Khutbah Jumat tentang Hari Pahlawan adalah tema relevan untuk disampaikan oleh khatib menjelang peringatan Hari Pahlawan. Pada momen tersebut, khutbah Jumat yang disampaikan dapat berisi pesan keagamaan untuk menumbuhkan semangat juang seperti para pahlawan.
Khatib juga dapat menyampaikan kisah perjuangan para pahlawan demi kemerdekaan bangsa. Dengan mengingat kembali pengorbanan para pahlawan, khutbah dapat menjadi sarana mengajak umat Islam untuk lebih memaknai pentingnya menjaga kemerdekaan dan persatuan bangsa Indonesia.
Bagi infoers yang sedang mencari inspirasi untuk khutbah Jumat tentang Hari Pahlawan, berikut kumpulan Khutbah Jumat yang dikutip dari berbagai sumber. Yuk simak!
Khutbah I
Assalamualaikum, Wr. Wb.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا
فقال الله تعالى في كتابه الكريم :أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Hadirin Jamaah Sidang Jumat Yang Dirahmati Allah SWT
Marilah bersama-sama kita panjatkan puji serta syukur kita kepada Allah swt, yang senantiasa memberikan berbagai macam kenikmatan kepada kita, kenikmatan yang begitu banyak sehingga tidak ada kemampuan bagi kita untuk menghitungnya.
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nahl; 18)
Diantara kenikmatan-kenikmatan tersebut, salah satu yang paling utama patut kita syukuri yaitu nikmat iman dan kesehatan. Karena dengan kedua nikmat inilah, Alhamdulillah kita memiliki kemampuan untuk beribadah dan melaksanakan perintah-perintah Allah, salah satu diantaranya pada hari ini kita melaksanakan ibadah Shalat jumat berjamaah di masjid ini.
Shalawat serta salam, semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar, Muhammad saw. Juga kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan juga kepada seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini pula kami tidak lupa untuk berwasiat kepada diri kami sendiri khususnya, dan juga kepada para hadirin sekalian, untuk berusaha meningkatkan ketakwaan kita, dengan cara melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Karena, kelak saat kita menghadap ilahi rabbi, sebaik-baik bekal adalah bekal ketakwaan yang kita miliki.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Hadirin jamaah shalat jumat yang dirahmati Allah SWT,
Di antara banyaknya nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita, adalah nikmat untuk dapat menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan. Dengan kondisi merdeka ini kita dapat beraktivitas dengan ketenangan dan kenyamanan. Kita pun dapat beribadah kepada Allah dengan khusyuk, tanpa terusik oleh kecamuk peperangan yang menyengsarakan.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana saudara-saudara kita yang hidup dan berada di wilayah konflik peperangan di berbagai penjuru dunia saat ini. Mereka tentu sangat susah mencapai kekhusyukan dalam beribadah. Ibadah-ibadah mereka harus diiringi kecemasan akan keselamatan diri di tengah desingan peluru dan ancaman bom yang bisa datang sewaktu-waktu.
Kemerdekaan dan kebebasan yang kita peroleh saat ini, tidak terlepas dari perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah mendahului kita. Mereka telah mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan salah satu potongan sejarah bangsa Indonesia yang begitu heroic, adalah pada saat Bung Tomo memimpin arek-arek Suroboyo untuk melawan penjajah belanda, pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya. Peristiwa tersebut yang pada akhirnya kita peringati sebagai hari Pahlawan, sebagaimana hari ini 10 November 2023.
Hadirin jamaah shalat jumat yang dirahmati Allah SWT
Sebagai orang yang pandai bersyukur, jangan sampai kita lupakan jasa dan spirit para pahlawan dalam perjuangan ini. Semestinya kita harus meneladani semangat perjuangan mereka untuk diaplikasikan di era saat ini. Lantas, bentuk perjuangan atau kepahlawanan yang bisa kita lakukan saat ini?
Pertama, berjuang dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu
Pada zaman Nabi Muhammad, banyak sahabat yang berkeinginan untuk berjihad, berjuang dan berperang secara fisik. Setiap kali Rasulullah mengumumkan akan adanya peperangan, maka para sahabat berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri menjadi mujahid. Akan tetapi kemudian Allah SWT memperingatkan Rasulullah dan kita semua, bahwa tidak semua orang harus pergi ke medan jihad atau medan perang, akan tetapi ada sebagian yang menuntut ilmu agama, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat AT-Taubah: 122)
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS At-Taubah: 122)
Di dalam ayat ini, dengan tegas Allah SWT mensejajarkan kedudukan orang yang berjihad di medan perang, dengan orang-orang yang menuntut ilmu. Harus ada sebagian dari umat Islam untuk menguasai ilmu-ilmu, baik ilmu agama, lebih-lebih ilmu pengetahuan. Karena jika ilmu pengetahuan tidak dikuasai oleh umat Islam, maka ilmu pengetahuan justru akan dikuasai oleh orang-orang yang bahkan mungkin tidak beragama sekalipun, dan digunakan untuk kejahatan. Bagaimana kondisi kita saat ini, tatkala semua ilmu pengetahuan dikuasai oleh orang-orang muslim, maka yang terjadi adalah kerusakan dimana-mana.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Kedua, berjuang dengan harta yang kita miliki. Pada saat Perang Tabuk, Rasulullah pun mengimbau dan menghimpun bantuan untuk perbekalan Perang Tabuk tersebut. Sahabat Utsman memberikan sepertiga hartanya, Sahabat Umar memberikan seluruh hartanya dan Sahabat Abu Bakar memberikan seluruh hartanya untuk kepentingan Perang Tabuk tersebut. Jadi Perjuangan itu membutuhkan dukungan dana dan yang memberikan dana atau dukungan dana juga termasuk orang yang berjuang dan berjihad di jalan Allah, hanya melalui hartanya. Allah berfirman:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 261)
Oleh sebab itu, salah satu bentuk kepahlawanan yang bisa kita lakukan saat ini adalah membantu perjuangan saudara-saudara kita, salah satunya saudara-saudara kita di Pelestina, dengan menginfakkan harta yang kita miliki untuk membantu perjuangan mereka. Dan tidak kalah pentingnya, dalam ruang lingkup yang terdekat, kita bantu saudara-saudara kita yang membutuhkan dengan harta yang kita miliki.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Ketiga, berjuang dengan kepatuhan kepada kedua orang tua kita. Salah satu bentuk kepahlawanan yang dapat kita lakukan adalah dengan selalu senantiasa patuh dan taat kepada kedua orang tua kita. Orang tua adalah manusia yang paling berjasa dalam kehidupan kita, karenanya pantaslah berbakti kepadanya tanpa batas. Begitu besar nilai dan pahalanya berbakti dengan kepatuhan kepada orang tua dalam kehidupan manusia, karena berbakti kepada orang tua sama nilainya dengan jihad, sehingga dianggap berjihad yang nilai pahala sama dengan berjihad perang di jalan Allah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya. Hadits ini diceritakan ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash RA:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَأْذِنُهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ « أَحَىٌّ وَالِدَاكَ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ »
Artinya: “Ada seseorang yang mendatangi Nabi SAW, dia ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi SAW lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Ia jawab, ‘Iya masih.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (HR Muslim)
Oleh sebab itu, kita harus selalu senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Jika beliau masih hidup, kita patuhi segala bentuk perintah dan larangannya. Jika beliau sudah meninggal, maka hendaknya kita selalu mendoakan kedua orang tua kita. Karena hal tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai kepahlawanan yang dapat kita lakukan.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Keempat, berjuang dengan lisan kita. Ini merupakan salah satu bentuk kepahlawanan yang bisa kita lakukan saat ini, yakni berjuang dengan lisan kita. Karena dengan lisan yang kita miliki, kita dapat menyampaikan hal-hal yang baik, dan dapat memberikan perubahan di tengah-tengah masyarakat. Namun sebaliknya, jika kita tidak mampu menjaga lisan kita, maka kita dapat menyakiti orang lain dengan lisan kita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 49]
Bahkan dalam hadits yang lain, dengan tegas rasulullah mengatakan bahwa:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR Abu Daud).
Semoga kita selalu senantiasa diberikan kemampuan oleh Allah SWT untuk menjadi bagian dari orang-orang yang mampu melanjutkan nilai-nilai kepahlawan di dalam lingkungan sekitar kita.
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ.أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إن الله وملائكته يصلون على النبي ياأيها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT;
Empat bentuk kepahlawanan yang kami sampaikan diawal adalah bentuk kepahlawanan yang dapat kita lakykan pada saat kondisi seperti sekarang ini. Namun jika kondisi yang kita hadapi adalah kondisi peperangan sebagaimana yang dihadapi oleh saudara-saudara kita di Palestina, maka jihad secara fisik merupakan satu kewajiban, karena apabila jiwa, keimanan, dan kehormatan kita diserang atau direbut, maka timbulah kewajiban untuk berjihad. Sebagaimana para sahabat berjihad pada masa Rasul dan para pejuang yang berusaha merebut kemerdekaan dari penjajah. Allah berfirman:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-Baqarah: 190)
Semoga kita dapat mewarisi nilai-nilai kepahlawanan sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan para pahlawan yang telah gugur membela kemerdekaan bangsa kita. Amiiin . . .
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنَسْتَهْدِيكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ نَشْكُرُكَ وَلَا نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَك وَنَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عَذَابَك الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Sumber: Laman Lembaga Pengkajian Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (LPAIK) Universitas Muhammadiyah Jember
Khutbah I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Pertama-tama marilah kita semua untuk selalu meningkatkan takwa kepada Allah swt. Yakni dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Kita sebagai umat Muslim harus selalu memiliki rasa syukur yang mendalam. Karena hal tersebut menandakan dan menjadi indikator kepada kita bahwa kita merupakan hamba yang ridha dan ikhlas atas kehendak takdir-Nya.
Rasa syukur yang selalu kita ungkapkan dalam kehidupan ini, insyaallah akan menjadi sebab untuk ditambahkannya nikmat-nikmat Allah yang lainnya kepada kita semua. Jangan sampai kita menjadi orang yang kufur nikmat, atau mengingkari nikmat dari Allah swt. Karena Allah telah menegaskan bahwa azab Allah sangat pedih bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS Ibrahim: 7).
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa Allah akan menambah nikmat yang disyukuri oleh hambanya dan Allah juga akan menghukum bagi hamba yang mengingkari nikmat-Nya.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah swt sudah banyak memberikan berbagai kenikmatan kepada kita semua, salah satunya yakni nikmat menghirup udara bebas dan kemerdekaan. Karena ketika kita semua dalam keadaan merdeka, maka segala aktivitas kebaikan akan mudah kita lakukan, seperti sekolah, ibadah, berzikir, sholawat dan sebagainya tanpa harus takut dan cemas dengan perang.
Berbeda halnya dengan aktivitas kita ketika perang sedang berkecamuk, maka yang dipikirkan hanyalah keselamatan belaka. Semua manusia akan sibuk bersembunyi, menyelamatkan diri. Tidak ada yang terpikirkan untuk memperbanyak ibadah, sekolah, kuliah, belanja, rekreasi dan sebagainya.
Kita tidak bisa membayangkan dan merasakan saudara-saudara kita yang sampai saat ini masih hidup dalam keadaan perang. Mereka tentu sangat kesulitan untuk beraktivitas kebaikan sebebas diri kita. Dalam kondisi cemas, mereka akan terus hidup dengan hati-hati.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Rasa cemas dan kondisi waswas juga pernah dirasakan oleh pendahulu kita, leluhur kita, kakek-nenek buyut dan para pahlawan kita terdahulu. Mereka juga merasakan hal yang sama, penindasan, diskriminasi, gizi buruk, pengekangan aktivitas dan penyiksaan.
Akan tetapi dengan semangat juang, mereka berani mengorbankan jiwa dan raga untuk mewujudkan kemerdekaan agar kehidupan anak cucunya, rakyatnya, bangsanya bisa normal, banyak melakukan aktivitas kebaikan dan ibadah bisa lebih khusyuk.
Maka dari itu, kita semua wajib berintropeksi diri, sadar, bahwa sekarang ini Allah swt telah memberikan kenikmatan yang besar bagi bangsa ini lewat para pahlawan-pahlawan kita. Sudah sepantasnya rasa syukur tersebut terus kita istiqomahkan dengan cara mengisi kemerdekaan dengan aktivitas yang baik. Sehingga kemerdekaan ini akan terus dirasakan oleh anak cucu kita selanjutnya.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Para pahlawan sudah memberikan contoh bagaimana berjuang untuk kemerdekaan. Saatnya juga kita harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan cara mengisi dan menyebarkan kebaikan. Karena kebaikan satu orang akan berdampak di sekelilingnya, begitu juga keburukannya.
Anak-anak Indonesia yang hidup dalam kemerdekaan wajib hukumnya untuk menuntut ilmu, sekolah, mondok pesantren, dan di lembaga manapun. Jangan membiarkan bangsa ini bodoh dan miskin pengetahuan.
Allah berfirman dalam Al-Quran tentang kita semua ditekankan untuk selalu istiqomah berbuat kebaikan di jalan yang benar.
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS: Hud: 112).
Sikap istiqamah ini harus mengisi perjalanan diri kita dalam mengisi kemerdekaan. Seperti selalu memperbanyak ibadah, memperbaiki akhlak, menambah ilmu, dan semua perjuangan di jalan Allah swt.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Para pahlawan kita juga mewariskan sifat berani dalam membela kebenaran, berani dalam mempertahankan kebenaran, dan berani dalam menghadapi berbagai rintangan serta hambatan. Dengan bermodalkan senjata bambu runcing dan persenjataan lainnya, para mujahid ini pantang menyerah dalam berjuang. Karena pahlawan bukan soal dan menang, melainkan pergerakan dan perannya menginspirasi banyak orang.
Sikap keberanian ini sebenarnya sudah diajarkan oleh Rasulullah saw kepada kita. Di saat beliau dan Sayidina Abubakar Ash-Shiddiq bersembunyi dari kejaran musuh di gua Tsur, beliau berkata kepada Abubakar.
لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا
Artinya: Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita (QS. At-Taubah: 40)
Sehingga apa yang dilakukan para pejuang merupakan sikap keberanian dan pasrah dengan kehendak Allah swt.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah,
Demikianlah khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan kita semua bisa mengambil nilai-nilai keteladanan dari perjuangan para pahlawan dalam membela tanah air dan agama di Indonesia. Semoga kita semua bisa istiqomah melakukan kebaikan, dan berani terhadap kebenaran.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :
فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Sumber: Laman NU Lampung
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُه وَرَسُوْلُه وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوْهَا، إِنَّ اللهَ لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ.
Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Pertama sekali marilah kita bersyukur kehadirat Allah yang telah memberikan berjuta kenikmatan kepada kita sekalian, sehingga masih bisa melaksanakan Shalat Jumat di masjid yang mulia ini.
Shalawat serta salam, semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad yang telah membimbing kita menuju dunia yang terang dan jelas, yaitu addinul Islam. Semoga kita selalu mencintainya dan bershalawat kepadanya sehingga kita diakui sebagai umatnya yang mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti, amin.
Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Selaku khatib kami mengajak kepada hadirin sekalian dan diri kami pribadi, marilah kita selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan terus berusaha menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kita sehingga kita selalu dalam keimanan dan ketakwaan kepada-Nya. Amin.
Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Pada khutbah kali ini khatib ingin menyampaikan khutbah yang berjudul, Pahlawan Menurut Islam. Hari ini adalah 10 November 2023. Bangsa Indonesia memperingati sebagai adalah Hari Pahlawan. Tentunya, hari yang sangat bersejarah. Pertempuran yang sangat sengit dari masyarakat Indonesia, khususnya di Surabaya, Jawa Timur, yang dipimpin Bung Tomo dalam rangka mempertahankan Tanah Air Indonesia tercinta melawan Belanda. Jadi pahlawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani.
Di Indonesia, pahlawan nasional menjadi gelar yang ditetapkan secara legal oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan merupakan konstitusi yang mengatur mengenai gelar kepahlawanan secara formal, lebih tepatnya gelar pahlawan nasional. Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Sedangkan yang dimaksud pahlawan dalam Islam adalah seseorang yang banyak memberi manfaat kepada sesamanya, baik manfaat ilmunya, hartanya, tenaganya, pikirannya atau ilmunya. Pribadi yang bermanfaat tersebut pantas disebut sebaik-baiknya manusia (pahlawan). Nabi Muhammad bersabda:
عَنِ جابر، رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ : قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم: خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: ”Jabir radhiyallahu ‘anhu bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih rinci lagi terkait pahlawan dalam Islam adalah orang-orang yang memperjuangkan masyarakat untuk mendapatkan keadilan, kenyamanan, kedamaian, keselamatan dan kedekatan kepada Tuhan dengan beberapa perjuangan yang di antaranya adalah:
Pertama, berjuang dengan fisik
Orang yang berjihad di jalan Allah (fi sabilillah) adalah seseorang berjuang dengan fisik atau berjuang membela agama Allah dengan segenap kemampuan dan segala yang dimilikinya. Tidak menyerang tanpa alasan, tetapi berdasarkan keimanan dan kepedulian dan perintah ulil amri, karena membunuh tanpa hak termasuk dalam dosa besar.
Jika jiwa, keimanan, dan kehormatan kita diserang atau direbut timbulah kewajiban untuk berjihad. Sebagaimana para sahabat berjihad pada masa Rasul dan para pejuang yang berusaha merebut kemerdekaan dari penjajah. Syarat utama dikatakan berjihad fi sabilillah adalah niatnya berjuang karena Allah. Misalnya berjuang merebut kemerdekaan dengan alasan mempertahankan agama dan hak milik. Bung Tomo dalam pidatonya memekikkan takbir untuk membakar semangat pejuang yang akan bertempur di Surabaya. Allah berfirman:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-Baqarah: 190)
Kedua, berjuang dengan menuntut ilmu
Pada zaman Nabi Muhammad, banyak sahabat yang berkeinginan menjadi mujahid, berjuang dan berperang dengan fisik, mereka berbondong-bondong untuk mendaftar menjadi mujahid sehingga ada kontrol dari Allah untuk tidak semua umat Islam melakukan jihad atau berjuang dengan fisik, akan tetapi berjuang dengan menuntut ilmu. Ada beberapa syarat agar menuntut ilmu masuk kategori berjuang atau berjiad di jalan Allah di antaranya:
Faqih, maksudnya paham dan mengerti pokok-pokok ajaran agama (QS At-Taubah: 122).
