Hakim Tolak Eksepsi 4 Petinggi NFRPB Terdakwa Kasus Makar Papua

Posted on

Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan dari keempat petinggi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) yang merupakan terdakwa dalam kasus dugaan makar di Sorong, Papua Barat Daya. Perkara keempat terdakwa pun dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Hal tersebut diputuskan majelis hakim dalam sidang putusan sela di Ruang Arifin A Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (23/9). Keempat terdakwa menjalani sidang secara terpisah dengan terdakwa pertama yakni Abraham Goram Garam selaku Staf Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Mendagri.

“Menyatakan keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa akan diputus bersama putusan akhir,” ujar Ketua Majelis Hakim Herbert Harefa dalam persidangan, Selasa (23/9/2025).

“Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 967/Pid.B/2025/PN Mks atas nama Terdakwa Abraham Goram Gaman,” tambahnya.

Eksepsi tersebut ditolak sebab poin-poin yang diajukan berupa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai cacat formil tidak terbukti. Menurut majelis hakim, dakwaan JPU telah memenuhi ketentuan dalam menguraikan isi dakwaan.

“Dakwaan tersebut menurut majelis hakim telah diuraikan dengan jelas dan cermat terkait perbuatan yang dilakukan terdakwa, serta waktu dan lokasinya,” jelas hakim.

Pada poin keberatan selanjutnya menyebutkan dakwaan kedua merupakan salinan dari dakwaan kesatu. Namun majelis hakim beranggapan, dakwaan kedua walau merupakan salinan, tapi telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 143 KUHAP yang mengatur syarat pembuatan dakwaan.

“Meskipun dakwaan kedua mengcopy paste dakwaan kesatu, akan tetapi dakwaan tersebut telah menguraikan secara jelas dan cermat sebagaimana Pasal 143 UU KUHAP tentang perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, serta telah menguraikan waktu dan tempat dengan jelas,” terang hakim.

“Dakwaan Penuntut Umum bersifat alternatif, oleh karenanya dakwaan kedua merupakan pilihan, di mana memilih dakwaan yang tepat sebagaimana perbuatan yang dilakukan terdakwa. Meskipun dakwaan kedua meng-copy paste dakwaan kesatu, bukan berarti dakwaan tersebut batal demi hukum, karena masih ada dakwaan lainnya,” paparnya.

Majelis hakim turut menanggapi keberatan yang disampaikan oleh Abraham dan terdakwa lainnya soal hanya mengikuti perintah presiden NFRPB dalam mendistribusikan surat. Ia menilai bahwa hal tersebut telah termasuk pokok perkara dan harus dibuktikan.

“Harus dilakukan pembuktian, maka harus dilakukan dengan alat-alat bukti yang akan diperiksa dan dipertimbangkan dengan perkara,” katanya.

Putusan tersebut juga dibacakan dalam sidang ketiga terdakwa lainnya yaitu Nikson May selaku Tentara Nasional Papua Barat, Piter Robaha selaku Wakapol Domberai, dan Maksi Sangkek sebagai Kasat Reskrim Poldis Sorong Kota.

Sementara itu, penasihat hukum keempat terdakwa menyatakan pihaknya menghargai putusan sela dari majelis hakim. Ia menyatakan pihaknya bersama keempat terdakwa siap untuk menjalani proses pemeriksaan materi perkara.

“Persoalan ini akan kami tanggapi lebih jauh lagi nanti di pembelaan, apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam putusan sela. Kami akan perjelas dalam pertimbangan pembelaan perkara, setelah dengar (keterangan) saksi-saksi (dan) melihat bukti,” jelas penasihat hukum terdakwa, Pither Ponda Barany kepada infoSulsel usai persidangan.

Sebagai informasi, JPU mendakwa keempat terdakwa telah melakukan perbuatan makar memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu dilakukan dengan menyebarkan surat resmi NFRPB ke seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong Raya.

“Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan,” ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam persidangan, Senin (8/9).

Pada sidang sebelumnya, Terdakwa Abraham Goram Gaman mewakili ketiga terdakwa lainnya menyebut mereka hanya mengikuti perintah dari Presiden NFRPB. Mereka mengaku tidak terlibat dalam penyusunannya.

“Kami berempat orang ini hanya melaksanakan perintah Presiden NFRPB. Sedangkan mengenai hal ikhwal tentang NFRPB telah diuraikan atau dijelaskan dalam dokumen yang telah kami serahkan kepada pihak penyidik Polresta Sorong, kami berempat tidak terlibat di dalam proses penyusunannya,” ujar Abraham membacakan nota keberatannya, pada Senin (15/9).

“(Surat disampaikan) dengan cara yang damai dan bermartabat, yang pemberitahuannya juga disampaikan kepada pemerintah daerah di seluruh Papua Barat atau tanah Papua,” tuturnya.

Abraham turut menyoroti persoalan video yang disebut dalam dakwaan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan berdasarkan perbedaan ras, suku, kebangsaan, dan golongan tertentu. Dia menegaskan hal tersebut tidak benar.

“(Dalam video itu) Kami hanya memberitahukan proses pengantaran Surat Presiden NFRPB dan menyatakan harapan biarlah semua yang dilakukan terjadi menurut kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mendatangkan damai sejahtera bagi semua orang di tanah Papua,” katanya.

“Dan semua yang kami lakukan adalah atas perintah Presiden NFRPB, Yang Mulia Yaboisembut, bukan inisiatif kami,” sambung Abraham.

Dakwaan 4 Petinggi NFRPB

Sebagai informasi, JPU mendakwa keempat terdakwa telah melakukan perbuatan makar memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal itu dilakukan dengan menyebarkan surat resmi NFRPB ke seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong Raya.

“Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan,” ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam persidangan, Senin (8/9).

Pada sidang sebelumnya, Terdakwa Abraham Goram Gaman mewakili ketiga terdakwa lainnya menyebut mereka hanya mengikuti perintah dari Presiden NFRPB. Mereka mengaku tidak terlibat dalam penyusunannya.

“Kami berempat orang ini hanya melaksanakan perintah Presiden NFRPB. Sedangkan mengenai hal ikhwal tentang NFRPB telah diuraikan atau dijelaskan dalam dokumen yang telah kami serahkan kepada pihak penyidik Polresta Sorong, kami berempat tidak terlibat di dalam proses penyusunannya,” ujar Abraham membacakan nota keberatannya, pada Senin (15/9).

“(Surat disampaikan) dengan cara yang damai dan bermartabat, yang pemberitahuannya juga disampaikan kepada pemerintah daerah di seluruh Papua Barat atau tanah Papua,” tuturnya.

Abraham turut menyoroti persoalan video yang disebut dalam dakwaan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan berdasarkan perbedaan ras, suku, kebangsaan, dan golongan tertentu. Dia menegaskan hal tersebut tidak benar.

“(Dalam video itu) Kami hanya memberitahukan proses pengantaran Surat Presiden NFRPB dan menyatakan harapan biarlah semua yang dilakukan terjadi menurut kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mendatangkan damai sejahtera bagi semua orang di tanah Papua,” katanya.

“Dan semua yang kami lakukan adalah atas perintah Presiden NFRPB, Yang Mulia Yaboisembut, bukan inisiatif kami,” sambung Abraham.

Dakwaan 4 Petinggi NFRPB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *