Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Karta Jayadi dilaporkan dosen perempuan berinisial Q atas dugaan pelecehan seksual. Laporan tersebut dilayangkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Itjen Kemendiktisaintek) serta Polda Sulawesi Selatan (Sulsel).
Laporan awalnya dilayangkan korban kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Itjen Kemendiktisaintek) pada Rabu (20/8). Q kemudian melaporkan Karta Jayadi ke Polda Sulsel berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan tertanggal 22 Agustus 2025.
“Iya betul, jadi saya sudah melapor mengenai dugaan pelecehan yang dilakukan oleh pimpinan lembaga Universitas Negeri Makassar (Karta Jayadi),” ujar dosen tersebut kepada infoSulsel, Kamis (21/8).
Dirangkum infoSulsel, Minggu (24/8/2025), berikut 6 hal diketahui soal Rektor UNM Karta Jayadi dilaporkan dosen dugaan pelecehan seksual:
Dosen tersebut mengaku menerima pesan melalui WhatsApp dari Karta yang berisi ajakan bernuansa mesum hingga gambar dan video pornografi. Dugaan pelecehan itu terjadi dalam kurun waktu 2022 hingga 2024.
“Pelecehannya itu dalam bentuk chat WA, terus kirim video-video yang arahnya pornografi dan itu sudah berlangsung lama dari tahun 2022 sampai 2024 dan saya selalu menolaknya dengan halus,” ujar dia.
Korban juga mengatakan bahwa Karta kerap melontarkan kalimat bernuansa mesum melalui chat WhatsApp. Hal itu disampaikan sembari mengajaknya bertemu di hotel.
“Selalu mengajak ketemuan katanya di tempat aman, siapa tahu seru diskusinya pengennya di spot itu terjadi hujan gerimis langsung becek-becek dikit,” katanya sembari membacakan percakapannya dengan Karta.
“Terus misalnya dia tanya lagi kapan nyantai di tempat aman, katanya bagusnya di hotel, biar enak juga. Terus dia tanya lagi di hotel mana,” sambungnya.
Lebih lanjut, dosen perempuan itu mengaku kerap dikirim video porno. Bukti percakapan tersebut telah disimpan untuk dijadikan bukti.
“Terus dia selalu kirim video orang berhubungan badan yang porno itu, itu semua ada, ada saya save. Berlangsung sudah lama, dia selalu ngajak,” bebernya.
Dosen Q juga mengungkap alasannya baru melaporkan dugaan pelecehan yang dilakukan Rektor UNM Karta Jayadi terhadap dirinya. Q mengaku butuh waktu lama untuk memberanikan dirinya melaporkan pimpinannya sendiri.
“Butuh waktu untuk mengumpulkan bukti lengkap sekaligus keberanian besar untuk melaporkan seseorang dengan kedudukan tertinggi,” kata Q kepada infoSulsel, Jumat (22/8).
Dia mengaku telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan oleh penyidik Polda Sulsel berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan tertanggal 22 Agustus 2025. Di antaranya bukti percakapan WhatsApp yang berisi ajakan bermuatan seksual, permintaan untuk bertemu di hotel, serta kiriman gambar vulgar.
“Seluruh bukti telah saya simpan secara rapi selama tiga tahun terakhir dan kini telah diserahkan kepada aparat penegak hukum. Bukti asli percakapan tetap tersimpan di perangkat pribadi saya untuk keperluan pemeriksaan digital forensik,” kata Q.
Dia melaporkan kasus ini ke pihak luar UNM karena menilai mekanisme internal berpotensi tidak objektif. Oleh karena itu, jalur resmi melalui Polda Sulsel dan Itjen Kemendiktisaintek dipilih sebagai langkah hukum.
“Langkah saya tempuh untuk memastikan laporan tidak hanya berupa cerita, melainkan benar-benar didukung bukti kuat yang dapat diuji secara hukum,” ucapnya.
Rektor UNM Karta Jayadi kemudian membantah melecehkan dosen Q. Dia berdalih ajakan ke hotel tidak termasuk kategori pelecehan.
“Saya tidak ngerti di posisi mana pelecehannya,” kata Karta Jayadi kepada infoSulsel, Kamis (21/8).
Karta tidak menampik pernah chat dengan dosen tersebut dan mengajaknya ke hotel. Namun dia berdalih ajakan tersebut hanya saran karena saat itu dosen tersebut mengajar sambil antre di bengkel.
“Itu kan dia bilang ngajar sambil ngantri di Honda (bengkel). Makanya saya bilang bagus di hotel biar ngajarnya enak juga. Apanya kekerasan verbal?” dalihnya.
Dia pun mempersilakan dosen tersebut untuk melaporkannya. Karta juga mengaku sudah tidak ingat kejadian yang dimaksud dosen tersebut.
“Saya persilakan aja. Masa orang mau melapor dilarang? Gak apa-apa. Saya tidak tau banyak yang komunikasi lewat chat dengan saya,” katanya.
Karta Jayadi lantas menduga laporan ini muncul usai korban kecewa karena jabatannya diganti. Dia pun mengklaim komunikasi mereka selama ini hanya sebatas konteks pekerjaan kampus.