Ilmu yang dipelajari bisa meningkatkan keimanan dan meninggikan derajat (QS Al-Mujadalah: 11).
Mempelajari suatu ilmu dilakukan karena Allah semata (QS Al-‘Alaq: 1)
Adapun ayat yang mempertegas bahwa menuntut ilmu juga bagian dari berjuang di jalan Allah atau berjihad adalah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS At-Taubah: 122)
Saat terjadi peperangan saja masih diperintahkan untuk mempelajari ilmu, apalagi saat damai seperti sekarang ini. Ada tiga syarat menuntut ilmu agar termasuk dalam golongan jihad fi sabilillah.
Ketiga, berjuang dengan harta
Perjuangan dengan fisik serta menuntut ilmu, kesemuanya membutuhkan dukungan harta. Para sahabat ketika mereka berjuang juga membutuhkan dukungan harta dari para dermawan untuk perbekalan mereka. Pada saat Perang Tabuk, Rasulullah pun mengimbau dan menghimpun bantuan untuk perbekalan Perang Tabuk tersebut. Sahabat Utsman memberikan sepertiga hartanya, Sahabat Umar memberikan seluruh hartanya dan Sahabat Abu Bakar memberikan seluruh hartanya untuk kepentingan Perang Tabuk tersebut. Jadi Perjuangan itu membutuhkan dukungan dana dan yang memberikan dana atau dukungan dana juga termasuk orang yang berjuang dan berjihad di jalan Allah, hanya melalui hartanya. Allah berfirman:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 261)
Keempat, berjuang (berjihad) dengan lisan
Lidah memang tidak bertulang, tapi dengan lidah manusia sehat bisa sakit dan sebaliknya, manusia kaya bisa miskin dan sebaliknya, manusia mulia bisa hina dan sebaliknya, dan seterusnya. Dapat disimpulkan bahwa lidah atau lisan sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
Dalam sejarah penemuan Makam Imam Bukhari bahwa ketika Presiden Soekarno ketika itu diundang untuk kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet. Sukarno meminta presiden Uni Soviet bisa menemukan kuburan Imam Bukhari, Sang Perawi Hadits ternama sebagai syarat kedatangannya bersama rombongan berkunjung ke Uni Soviet. Al-hasil ditemukannya kuburan Imam Bukhari di negara Uni Soviet. Dalam hal ini bagaimana Sukarno berani meminta dengan kata-kata tegas atau dengan lisan yang tegas meminta presiden Uni Soviet menemukan kuburan Imam Bukhari. Rasulullah bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya: “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR Abu Daud)
Kelima, berjuang dengan kepatuhan
Orang tua adalah manusia yang paling berjasa dalam kehidupan kita, karenanya pantaslah berbakti kepadanya tanpa batas. Di samping itu tidak boleh kita menyakiti mereka walau dengan kata-kata yang sedikit mengusik perasaan yang dalam Al-Qur’an surat al-Isra disebut dengan kata “ah”. Begitu besar nilai dan pahalanya berbakti dengan kepatuhan kepada orang tua dalam kehidupan manusia.
Berbakti kepada orang tua sama nilainya dengan jihad, sehingga dianggap berjihad yang nilai pahala sama dengan berjihad perang di jalan Allah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya. Hadits ini diceritakan ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash RA:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَأْذِنُهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ « أَحَىٌّ وَالِدَاكَ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ »
Artinya: “Ada seseorang yang mendatangi Nabi SAW, dia ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi SAW lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Ia jawab, ‘Iya masih.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (HR Muslim)
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Demikian khutbah yang singkat ini, semoga bermanfaat. Semoga Allah ridha menjadikan kita semua orang yang beruntung, mendapatkan kebahagiaan, rahmat dan kasih sayang Allah. Amin.
بَارَكَ اللَّهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِيْ وَاِيّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَاِيَّاكُمْ تِلاَ وَتَه اِنَّه هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّهِ وَ الْحَمْدُ لِلّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَه لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ألِه وَأَصْحَابِه وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلى يَوْمِ القِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَه يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَلّلهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى ألِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
Sumber: Laman NU Banten
Khutbah I
الحمد للّه الذي انزل السكينة على قلوب المسلمين المؤمنين، اشهد ان لااله الا اللّه الملك الحق المبين. واشهد ان محمدا عبده ورسوله الصادق الوعد الامين. اللهم صل وسلم على سيدنا ومولانا محمد المبعوث رحمة للعالمين وعلى آله وصحبه والتابعين لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم. اما بعد، فيا ايهالحاضرون اتقواالله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون، فقال الله تعالى يا ايهالذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله ان الله خبير بما تعملون
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia kepada kita semua. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya serta kaum muslimin dan muslimat hingga akhir zaman.
Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Ingatkan Perjuangan Santri dalam Membela Kemerdekaan Indonesia
Mengawali khutbah di siang yang penuh barakah ini, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Salah satu inti dari keimanan adalah kemampuan membebaskan diri dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju kepada penghambaan dan kepasrahan total kepada al-Khaliq. Spirit keimanan inilah yang mendorong setiap umat Islam untuk memerdekakan diri, merdeka dari segala belenggu perbudakan kepada sesama makhluk, menuju penghambaan hakiki, hanya kepada Sang Ilahi Rabbi.
Di tengah kesadaran tauhid tersebut, guna mewujudkan kebangsaan yang bebas kita menyatakan kemerdekaan, merdeka dari penjajahan dan dari perbudakan. Kemerdekaan yang kita peringati setiap bulan Agustus merupakan panggilan keimanan dan buah dari kesadaran ketuhanan. Karenanya, dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan secara eksplisit: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Bagi bangsa Indonesia, bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan. Dan kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah buah dari rahmat Allah Yang Maha Kuasa, serta panggilan tauhid kita. Setiap 1 Agustus, Presiden RI memulai bulan Kemerdekaan dengan Dzikir Akbar di Istana Negara. Ini sebagai bentuk kesyukuran dan kesadaran tentang hakikat kemerdekaan yang kita rayakan hari ini, tidak lain dan tidak bukan adalah karena rahmat dan karunia Allah SWT. Ini adalah kesadaran keimanan. Kesadaran keimanan yang menjelma menjadi komitmen melepaskan diri dari perbudakan; komitmen untuk menghamba kepada harta, menghamba pada kekuasaan dunia, dan menghamba kepada sesama makhluk-Nya.
Dzikir Akbar, sebagai pembuka rangkaian Bulan Kemerdekaan adalah sunnah hasanah yang perlu dilestarikan, oleh siapapun presidennya, dan oleh kita semua sebagai umat beragama. Dzikir dengan mengagungkan asma Allah SWT sebagai manifestasi tasyakkur kita atas nikmat, Rahmat, dan karunia Allah SWT yang diberikan kepada kita. Allah berfirman dalam QS Ibrahim ayat 7:
واذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم ان عذابي لشديد
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Tasyakkur tersebut menjadi semakin penting, ketika pasca proklamasi kemerdekaan hingga hari ini, kita dikaruniai tegaknya kepemimpinan negara yang menjamin rasa aman dan nyaman, bebas menjalankan aktivitas keagamaan, dan dapat terjaminnya rasa aman, serta dapat terpenuhinya sandang, pangan, dan papan. Salah satu tujuan pemerintahan adalah menjamin tegaknya agama dan terurusinya urusan dunia kita, sebagaimana disebutkan Imam al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Sulthaniyyah:
الإ مامة موضوعة لخلا فة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا
“Kepemimpinan (imamah) itu dibangun untuk pengganti (fungsi) kenabian dalam menjaga agama serta mengurusi urusan duniawi.”
Kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai salah satu buah proklamasi kemerdekaan adalah nikmat dan karunia yang perlu kita syukuri. Rasa aman dan tenteram yang kita alami hari ini, hingga kita memungkinkan untuk menjalankan aktivitas keagamaan dengan baik adalah kondisi yang perlu kita syukuri. Cara pandang positif dan optimistik akan mengantarkan hati dan pikiran kita untuk mudah bersyukur pada rahmat dan karunia Allah SWT. Sebaliknya, jika hati dan pikiran kita diliputi oleh cara pandang negatif dan pesimistik, maka yang muncul adalah keluh kesah, serba kurang, hingga keputusasaan atas rahmat dan karunia Allah SWT yang sangat besar ini.
Banyak umat Islam dan warga bangsa di berbagai belahan dunia, yang karena kurang syukurnya, melalaikan pentingnya persatuan untuk kesejahteraan. Mereka mengekspolitasi perbedaan untuk dipertentangkan, bertikai, dan berperang tak berkesudahan, hingga menjauhkan warga dari rasa aman dan ketenangan.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.
