dari 42 tersangka kerusuhan di Sulsel, ada 9 orang di antaranya merupakan anak di bawah umur. Yusril meminta penyidik kepolisian mempercepat pemeriksaan terhadap mereka agar penahanannya bisa ditangguhkan.
“Saya ingin agar mereka dipercepat proses pemeriksaannya dan sedapat mungkin tidak terlalu berat kesalahannya agar itu dapat segera dikembalikan atau ditangguhkan penahanannya,” beber Yusril.
Yusril menginginkan agar anak di bawah umur yang menjadi tersangka juga dibina oleh orang tuanya masing-masing. Dia berharap anak-anak yang terlibat kerusuhan mendapat kesempatan berdampingan di tengah masyarakat.
“Diserahkan kepada orang tua masing-masing agar dapat dibina oleh keluarganya dan kembali ke tengah-tengah masyarakat dan itu sudah kita dalami,” tambah Yusril.
Yusril menyebut para tersangka kerusuhan saat demonstrasi di Makassar tidak terkait makar dan terorisme. Dia menegaskan, aksi unjuk rasa berujung kericuhan di Sulsel sama sekali tidak terdapat adanya upaya menggulingkan pemerintahan yang sah.
“Saya juga akan melakukan pengecekan di Makassar, sejauh yang saya ketahui tidak dikenakan pasal makar. Makar ini maksudnya mau menggulingkan pemerintahan yang sah,” tambah Yusril.
Para tersangka dijerat pasal dalam KUHP sesuai jenis kejahatannya. Mereka ada yang dijerat pasal 187 (pembakaran), pasal 170 (pengeroyokan), pasal 406 (perusakan barang), pasal 64 (perbuatan berlanjut), pasal 363 (pencurian dengan pemberatan), dan pasal 480 (penadahan). Ada pula yang dikenakan Pasal 45A ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian.
“Sejauh ini kita lihat hanya pembakaran, penjarahan dan perusakan. Jadi kalau terorisme lain lagi ceritanya, itu melakukan kegiatan terorganisir,” terang Yusril.
Yusril menegaskan pemerintah tidak pernah menghalangi aksi demonstrasi, bahkan polisi malah membantu mengamankan agar aspirasi tersampaikan dengan baik. Namun dia menekankan, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan sama sekali tidak dibenarkan.
“Jadi kita fair aja. Jangan nanti bilang ini ada mahasiswa ditahan, mahasiswa yang demo nggak akan ditahan sepanjang dia tidak melakukan perusakan, penjarahan dan lain-lain,” jelasnya.
Yusril memastikan siapapun yang melakukan tindak pidana dalam aksi unjuk rasa baik perusakan, pembakaran hingga penjarahan harus diproses hukum. Dia melanjutkan, penegakan hukum terkait kerusuhan saat demonstrasi tanpa memandang latar belakang pelaku.
“Jangan kalau mahasiswa merusak dan menjarah kita biarin, itu nggak adil. Itu yang tukang sapu ditangkap sementara mahasiswa nggak (ditahan), kan nggak adil. Hukum harus ditegakkan, adil tanpa diskriminasi kepada siapapun juga,” jelasnya.
1. Tak Ada Kekerasan Aparat ke Tahanan
2. Kebutuhan Dasar Tersangka Dipenuhi
3. Opsi Restorative Justice Tersangka Ricuh
4. Penahanan Tersangka Anak Ditangguhkan
5. Tersangka Kerusuhan Tak Terkait Makar
6. Penegakan Hukum Adil Tanpa Diskriminasi
Yusril membuka opsi memediasi kasus kerusuhan lewat restorative justice alias keadilan restoratif. Para tersangka yang ditahan berpotensi dibebaskan melalui pendekatan penyelesaian perkara tersebut.
“Kita menunggu proses penyidikannya yang dilakukan kepolisian apakah mereka ini cukup bukti untuk diteruskan ke pengadilan atau tidak cukup bukti, SP3 atau dilakukan langkah restorative justice,” bebernya.
Dia menekankan, pelaksanaan restorative justice tetap harus selektif. Para tersangka berpeluang dibebaskan lewat mekanisme pendekatan hukum itu berdasarkan tingkat kejahatannya.
“Kita juga mengupayakan suatu langkah yang paling baik, kalau sekiranya tidak cukup bukti atau tidak berat kesalahannya kemungkinan restorative justice kita akan kedepankan,” imbuh Yusril.
Dari 42 tersangka kerusuhan di Sulsel, ada 9 orang di antaranya merupakan anak di bawah umur. Yusril meminta penyidik kepolisian mempercepat pemeriksaan terhadap mereka agar penahanannya bisa ditangguhkan.
“Saya ingin agar mereka dipercepat proses pemeriksaannya dan sedapat mungkin tidak terlalu berat kesalahannya agar itu dapat segera dikembalikan atau ditangguhkan penahanannya,” beber Yusril.
Yusril menginginkan agar anak di bawah umur yang menjadi tersangka juga dibina oleh orang tuanya masing-masing. Dia berharap anak-anak yang terlibat kerusuhan mendapat kesempatan berdampingan di tengah masyarakat.
“Diserahkan kepada orang tua masing-masing agar dapat dibina oleh keluarganya dan kembali ke tengah-tengah masyarakat dan itu sudah kita dalami,” tambah Yusril.
3. Opsi Restorative Justice Tersangka Ricuh
4. Penahanan Tersangka Anak Ditangguhkan
Yusril menyebut para tersangka kerusuhan saat demonstrasi di Makassar tidak terkait makar dan terorisme. Dia menegaskan, aksi unjuk rasa berujung kericuhan di Sulsel sama sekali tidak terdapat adanya upaya menggulingkan pemerintahan yang sah.
“Saya juga akan melakukan pengecekan di Makassar, sejauh yang saya ketahui tidak dikenakan pasal makar. Makar ini maksudnya mau menggulingkan pemerintahan yang sah,” tambah Yusril.
Para tersangka dijerat pasal dalam KUHP sesuai jenis kejahatannya. Mereka ada yang dijerat pasal 187 (pembakaran), pasal 170 (pengeroyokan), pasal 406 (perusakan barang), pasal 64 (perbuatan berlanjut), pasal 363 (pencurian dengan pemberatan), dan pasal 480 (penadahan). Ada pula yang dikenakan Pasal 45A ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian.
“Sejauh ini kita lihat hanya pembakaran, penjarahan dan perusakan. Jadi kalau terorisme lain lagi ceritanya, itu melakukan kegiatan terorganisir,” terang Yusril.
Yusril menegaskan pemerintah tidak pernah menghalangi aksi demonstrasi, bahkan polisi malah membantu mengamankan agar aspirasi tersampaikan dengan baik. Namun dia menekankan, aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan sama sekali tidak dibenarkan.
“Jadi kita fair aja. Jangan nanti bilang ini ada mahasiswa ditahan, mahasiswa yang demo nggak akan ditahan sepanjang dia tidak melakukan perusakan, penjarahan dan lain-lain,” jelasnya.
Yusril memastikan siapapun yang melakukan tindak pidana dalam aksi unjuk rasa baik perusakan, pembakaran hingga penjarahan harus diproses hukum. Dia melanjutkan, penegakan hukum terkait kerusuhan saat demonstrasi tanpa memandang latar belakang pelaku.
“Jangan kalau mahasiswa merusak dan menjarah kita biarin, itu nggak adil. Itu yang tukang sapu ditangkap sementara mahasiswa nggak (ditahan), kan nggak adil. Hukum harus ditegakkan, adil tanpa diskriminasi kepada siapapun juga,” jelasnya.