“Dugaan saya, laporan ini muncul karena yang bersangkutan kecewa setelah saya mengganti jabatannya. Padahal komunikasi kami selama ini biasa saja, tidak pernah ada hal-hal yang keluar dari konteks pekerjaan kampus,” ujar Karta dalam keterangannya yang diterima infoSulsel, Jumat (22/8).
Dia menegaskan mutasi dilakukan setelah dosen tersebut dinilai tidak berkinerja baik. Karta juga memastikan mutasi bukan karena alasan pribadi.
“Saya melakukan rotasi karena kinerjanya memang saya nilai kurang baik. Itu keputusan manajerial, bukan masalah pribadi,” katanya.
Belakangan, Karta Jayadi melayangkan somasi kepada dosen Q. Somasi tersebut dilayangkan melalui kuasa hukum yang telah ia tunjuk.
“Kami sudah mendapat kuasa dari Prof Karta Jayadi karena ini kan pribadi, privasi ya. Bukan sebagai rektor saja, tapi kan walaupun beliau adalah mengemban amanat pejabat publik,” kata kuasa hukum Karta Jayadi, Jamil Misbach kepada wartawan, Jumat (22/8).
Jamil mengatakan laporan yang dibuat oleh dosen tersebut telah mencoreng nama baik kliennya. Sehingga, hal tersebut ditanggapi dengan melayangkan somasi.
“Kan disinggung pribadinya beliau ini. Maka Prof Karta Jayadi memberi kuasa kepada kami sebagai tim hukum untuk melaporkan apa yang dilakukan oleh ibu itu tadi. Kami sudah membuat somasi,” bebernya.
Korban Q juga menanggapi soal dirinya yang resmi disomasi oleh Karta Jayadi. Dia menilai somasi itu sebagai bentuk intimidasi hukum dan upaya pengalihan isu dari perkara pokok, yaitu dugaan pelecehan seksual digital.
“Laporan yang saya ajukan sudah dilengkapi bukti yang sah dan diserahkan melalui jalur resmi penegak hukum. Upaya intimidasi melalui somasi tidak akan menghentikan langkah saya dalam mencari keadilan,” jelasnya.
Q juga menilai pernyataan pihak kuasa hukum Rektor UNM yang mencoba mengaitkan masalah akademik dengan kasus ini. Menurutnya hal tersebut jelas merupakan pengalihan isu yang tidak relevan.
“Pokok perkara yang sedang diproses adalah dugaan pelecehan seksual digital, bukan kinerja akademik,” terangnya.
1. Dosen Kerap Dikirimi Video Porno-Diajak ke Hotel
2. Alasan Dosen Baru Buat Laporan
3. Rektor UNM Klaim Tawaran ke Hotel Bukan Pelecehan
4. Rektor UNM Tuding Korban Kecewa Dimutasi
5. Rektor UNM Somasi Dosen
6. Dosen Q Nilai Somoasi Bentuk Intimidasi
Dosen tersebut mengaku menerima pesan melalui WhatsApp dari Karta yang berisi ajakan bernuansa mesum hingga gambar dan video pornografi. Dugaan pelecehan itu terjadi dalam kurun waktu 2022 hingga 2024.
“Pelecehannya itu dalam bentuk chat WA, terus kirim video-video yang arahnya pornografi dan itu sudah berlangsung lama dari tahun 2022 sampai 2024 dan saya selalu menolaknya dengan halus,” ujar dia.
Korban juga mengatakan bahwa Karta kerap melontarkan kalimat bernuansa mesum melalui chat WhatsApp. Hal itu disampaikan sembari mengajaknya bertemu di hotel.
“Selalu mengajak ketemuan katanya di tempat aman, siapa tahu seru diskusinya pengennya di spot itu terjadi hujan gerimis langsung becek-becek dikit,” katanya sembari membacakan percakapannya dengan Karta.
“Terus misalnya dia tanya lagi kapan nyantai di tempat aman, katanya bagusnya di hotel, biar enak juga. Terus dia tanya lagi di hotel mana,” sambungnya.
1. Dosen Kerap Dikirimi Video Porno-Diajak ke Hotel
Lebih lanjut, dosen perempuan itu mengaku kerap dikirim video porno. Bukti percakapan tersebut telah disimpan untuk dijadikan bukti.
“Terus dia selalu kirim video orang berhubungan badan yang porno itu, itu semua ada, ada saya save. Berlangsung sudah lama, dia selalu ngajak,” bebernya.
Dosen Q juga mengungkap alasannya baru melaporkan dugaan pelecehan yang dilakukan Rektor UNM Karta Jayadi terhadap dirinya. Q mengaku butuh waktu lama untuk memberanikan dirinya melaporkan pimpinannya sendiri.
“Butuh waktu untuk mengumpulkan bukti lengkap sekaligus keberanian besar untuk melaporkan seseorang dengan kedudukan tertinggi,” kata Q kepada infoSulsel, Jumat (22/8).