Setelah penyampaian syukur secara verbal, dalam bentuk dzikir dan kesadaran kemahabesaran Allah yang Maha Besar, tasyakkur harus dimanifestasikan dalam tindakan. Para syuhada dan founding fathers kita, telah mendedikasikan dirinya sebagai pahlawan untuk kemerdekaan Indonesia. Kepahlawanan yang ditorehkan para syuhada telah tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah bangsa, sebagai sosok syuhada dan pahlawan bangsa. Mereka tetap hidup di sanubari kita, meski fisiknya telah tiada.
Hari ini, kita dituntut untuk mencatatkan kepahlawanan itu. Kita menanam kebaikan dan kemaslahatan, yang buah manisnya akan dirasakan, puluhan hingga ratusan tahun ke depan. Hingga pada suatu waktu, saat ruh kita terpisah dengan jasad, para anak cucu kita menikmati buah amal kebaikan kita, yang terus mengalirkan kemaslahatan. Allah SWT memerintahkan kita untuk terus memperhatikan apa yang kita akan dedikasikan untuk kebaikan di masa yang akan datang.
Sebagaimana diingatkan dalam QS al-Hasyr ayat 18:
يايهاالذين امنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله ان الله خبير بما تعملون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah
Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan sebagai wujud tasyakkur kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan menanamkan jiwa kepahlawanan untuk kemaslahatan di masa depan; menanam kebaikan di tengah tantangan masyarakat yang terus berubah.
Pertama, melaksanakan jihad digital. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam perang menghadapi penjajah dengan persenjataan. Kini, medan perjuangan ada di dunia digital. Karenanya kita perlu memanfaatkan teknologi digital dengan positif untuk mempercepat lahirnya peradaban. Menghindarkan diri dari penyalahgunaan media digital untuk penyebaran hoax, ujaran kebencian, terlebih menebar fitnah dan kebohongan. Jika kita memperoleh sesuatu informasi, maka kita wajib untuk klarifikasi. Allah SWT memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Hujurat ayat 6:
يايها الذين امنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا ان تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujurat: 6)
Setiap kita perlu menjadi mujahid digital, untuk memastikan seluruh konten digital berisi hal yang baik dan bermanfaat. Setiap konten yang kita produksi atau kita sebar lewat jemari kita adalah konten yang mempersaudarakan, bukan memecah belah; mendatangkan manfaat, bukan mafsadat, konten yang mengajak kebaikan, bukan mengejek dan menjelekkan, menjauhi prasangka, apalagi ghibah, fitnah, dan dusta. Allah SWT kembali mewanti-wanti kita dalam Surat al-Hujurat Ayat 12:
يا ايها الذين امنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولاتجسسواولا يغتب بعضكم بعضا ايحب احدكم ان يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba sangka itu dosa dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat 49 : 12)
Dalam konteks ini, Nabi SAW memerintahkan kita untuk bertutur kata yang baik, membuat meme yang baik, mengupload konten digital yang baik, serta menjadikannya sebagai salah satu indikator keimanan kepada Allah, sebagaimana sabdanya:
عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من كان يؤمن بالله واليوم الآ خر، فليقل خيرا أو ليصمت… (رواه البخاري ومسلم)
“Dari Abi Hurairah RA dari Rasulullah SAW beliau bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kedua, menjaga kesepakatan nasional dengan menaati aturan yang tidak bertentangan dengan syariat. Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial, dan budaya. Berbagai skenario pelemahan eksistensi negara dilancarkan secara sistematis, misalnya dengan melakukan perubahan peraturan perundang-undangan yang secara jangka panjang akan memperlemah negara.
Jihad konstitusi untuk memastikan tetap tegaknya NKRI dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap aturan yang bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditolak, karena itu berarti membelokkan tujuan kemerdekaan Indonesia. Hal yang baik kita jaga dan kita pertahankan, sementara hal yang buruk kita koreksi dan kita perbaiki.
Tatanan masyarakat bangsa yang semakin terbuka meniscayakan terjadinya kontestasi dan perang pengaruh, di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Munculnya kampanye LGBT, perkawinan sesama jenis, perkawinan beda agama, penodaan agama atas nama kebebasan. Di bidang ekonomi, muncul tantangan liberalisme ekonomi yang mengancam prinsip keadilan. Terkait dengan hal ini, perlu jihad konstitusi dalam upaya memperkokoh kedaulatan bangsa dan negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pada hakikatnya adalah wujud perjanjian kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) yang berisi kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Hal itu ditempuh melalui serangkaian perjuangan panjang yang dilakukan oleh para pejuang, terutama para ulama dan syuhada. Perjuangan tersebut dilakukan demi mengikhtiarkan terwujudnya tata aturan yang menjamin terpeliharanya keluhuran agama serta kesejahteraan bagi penduduk negara-bangsa ini. Karenanya kita memiliki kewajiban untuk menjaga komitmen dan kesepakatan tersebut, sebagaimana tuntunan baginda Nabi Muhammad SAW:
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المسلمون على شروطهم (رواه أبو داود والحاكم)
“Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: setiap Muslim terikat atas syarat-syarat (yang telah disepakati).” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Demikian juga, kita memiliki kewajiban untuk menaati perintah ulil amri, sebagai hasil kesepakatan nasional, melalui pemilihan umum, sepanjang kebijakannya tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW:
عن عبدالله رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال السمع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب وكره ما لم يؤمر بمعصية فإذا أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة (رواه البخاري)
“Dari Abdullah RA, Nabi SAW bersabda: seorang Muslim akan mendengar dan patuh terhadap (perintah) yang dia suka atau benci selagi ia tidak diperintah terhadap kemaksiatan, jika diperintah (untuk melakukan) maksiat maka tidak (harus) mendengar dan menaati (perintah tersebut).” (HR al-Bukhari)
Dalam hal perkawinan, UU kita sudah secara jelas mengatur bahwa perkawinan dilaksanakan antara laki-laki dan perempuan, serta dinyatakan sah jika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama. Karenanya, tidak ada ruang praktek perkawinan sejenis dan perkawinan beda agama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar itu pula, Mahkamah Agung pada 17 Juli 2023 menerbitkan Surat Edaran Nomor 2/2023 yang intinya Pengadilan tidak boleh mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan. Dan ini sejalan dengan UU Perkawinan.
Ketiga, komitmen untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan terus melakukan perbaikan. Tidak lama lagi bangsa kita akan hajat politik lima tahunan, pemilihan umum untuk memilih presiden dan anggota DPR serta DPRD. Dalam rangka meneruskan perjuangan kemerdekaan, kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan mewujudkan kondisi yang harmonis serta tetap penuh persaudaraan.
Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan kepemimpinan dalam kehidupan bersama. Sementara itu, kepemimpinan dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. Kita memiliki kewajiban untuk menggunakan hak pilih dengan memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kemaslahatan umum. Hak pilih yang dimiliki setiap individu kita sebagai muslim adalah amanah, yang harus ditunaikan secara baik sebagai wujud tanggung jawab ketuhanan dan tanggung jawab kebangsaan. Allah SWT berfirman dalam Surat al-Nisa Ayat 58:
ان الله يأمركم ان تؤدوا الأمانات الى اهلها واذا حكمتم بين الناس ان تحكموا بالعدل ان الله نعما يعظكم به ان الله كان سميعا بصيرا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”
Semua itu adalah bagian tugas dan tanggung jawab kita sebagai muslim, untuk terus berkontribusi dalam menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sesuai dengan kedudukan dan kompetensi kita masing-masing. Sebaik-baiknya kita adalah yang paling mendatangkan manfaat bagi sesama, sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya:
خير الناس أنفعهم للناس
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaaT bagi sesama manusia.” (HR Thabrani)
Demikian khutbah ini disampaikan, semoga uraian singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ، ونفعنى وايكم بما فيه من الآيات والذكرالحكيم ، وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم ، اقول قولي فاستغفروه انه هو الغفور الرحيم.
Khutbah II
الحمد لله حمدا كثيرا كما امر. فانتهوا عما نهى عنه وحذر. اشهد ان لااله الا الله الواحد القهار . واشهد ان محمدا عبده ورسوله سيد الابرار. فصلوات الله وسلامه على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه ومن تبع هداه الى يوم البعث والنشور .اما بعد
فيا عبادالله . اوصيني نفسي واياكم بتقوى الله. فقد فاز المتقون . وقال تعالى ياايهاالذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون . واعلموا ان الله تعالى صلى على نبيه قديما حيث قال: ان الله وملائكته يصلون على النبي، يا ايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الاحياء منهم والاموات
اللهم ادفع عنا البلاء والوباء والقرون والزلازل والمحن وسوء الفتن ما ظهر منها وما بطن عن بلدنا اندونيسيا خاصة وسائر البلدان المسلمين عامة يارب العالمين.
