Eksekusi lahan di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), diwarnai kericuhan. Insiden itu membuat sembilan polisi terluka hingga 20 orang warga diamankan.
Eksekusi yang diwarnai kericuhan tersebut berlangsung di Dusun Paludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, Kamis (3/7) sekira pukul 09.00 Wita. Kericuhan terjadi karena pihak termohon melempari polisi menggunakan batu dan bom molotov demi mempertahankan lahan sengketa.
“Ada aksi perlawanan dari massa pihak termohon yang masih mempertahankan diri atas aset yang merasa dia miliki, padahal sudah berdasarkan proses hukum gugatan sengketa para termohon ini dinyatakan kalah,” ujar Kapolres Polman AKBP Anjar Purwoko dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).
“Dan banyak dari masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan anarkis dengan melakukan pelemparan batu, bom molotov dan juga barang berbahaya lain seperti parang juga mereka persiapkan,” sambung Anjar.
Dalam video beredar, terlihat polisi yang mengawal jalannya proses eksekusi sempat melakukan negosiasi dengan warga. Hingga akhirnya warga melempari polisi menggunakan batu dan bom molotov sebagai bentuk penolakan terhadap rencana Panitera Pengadilan Negeri Polewali untuk membacakan putusan eksekusi.
Pelemparan tersebut menyebabkan 9 polisi terluka. Para korban ada yang terkena lemparan batu hingga bom molotov.
“Anggota yang menjadi korban ada sekitar 9 orang. Terkena lemparan molotov dan batu. Jadi sebagian besar (anggota) mengalami luka bakar. Untuk anggota sudah kita evakuasi dan kita rujuk ke rumah sakit,” ujarnya.
Insiden kericuhan ini membuat 20 warga diamankan. Mereka diduga terlibat dalam kericuhan yang membuat 9 anggota polisi luka.
“Kita ada amankan sekitar 20 orang terdiri dari 17 laki-laki dan 3 orang perempuan,” kata AKBP Anjar.
Anjar mengatakan para warga yang diamankan diduga kuat terlibat dalam kericuhan. Ada yang memprovokasi, melakukan pelemparan bom molotov, hingga batu ke arah aparat.
“Diduga kuat melakukan aksi anarkis baik itu pelemparan batu, bom molotov dan juga provokasi di lapangan sebagai otak penggeraknya,” tuturnya.