2. Alasan Dosen Baru Buat Laporan
Dia mengaku telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan oleh penyidik Polda Sulsel berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Pengaduan tertanggal 22 Agustus 2025. Di antaranya bukti percakapan WhatsApp yang berisi ajakan bermuatan seksual, permintaan untuk bertemu di hotel, serta kiriman gambar vulgar.
“Seluruh bukti telah saya simpan secara rapi selama tiga tahun terakhir dan kini telah diserahkan kepada aparat penegak hukum. Bukti asli percakapan tetap tersimpan di perangkat pribadi saya untuk keperluan pemeriksaan digital forensik,” kata Q.
Dia melaporkan kasus ini ke pihak luar UNM karena menilai mekanisme internal berpotensi tidak objektif. Oleh karena itu, jalur resmi melalui Polda Sulsel dan Itjen Kemendiktisaintek dipilih sebagai langkah hukum.
“Langkah saya tempuh untuk memastikan laporan tidak hanya berupa cerita, melainkan benar-benar didukung bukti kuat yang dapat diuji secara hukum,” ucapnya.
Rektor UNM Karta Jayadi kemudian membantah melecehkan dosen Q. Dia berdalih ajakan ke hotel tidak termasuk kategori pelecehan.
“Saya tidak ngerti di posisi mana pelecehannya,” kata Karta Jayadi kepada infoSulsel, Kamis (21/8).
Karta tidak menampik pernah chat dengan dosen tersebut dan mengajaknya ke hotel. Namun dia berdalih ajakan tersebut hanya saran karena saat itu dosen tersebut mengajar sambil antre di bengkel.
“Itu kan dia bilang ngajar sambil ngantri di Honda (bengkel). Makanya saya bilang bagus di hotel biar ngajarnya enak juga. Apanya kekerasan verbal?” dalihnya.
3. Rektor UNM Klaim Tawaran ke Hotel Bukan Pelecehan
Dia pun mempersilakan dosen tersebut untuk melaporkannya. Karta juga mengaku sudah tidak ingat kejadian yang dimaksud dosen tersebut.
“Saya persilakan aja. Masa orang mau melapor dilarang? Gak apa-apa. Saya tidak tau banyak yang komunikasi lewat chat dengan saya,” katanya.
Karta Jayadi lantas menduga laporan ini muncul usai korban kecewa karena jabatannya diganti. Dia pun mengklaim komunikasi mereka selama ini hanya sebatas konteks pekerjaan kampus.
“Dugaan saya, laporan ini muncul karena yang bersangkutan kecewa setelah saya mengganti jabatannya. Padahal komunikasi kami selama ini biasa saja, tidak pernah ada hal-hal yang keluar dari konteks pekerjaan kampus,” ujar Karta dalam keterangannya yang diterima infoSulsel, Jumat (22/8).
4. Rektor UNM Tuding Korban Kecewa Dimutasi
Dia menegaskan mutasi dilakukan setelah dosen tersebut dinilai tidak berkinerja baik. Karta juga memastikan mutasi bukan karena alasan pribadi.
“Saya melakukan rotasi karena kinerjanya memang saya nilai kurang baik. Itu keputusan manajerial, bukan masalah pribadi,” katanya.
Belakangan, Karta Jayadi melayangkan somasi kepada dosen Q. Somasi tersebut dilayangkan melalui kuasa hukum yang telah ia tunjuk.
“Kami sudah mendapat kuasa dari Prof Karta Jayadi karena ini kan pribadi, privasi ya. Bukan sebagai rektor saja, tapi kan walaupun beliau adalah mengemban amanat pejabat publik,” kata kuasa hukum Karta Jayadi, Jamil Misbach kepada wartawan, Jumat (22/8).
5. Rektor UNM Somasi Dosen
Jamil mengatakan laporan yang dibuat oleh dosen tersebut telah mencoreng nama baik kliennya. Sehingga, hal tersebut ditanggapi dengan melayangkan somasi.
“Kan disinggung pribadinya beliau ini. Maka Prof Karta Jayadi memberi kuasa kepada kami sebagai tim hukum untuk melaporkan apa yang dilakukan oleh ibu itu tadi. Kami sudah membuat somasi,” bebernya.
Korban Q juga menanggapi soal dirinya yang resmi disomasi oleh Karta Jayadi. Dia menilai somasi itu sebagai bentuk intimidasi hukum dan upaya pengalihan isu dari perkara pokok, yaitu dugaan pelecehan seksual digital.
“Laporan yang saya ajukan sudah dilengkapi bukti yang sah dan diserahkan melalui jalur resmi penegak hukum. Upaya intimidasi melalui somasi tidak akan menghentikan langkah saya dalam mencari keadilan,” jelasnya.
6. Dosen Q Nilai Somoasi Bentuk Intimidasi
Q juga menilai pernyataan pihak kuasa hukum Rektor UNM yang mencoba mengaitkan masalah akademik dengan kasus ini. Menurutnya hal tersebut jelas merupakan pengalihan isu yang tidak relevan.
“Pokok perkara yang sedang diproses adalah dugaan pelecehan seksual digital, bukan kinerja akademik,” terangnya.