اللهم ارناالحق حقا وارزقنا التباعه وارنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفرلناوترحمنا لنكونن من الخاسرين
عبادالله ، ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر وابغي يعظكم لعلكم تذكرون ، واذكروا الله العظيم يذكركم، واشكروا على نعمه يزدكم، ولذكروا الله اكبر
Sumber: Laman NU Banten
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَالْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: ي وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt melalui langkah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Pentingnya hal ini, maka berwasiat takwa menjadi salah satu rukun dan kewajiban yang harus dilakukan oleh khatib dalam setiap khutbahnya. Jika tidak berwasiat takwa maka tidak sah lah khutbah Jumat yang disampaikannya.
Mengungkapkan rasa syukur juga menjadi sebuah kewajiban bagi kita semua atas karunia nikmat tiada tara yang telah diberikan oleh Allah swt. Syukur ini menjadi pemantik terus ditambahkannya nikmat-nikmat Allah swt yang padahal jika kita menghitungnya, maka tiada sanggup kita melakukannya. Allah berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ. (النحل: 18)
Artinya: “Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surat an-Nahl ayat 18).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Di antara nikmat yang harus kita syukuri adalah dianugerahkannya nikmat kemerdekaan dan kemananan di tanah air Indonesia. Kondisi yang kita rasakan saat ini bukan tiba-tiba datang begitu saja. Keamanan dan kenyamanan dalam bingkai kemerdekaan yang kita nikmati ini adalah berkat wasilah perjuangan dari para pahlawan. Mereka berjuang dengan pengorbanan jiwa raga dan berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Sebagai orang yang pandai bersyukur, jangan sampai kita lupakan jasa dan spirit para pahlawan dalam perjuangan ini. Semestinya kita harus meneladani semangat perjuangan mereka untuk diaplikasikan di era saat ini.
Jika pahlawan dulu berjuang dengan mengangkat senjata untuk mengusir para penjajah, maka tugas kita saat ini sebagai penerus adalah berjuang untuk mengusir kebodohan dan ketertinggalan sebagai modal menjaga kemerdekaan ini. Cara perjuangan saat ini adalah dengan terus mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang baik. Bukan sebaliknya, mewarnai kemerdekaan dengan sikap-sikap negatif yang akan merongrong integritas serta eksistensi bangsa.
Terlebih di era digital saat ini di mana berbagai narasi informasi provokatif sering muncul di media sosial. Kita dan khususnya para generasi muda harus dipahamkan agar tidak mudah larut mengikuti paham-paham yang ingin memecah belah bangsa. Para generasi muda khususnya, harus terus disadarkan untuk meneladani spirit para pahlawan dan mengusir penjajah di zaman modern yang kerap masuk melalui perang pemikiran (Ghazwul fikri) di media sosial.
Setiap elemen bangsa harus disadarkan untuk tidak terprovokasi dengan berbagai upaya membenturkan keragaman yang ada di Indonesia. Keragaman agama, budaya, suku, dan adat istiadat yang ada di Indonesia tidak boleh menjadi pemicu perpecahan. Semua itu adalah sunnatullah dan ditujukan untuk kebersamaan dengan saling kenal mengenal.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Generasi penerus kemerdekaan seperti kita saat ini harus meneladani nilai-nilai dan semangat dari pahlawan seperti keteguhan dalam memegang prinsip, keberanian, dan kesabaran dalam meraih tujuan. Nilai-nilai ini harus diaplikasikan oleh elemen bangsa untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Kita harus teguh memegang prinsip untuk mempertahankan kemerdekaan sekaligus berani menghalau pihak-pihak yang ingin mengganggu kedamaian bangsa. Dengan kesabaran, kita harus terus membangun bangsa kita ini untuk meraih tujuan melalui persatuan.
Persatuan (ukhuwah) menjadi hal yang penting sebagai komitmen mengisi kemerdekaan. Terkait dengan persatuan ini, salah satu ulama Indonesia KH Ahmad Shiddiq mengemukakan konsep “Trilogi Ukhuwah” yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Jika tiga persatuan ini bisa kita wujudkan dalam mengisi kemerdekaan, maka insyaAllah kita juga bisa menjadi pahlawan. Bukan pahlawan yang merebut kemerdekaan dengan berperang mengangkat senjata, namun pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan dengan mensyukuri dan mengisinya. Persatuan dan kebersamaan juga akan menjadi wasilah penjagaan dari Allah swt sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:
يَدُ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ. (رواه الترمذي)
Artinya, “Penjagaan Allah berada di atas kebersamaan.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Meneladani para pahlawan sekaligus mengisi kemerdekaan ini bisa menjadi barometer tingkat syukur kita kepada Allah atas nikmat kemerdekaan. Allah telah menegaskan bahwa jika kita bersyukur maka akan ditambah nikmat-Nya kepada kita termasuk nikmat kemerdekaan ini. Namun sebaliknya, jika kita tidak bersyukur alias ‘tak tahu diuntung’ serta menganggap enteng perjuangan para pahlawan, maka tinggal menunggu waktu saja, adzab Allah akan datang kepada kita. Naudzubillah mindzalik.
Rasulullah bersabda:
لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ
Artinya: “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterimakasih kepada orang (lain)”.
Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13 pun telah mengingatkan manusia dengan sebuah pertanyaan:
فَبِأَيِّ آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya: “Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ayat ini diulang berkali-kali dan tentu bukan tanpa maksud. Kita diingatkan untuk senantiasa berpikir tentang kekuasaan Allah dalam wujud nikmat-nikmat yang kita terima. Dengan melakukan muhasabah atau introspeksi ini, maka tentunya kita tidak akan menjadi golongan orang-orang yang kufur nikmat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Oleh karenanya, pada momentum kali ini, mari kita kuatkan lagi rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kusuma bangsa. Semoga kita bisa meneladani mereka sebagai modal untuk mengisi kemerdekaan ini. Amin.
وَٱلْعَصْرِ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِٱلصَّبْرِ بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: Laman NU Online
Khutbah I
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ الحُرِّيَّةَ وَالاسْتِقْلَالَ حَقًّا لِبَنِي الإِنْسَانِ، وَأَمَلاً مَقْبُوْلاً لَامَرَدَّ لَهُ لِأَبْنَاءِ الأَوْطَان
والصّلاَةُ وَ السَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنا مُحَمَّدٍ الَّذِي حَرَّرَ البَشَرِيَّة من ظُلَمِاتِ الاسْتعْمَار وحَوَالِكِ العبودية لِغَيْرِ الملك الدّيَان. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada kita semua, sehingga kita dapat beribadah mengabdi kepada-Nya setiap waktu demi menggapai ridha-Nya.
Dalam kesempatan yang mulia ini, marilah kita terus menerus berusaha meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah SWT; takwa dalam arti yang sebenar-benarnya. Semoga Allah SWT menempatkan kita semua pada derajat yang Dia ridhai di dunia dan di akhirat. Amin ya rabbal ‘alamin.
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Sayyidina Umar bin Khathab mengatakan:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُم أَحْرَارًا
Artinya: “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedang ibu-ibu mereka melahirkan mereka sebagai orang-orang yang merdeka.”
Syech Musthofa Al-Ghalayini dalam karyanya Idhatun Nasyi’in juga menyampaikan:
أَنَّ لِلأُمَمِ أَجَالًا وَأَجَلُ كُلِّ أمَّةٍ يَوْمَ تَفْقَدُ حُرِّيَّتُهَا
Artinya: “Setiap bangsa memiliki ajal yang menjadi akhir (kematiannya), dan ajal setiap bangsa itu adalah ketika mereka kehilangan kemerdekaannya.”
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Saat ini kita berada di bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, yakni bulan Agustus. Disebutkan dalam pembukaan UUD 1945, atas berkat rahmat Allah rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemerdekaan kita bukanlah hadiah dari Belanda dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus oleh seluruh rakyat Indonesia dengan cucuran darah, keringat, dan air mata.
Seluruh bangsa bersatu untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak pernah terpikirkan apakah istrinya akan menjadi janda, anaknya menjadi yatim. Yang terpikir di benak para pahlawan hanyalah merdeka.
Mari sejenak kita mengenang pahlawan bangsa ini, di seluruh penjuru Nusantara baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal.
Saya teringat sebuah pernyataan yang pernah disampaikan oleh mantan Mendikbud DR. Anies Baswedan bahwa pahlawan adalah orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, tak pernah terbersit dalam dirinya keuntungan apa yang akan mereka dapatkan, yang ada hanya semangat berkorban untuk yang lain, berjuang untuk bersama.
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh,
Mari kita mengingat kembali, kisah perang Ahzab atau perang Khandaq, perang yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Satu tahun setelah kemenangan yang diperoleh oleh kafir Quraisy dalam perang Uhud, mereka dan sekutu-sekutunya merencanakan peperangan ke Madinah sehingga pecahlah kedua perang tersebut. Perang demi membela diri dan mempertahankan keyakinan Tauhid dari gangguan kaum musyrikin.
Pada kasus perang Khandaq, umat Islam didera sejumlah kesulitan karena jumlah pasukan relatif sedikit. Karena kalah jumlah, Rasulullah SAW atas usul sahabat Salman Al-Farisi (Persia) membuat pertahanan berupa parit (Khandaq).
Saat membuat parit, Rasulullah SAW ikut terjun langsung. Setelah berhari-hari membuat parit itulah, pasokan makanan di Madinah terus menipis, sehingga terjadi kelaparan. Untuk menghilangkan rasa lapar, sahabat-sahabat Rasulullah SAW mengganjal perut dengan batu. Demi sebuah kemerdekaan mereka rela menahan lapar.
Suatu saat ada seorang sahabat yang karena sudah tidak kuat dengan rasa lapar menghadap Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami sudah mengganjal perut kami dengan satu batu, tapi kami tetap tidak kuat menahannya.”
Rasulullah SAW tersenyum seraya memperlihatkan ikatan di perut Rasulullah SAW, ternyata sudah ada 2 batu terikat di perut beliau. Sehingga saat para sahabat merasa lapar, Rasulullah SAW lebih lapar dari semuanya. Inilah jiwa pemimpin Rasulullah SAW, yang seolah saat ini sudah mulai jarang kita temukan dalam diri kita.
Secara umum, yang dialami Rasulullah beserta sahabatnya itu merupakan contoh kecil tentang betapa mahalnya sebuah kemerdekaan: kemerdekaan untuk berkeyakinan, kemerdekaan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar, dan kemerdekaan hidup tenang dan damai. Untuk meraih itu semua, mereka rela mengorbankan segalanya, mulai dari tenaga, pikiran, fisik, hingga nyawa mereka. Demikian pula yang dilakukan para pahlawan bangsa Indonesia.
Dalam skala kecil, mungkin masih bisa kita miliki jiwa pengorbanan dalam diri kita. Sebagaimana orang tua berkorban untuk anak-anaknya. Lantas, apakah kita masih rela dan mau berkorban untuk orang lain, orang-orang di sekitar kita? Saya mengajak diri saya pribadi khususnya dan jamaah Jum’at pada umumnya, mari kita hidupkan kembali jiwa kepahlawanan kita, keluarga kita, sahabat kita, dan masyarakat kita.
Bangsa kita saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan, krisis kepercayaan. Semua seolah diukur dengan kepentingan jangka pendek, sehingga politiklah yang menjadi panglima, keuntungan yang menjadi tujuan. Kita yang terlalu picik dengan keadaan ataukah memang begitu adanya. Jika ada pemimpin di sekitar kita yang ingin memberikan contoh yang baik, kita sering berkata bahwa itu adalah pencitraan dan lain sebagainya. Apakah karena jiwa kepahlawanan dalam diri masyarakat kita sudah demikian terkikisnya ataukah kepentingan sesaat kita menghilangkan semua penilaian positif kita.
Ataukah jangan-jangan-dan ini yang paling kita takutkan-dikarenakan sedikit sekali orang yang baik, sehingga kalau ada orang baik dianggap sebagai pencitraan dan sejenisnya.
Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullâh
Membangunkan jiwa kepahlawanan dan kepedulian serta pengorbanan kepada diri sendiri mungkin tidak sulit, tapi membangunkan jiwa kepahlawanan dan kepedulian serta pengorbanan kepada keluarga dan masyarakat bisa luar biasa sulitnya.
Marilah sejenak kita kembali belajar sejarah tentang asbabun nuzul QS Al Ahzab: 28-30
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا (29)
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta (kesenangan) dinegeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Dalam Tafsir Ibnu ‘Ashur dijelaskan tentang latar belakang turunnya ayat tersebut. Saat Bani Quraidlah berhasil ditaklukan, kaum Muslimin mendapatkan harta ghanimah yang sangat banyak setelah sebelumnya Bani Nadhir, dengan hasil fai’ yang sangat banyak.
Istri-istri Rasulullah menganggap beliau berada dalam keadaan kelonggaran harta, maka kemudian istri-istri Nabi meminta nafkah lebih kepada Rasulullah SAW.
Dan kemudian turunlah ayat tersebut yang menyindir istri-istri Nabi, apakah memilih kehidupan dunia atau kehidupan akhirat.
Belajar dari sejarah tersebut, seringkali kita bisa membangkitkan jiwa pengorbanan dan kepahlawanan dalam diri kita, akan tetapi belum tentu demikian dengan orang-orang dekat kita. Oleh karena itu, marilah kita isi kemerdekaan kita dengan membangkitkan gelora jiwa kepahlawanan, pengorbanan dan kepedulian untuk kebaikan bersama. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kepada negeri kita tercinta ini keberkahan kebaikan dengan momentum kemerdekaan 17 Agustus 1945.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ،
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهّ أَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَ
Sumber: Laman NU Online
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ ـ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Sebuah keniscayaan bagi kita selaku hamba Allah yang telah dianugerahi nikmat yang tidak bisa dihitung, untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Syukur yang selalu kita ungkapkan ini, insyaallah akan menjadi pemicu untuk ditambahkannya nikmat-nikmat Allah yang lainnya. Jangan sampai kita menjadi orang yang kufur nikmat, karena Allah telah menegaskan bahwa azab Allah sangat pedih bagi orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat-Nya. Allah berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Di antara banyaknya nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita adalah nikmat bisa menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan. Dengan kondisi merdeka ini kita dapat beraktivitas dengan tenang dan nyaman. Kita pun dapat beribadah kepada Allah dengan khusyuk, tanpa terusik oleh kecamuk peperangan yang menyengsarakan. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana saudara-saudara kita yang hidup dan berada di wilayah konflik peperangan di berbagai penjuru dunia saat ini. Mereka tentu sangat susah mencapai kekhusyukan dalam beribadah. Ibadah-ibadah mereka harus diiringi kecemasan akan keselamatan diri di tengah desingan peluru dan ancaman bom yang bisa datang sewaktu-waktu.
Kondisi serupa juga pernah dirasakan oleh para pahlawan yang merebut kemerdekaan dari para penjajah. Situasi perang telah mengganggu ketenangan berbagai aktivitas mereka, termasuk beribadah. Mereka mengorbankan jiwa dan raga untuk mewujudkan kemerdekaan agar kehidupan bisa normal dan ibadah pun bisa lebih khusyuk. Oleh karenanya kita perlu sadar bahwa kenikmatan dan kenyamanan kita dalam beribadah dan beraktivitas saat ini adalah karunia Allah subhanahu wata’ala melalui wasilah dan andil para pejuang dan pahlawan bangsa kita. Ini patut kita renungkan dan syukuri.
Sebagai hamba yang tahu diri, sudah selayaknya kita mensyukuri kondisi ini dengan senantiasa menjaga agar kemerdekaan ini bisa terus dirasakan oleh anak cucu kita selanjutnya. Jangan sampai kita sendiri yang menjadi pemicu permusuhan antarsesama sehingga dapat mengakibatkan peperangan, baik antarbangsa Indonesia maupun dengan negara lain. Para pahlawan sudah memberikan contoh bagaimana berjuang untuk kemerdekaan. Saatnya juga kita harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diwariskan oleh para pahlawan ini, kita bisa mencontoh nilai-nilai dan semangat yang mereka miliki dan kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Nilai-nilai itu di antaranya adalah pertama, keteguhan dalam memegang prinsip. Para pahlawan kita oleh Allah dikaruniai keteguhan dan kekuatan hati untuk senantiasa istiqamah berjuang dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan iming-iming dari para penjajah. Nilai ini selaras dengan firman Allah:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS Hud: 112).
Sikap ini harus kita tiru di era modern saat ini dengan tidak mudah terombang-ambing oleh banjirnya informasi yang ada di berbagai media, khususnya media sosial. Jangan kita mudah terprovokasi oleh informasi-informasi yang bisa memunculkan perselisihan dan selanjutnya mengakibatkan tidak stabilnya kondisi lingkungan dan masyarakat kita.
Bukan hanya terkait dengan informasi-informasi umum saja, berbagai informasi terkait ilmu agama juga harus kita waspadai jika bersumber dari tempat yang tidak jelas. Kita harus benar-benar memegang ilmu yang telah diberikan oleh para ulama-ulama dan guru-guru kita yang sudah jelas silsilah keilmuannya. Jangan sampai kita terprovokasi oleh segelintir kelompok yang gemar menyebarkan paham, yang jika kita tidak teguh dalam berpegang maka akan dapat terperosok kepada lembah kejahiliahan.
Sebagai sebuah ikhtiar batin, marilah kita banyak membaca doa yang sangat masyhur dan termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 8:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Nilai kedua yang harus kita contoh dari para pahlawan kita adalah keberanian. Pada masa dulu, yang membuat gentar para penjajah adalah keberanian para pejuang kita dalam memperjuangkan kemerdekaan. Walau bermodal hanya bambu runcing, sementara para penjajah menggunakan peralatan senapan sampai dengan meriam dan tank baja, namun para pejuang kita tidak mundur setapak pun.
Sikap berani ini harus kita warisi juga dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini dengan optimis dan berani menghadapi masa depan dengan menjadi jiwa yang kuat. Allah berfirman dalam QS Ali Imran ayat 139:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Nilai ketiga adalah kesabaran dalam meraih tujuan. Kita perlu menyadari bahwa para pahlawan menghabiskan waktu mereka berjuang meraih kemerdekaan bukan hanya dalam hitungan satu atau dua tahun saja. Mereka membutuhkan ratusan tahun, dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan tidak ada rasa putus asa dan lelah untuk meraih kemerdekaan ini.
Nilai-nilai kesabaran ini bisa kita aplikasikan dalam perjuangan kita mengisi kemerdekaan melalui kesabaran belajar bagi para generasi muda, kesabaran dalam bekerja bagi para orang tua, dan kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman oleh seluruh elemen masyarakat.
Kesabaran bisa diibaratkan seperti obat atau jamu. Pahit rasanya saat baru mencicipi, namun, lama kelamaan akan berbuah manis. Pahitnya obat hanya terasa di mulut, namun manis dan khasiatnya akan menjalar ke seluruh tubuh. Begitu juga dengan sifat sabar, ia akan terasa sangat pahit di permulaannya, namun akan manis di akhirnya. Sungguh beruntung orang-orang yang bisa menahan gejolak jiwanya dan bersabar dalam setiap usaha yang dilakukannya dan takdir yang menimpa.
Jika kita bisa menjadi sosok yang sabar, Allah subhanahu wata’ala sudah menegaskan bahwa kita akan menjadi hamba yang dicintainya. Firman Allah subhanahu wata’ala dalam QS Ali Imran: 146
وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْن
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Keteguhan, keberanian, dan kesabaran inilah yang bisa kita contoh dari nilai-nilai perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan bangsa kita. Tentu, masih banyak nilai-nilai positif lainnya yang bisa kita contoh dan menjadi modal kita dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Semoga kita bisa mengamalkannya. amin
وَٱلْعَصْرِ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِٱلصَّبْرِ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Sumber: Laman NU Online
Khutbah I
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ الحُرِّيَّةَ وَالاسْتِقْلَالَ حَقًّا لِبَنِي الإِنْسَانِ، وَأَمَلاً مَقْبُوْلاً لَامَرَدَّ لَهُ لِأَبْنَاءِ الأَوْطَان، والصّلاَةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنا مُحَمَّدٍ الَّذِي حَرَّرَ البَشَرِيَّة من ظُلَمِاتِ الاسْتعْمَار وحَوَالِكِ العبودية لِغَيْرِ الملك الدّيَان. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَال
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullâh,
Kemarin kita baru saja melewati salah satu hari yang cukup penting dan bersejarah bagi perjalanan bangsa Indonesia, yakni Hari Pahlawan 10 November 1945. Pada hari itu, tujuh puluh tujuh lalu, segenap rakyat Indonesia dari berbagai kalangan, termasuk santri dan ulama yang didorong oleh Fatwa Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama, terlibat pertempuran besar di Surabaya, demi mempertahankan kedaulatan negara yang baru saja merdeka, dari upaya Belanda dan sekutunya yang hendak kembali menjajah negeri kita.
Kemerdekaan bangsa kita bukanlah hadiah atau pemberian dari Jepang maupun Belanda. Akan tetapi atas berkat rahmat dan pertolongan Allah SWT yang ditebus dengan cucuran darah, keringat dan air mata. Para pejuang dari berbagai elemen bangsa, termasuk para santri dan ulama itu bersatu dan berjuang mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka tidak memikirkan sama sekali apakah anaknya akan menjadi yatim dan istrinya menjadi janda. Yang terpikir di benak mereka hanyalah berjuang untuk meraih satu kata: merdeka.
Sayyidina Umar bin Khathab dalam hal ini mengatakan:
مَتَى اسْتَعْبَدْتُم النَّاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُم أَحْرَارًا
Artinya: “Sejak kapan kalian memperbudak (menjajah) manusia, sedangkan ibu-ibu mereka telah melahirkan mereka sebagai orang-orang yang merdeka.”
Syekh Musthofa Al-Ghalayini dalam kitabnya ‘Idzatun Nasyi’in juga menyatakan:
أَنَّ لِلأُمَمِ أَجَلًا وَأَجَلُ كُلِّ أمَّةٍ يَوْمَ تَفْقَدُ حُرِّيَّتُهَا
Artinya: “Setiap bangsa memilika ajal yang menjadi akhir (kematiannya), dan ajal setiap bangsa itu adalah ketika mereka kehilangan kemerdekaannya.”
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullâh,
Pada momentum peringatan hari pahlawan ini, marilah sejenak kita mengingat kembali kisah perang Khandaq, perang yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Pada peristiwa perang Khandaq, umat Islam didera sejumlah kesulitan karena minimnya jumlah pasukan dan perlengkapan. Karena kalah jumlah, Rasulullah SAW atas usul sahabat Salman Al-Farisi (Persia) akhirnya membuat jalur pertahanan berupa parit (Khandaq). Saat membuat parit itu Rasulullah SAW ikut terjun langsung.
Setelah berhari-hari membuat parit persediaan makanan di Madinah pun terus menipis, sehingga para sahabat banyak menderita kelaparan. Untuk menghilangkan rasa lapar, para sahabat mengganjal perut mereka dengan batu. Demi sebuah kemerdekaan mereka rela menahan lapar.
Suatu saat ada seorang sahabat yang karena sudah tidak kuat dengan rasa laparnya menghadap kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, kami sudah mengganjal perut kami dengan satu batu, tapi kami tetap tidak kuat menahannya.” Rasulullah SAW pun tersenyum seraya memperlihatkan ikatan di perut Rasulullah SAW, ternyata sudah ada 2 batu terikat di perut beliau. Sehingga saat para sahabat merasa lapar, Rasulullah SAW sebenarnya lebih lapar dari semuanya.
Inilah jiwa kepemimpinan sejati yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang saat ini sudah mulai jarang kita temukan. Apa yang dialami dan dilakukan oleh Rasulullah beserta sahabatnya itu merupakan contoh kecil tentang betapa mahalnya sebuah kemerdekaan: kemerdekaan untuk memeluk agama, kemerdekaan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar, dan kemerdekaan hidup tenang dan damai. Untuk meraih itu semua, mereka harus rela mengorbankan segalanya, mulai dari tenaga, pikiran, fisik, hingga nyawa. Demikian pula yang dilakukan para pahlawan bangsa kita.
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullâh,
Membangun jiwa kepahlawanan, kepedulian dan pengorbanan untuk kepentingan diri kita sendiri mungkin tidaklah sulit, tetapi membangun jiwa kepahlawanan dan pengorbanan untuk orang lain dan masyarakat itu bisa luar biasa sulitnya. Marilah sejenak kita renungkan firman Allah SWT dalam QS Al Ahzab: 28-30.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا (28) وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا (29
Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah akan kuberikan kepadamu mut’ah (perhiasan) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki keridhoan Allah dan Rosulnya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.”
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu ‘Asyur (1879-1973), seorang mufassir modern dari Tunisia, dalam kitab tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir menjelaskan, asbabun nuzul atau latar belakang turunnya ayat tersebut adalah, saat Bani Quraidlah berhasil ditaklukan, kaum Muslimin mendapat harta ghanimah (rampasan perang) yang sangat banyak, sehingga para istri Rasulullah SAW menganggap beliau dalam keadaan berlimpah harta. Maka kemudian istri-istri Nabi itu pun meminta nafkah lebih kepada Rasulullah SAW. Dan kemudian turunlah ayat tersebut yang menyindir istri-istri Nabi, apakah mereka lebih memilih kehidupan dunia atau kehidupan akhirat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Belajar dari sekelumit sejarah di atas, dan dengan semangat hari pahlawan ini, marilah kita bangkitkan jiwa pengorbanan, kepeduluan dan kepahlawanan dalam diri kita untuk berjuang dan berkorban demi kebaikan masyarakat, kemajuan agama, serta nusa dan bangsa. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kepada negeri kita tercinta kebaikan dan keberkahan dalam berbagai aspek kehidupan, Aamin ya Rabbal ‘Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II:
الحمد لله الذي خلَق الإنسان من سلالة من طين. ثمّ جعَله نُطفَة في قرار مَكين. ثمّ نقَله حتّى تكامُلَ خَلْقَه فتبارك اللهُ أحسنُ الخالقين. أشهد أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له مخلصا له الدين. وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله المبعوث رحمةً للعالمين. صلّى الله عليه وعلى آله وأصحابه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. وسلَّم تسليما كثيرا. أما بعد: فيأيّها الناس اتّقوا الله، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات، واعلموا أنَّ الله أمَركم بأمرٍ بدأ فيه بنفسه وثـنّى بملآئكته بقدسه, وقال تعالى: إنَّ الله وملآئكته يصلّون على النبى يآأيها الذين آمنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللهمّ صلّ على سيدنا محمد وعلى أنبيآئك ورُسُلِك وملآئكتِك المقرّبين, وارضَ اللهمّ عن الخلفاء الراشدين أبي بكر وعمر وعثمان وعليّ وعن بقيّة الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين, وارض عنّا معهم برحمتك ياأرحم الراحمين.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوات. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاً طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. ربّنا آتنا في الدّنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار. والحمد لله رب العالمين. عبادالله، إنّ الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلّكم تذكّرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروه على نعمه يزدكم واسئلوه من فضله يعطكم ولذكرالله اكبر.
Sumber: Laman NU Jabar
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الَّذِي أَعَزَّ الْمُؤْمِنِينَ بِنَصْرِهِ وَتَأْيِيدِهِ، وَجَعَلَ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ بِفَضْلِهِ وَتَوْفِيقِهِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى جَزِيلِ نِعَمِهِ وَعَظِيمِ فَضْلِهِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَإِحْسَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِلَهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ، وَقَيُّومُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرَضِينَ.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ مِنْ خَلْقِهِ وَخَلِيلُهُ، الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، وَالْهَادِي إِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ، وَأَصْحَابِهِ الْغُرِّ الْمَيَامِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ تَعَالَى، فَقَدْ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾
وَاعْلَمُوا رَحِمَكُمُ اللهُ أَنَّ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللهِ مِنْ أَعْظَمِ الْأَعْمَالِ وَأَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ﴾
وَقَدْ جَعَلَ اللهُ تَعَالَى لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ مَنْزِلَةً عَظِيمَةً وَأَجْرًا كَبِيرًا، فَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “انْتَدَبَ اللَّهُ لِمَنْ خَرَجَ فِي سَبِيلِهِ، لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا إِيمَانٌ بِي وَتَصْدِيقٌ بِرُسُلِي، أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ، أَوْ أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ”.
فَاتَّقُوا اللهَ عِبَادَ اللهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِينِ، وَاعْتَصِمُوا بِدِينِهِ الْقَوِيمِ، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ، وَلَا تَفَرَّقُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga dengan ketakwaan ini, kita dapat meraih kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Hadirin yang mulia,
Hari ini kita berkumpul di masjid yang suci ini untuk memperingati Hari Pahlawan, sebuah momentum yang sangat penting bagi bangsa kita. Hari Pahlawan bukan sekadar peringatan formal belaka, melainkan sebuah kesempatan berharga bagi kita untuk merenungkan dan meneladani semangat perjuangan para pahlawan dalam konteks ajaran Islam yang mulia.
Islam mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan dan pengorbanan untuk kebenaran dan keadilan adalah bagian integral dari keimanan kita. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 60:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).”
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa persiapan dan kesiapan dalam menghadapi tantangan adalah kewajiban setiap muslim. Para pahlawan kita telah menunjukkan semangat ini dengan segenap jiwa dan raga mereka. Mereka mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik secara fisik maupun mental, untuk menghadapi penjajahan dan ketidakadilan.
Dalam konteks kekinian, persiapan yang dimaksud bukan hanya dalam hal kekuatan fisik atau persenjataan, tetapi juga mencakup penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk memajukan bangsa dan negara. Inilah bentuk jihad kontemporer yang harus kita lakukan sebagai generasi penerus perjuangan para pahlawan.
Hadirin yang berbahagia,
Semangat perjuangan para pahlawan juga tercermin dalam keteguhan iman dan keyakinan mereka. Mereka berjuang bukan hanya untuk kemerdekaan secara fisik, tetapi juga untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang sejalan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَصَامَ رَمَضَانَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا”
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, berpuasa Ramadhan, maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, baik ia berjihad di jalan Allah atau duduk di negerinya tempat ia dilahirkan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa perjuangan dalam Islam tidak terbatas pada medan perang, tetapi mencakup segala bentuk upaya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di mana pun kita berada. Para pahlawan kita telah menunjukkan semangat ini dengan berjuang di tanah air mereka sendiri, mempertahankan dan memajukan negeri ini dengan segenap kemampuan mereka.
Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam konteks kekinian. Perjuangan kita mungkin berbeda bentuknya, tetapi esensinya tetap sama: menegakkan kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan bersama.
Beberapa bentuk perjuangan yang dapat kita lakukan antara lain:
1. Memerangi kebodohan dan keterbelakangan melalui pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ini adalah bentuk jihad intelektual yang sangat penting di era informasi seperti sekarang.
2. Memberantas korupsi dan segala bentuk ketidakadilan dalam masyarakat. Ini adalah perwujudan dari prinsip amar ma’ruf nahi munkar yang diajarkan dalam Islam.
3. Membangun ekonomi yang kuat dan berkeadilan, sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini sejalan dengan ajaran Islam tentang keadilan sosial dan ekonomi.
4. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman. Ini merupakan implementasi dari ajaran Islam tentang ukhuwah atau persaudaraan.
5. Menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Ini adalah bentuk amanah kita sebagai khalifah di muka bumi.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Dalam melanjutkan perjuangan para pahlawan, kita juga perlu menyadari bahwa tantangan yang dihadapi saat ini mungkin berbeda, namun tidak kalah beratnya. Globalisasi, kemajuan teknologi, dan perubahan sosial yang cepat membawa tantangan-tantangan baru yang harus kita hadapi dengan kebijaksanaan dan keteguhan iman.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ali ‘Imran ayat 200:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, kesiapsiagaan, dan ketakwaan adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi berbagai tantangan. Para pahlawan kita telah menunjukkan sifat-sifat ini dalam perjuangan mereka, dan kini giliran kita untuk menerapkannya dalam konteks kehidupan modern.
Hadirin yang mulia,
Salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi saat ini adalah menjaga identitas dan nilai-nilai keislaman kita di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Kita harus mampu mengambil manfaat dari kemajuan zaman tanpa kehilangan jati diri kita sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia.
Dalam hal ini, kita bisa meneladani sikap bijaksana Rasulullah SAW dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Beliau selalu mengedepankan hikmah dan maslahah dalam setiap keputusan dan tindakannya. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih oleh Imam Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ”
“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan mencintai kelembutan dalam segala urusan.”
Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan, kita harus mengedepankan sikap yang lembut dan bijaksana. Ini bukan berarti kita menjadi lemah atau mudah mengalah, tetapi justru menunjukkan kekuatan karakter dan kedalaman pemahaman kita dalam menghadapi berbagai situasi.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Meneladani semangat perjuangan para pahlawan juga berarti memiliki visi dan cita-cita yang besar untuk kemajuan bangsa dan agama. Para pahlawan kita berjuang bukan hanya untuk kebebasan sesaat, tetapi untuk masa depan yang lebih baik bagi generasi-generasi selanjutnya.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu memiliki optimisme dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d ayat 11:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Ayat ini menegaskan bahwa perubahan dan kemajuan harus dimulai dari diri kita sendiri. Kita tidak bisa hanya mengandalkan jasa dan pengorbanan para pahlawan masa lalu, tetapi harus aktif berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan agama sesuai dengan kemampuan dan peran kita masing-masing.
Beberapa langkah konkret yang bisa kita lakukan untuk meneladani semangat perjuangan para pahlawan dalam konteks kekinian antara lain:
1. Meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan dan pengembangan keterampilan. Ini adalah bentuk jihad melawan kebodohan dan keterbelakangan.
2. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Ini adalah wujud kepedulian kita terhadap sesama dan lingkungan.
3. Menjaga integritas dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Ini adalah bentuk perjuangan melawan korupsi dan ketidakadilan.
4. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghargai keberagaman. Ini adalah implementasi dari konsep ukhuwah dalam Islam.
5. Berkontribusi dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Ini adalah wujud tanggung jawab kita dalam menciptakan kesejahteraan bersama.
6. Menjaga dan melestarikan lingkungan. Ini adalah bentuk amanah kita sebagai khalifah di muka bumi.
7. Aktif dalam dakwah dan penyebaran nilai-nilai keislaman dengan cara yang bijak dan damai. Ini adalah bentuk jihad intelektual dan spiritual di era modern.
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Marilah kita renungkan kembali makna perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kita. Mereka telah memberikan teladan yang luar biasa dalam hal keberanian, keteguhan iman, dan cinta tanah air. Kini, tanggung jawab ada di pundak kita untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam konteks kekinian.
Semoga dengan memperingati Hari Pahlawan ini, kita semakin tergugah untuk berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan agama. Marilah kita jadikan semangat perjuangan para pahlawan sebagai inspirasi untuk terus berkarya dan berjuang di jalan Allah SWT.
Akhirnya, marilah kita tutup khutbah ini dengan doa, semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah kita, menguatkan iman kita, dan memberikan kita kekuatan untuk terus berjuang di jalan-Nya. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Amin ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّ تَقْوَى اللهِ خَيْرُ زَادٍ لِلْآخِرَةِ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ شُهَدَاءَنَا الَّذِينَ ضَحَّوْا بِأَرْوَاحِهِمْ فِي سَبِيلِ الْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَالْحُرِّيَّةِ. اللَّهُمَّ ارْفَعْ دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ، وَاجْعَلْ ذِكْرَاهُمْ عِبْرَةً وَدَرْسًا لِلْأَجْيَالِ الْقَادِمَةِ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى أَعْدَائِهِمْ، وَفَرِّجْ هُمُومَهُمْ، وَاكْشِفْ كُرُوبَهُمْ، وَاشْفِ مَرْضَاهُمْ، وَارْحَمْ مَوْتَاهُمْ.
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ.
اللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُورِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضْوَانَكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
أَقِمِ الصَّلَاةَ.
Nah, itulah kumpulan Khutbah Jumat tentang Hari Pahlawan dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
