Ketua DPRD Kabupaten Bone menolak menandatangani dokumen penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025. Wanita yang akrab disapa Andi Nonong ini menganggap proses pembahasan APBD-P sejauh ini cacat prosedur dan ilegal.
“Saya tidak pernah menolak untuk menandatangani dokumen yang menyangkut hajat hidup rakyat, termasuk APBD-P. Yang saya tolak adalah proses yang cacat prosedur dan ilegal, serta tanpa mempertimbangkan catatan hasil evaluasi,” kata Andi Nonong dalam keterangannya, Rabu (23/10/2025).
Andi Nonong menegaskan menolak menandatangani keputusan sepenting APBD-P secara sepihak tanpa melalui mekanisme kelembagaan yang sah yakni melalui rapat pimpinan DPRD. Dia mengatakan, APBD-P harus dibahas secara kolektif.
“APBD-P adalah keputusan kolektif, bukan keputusan personal ketua. Dokumen yang harus ditandatangani adalah keputusan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bukan keputusan ketua DPRD,” tegasnya.
Hal ini merujuk dalam Peraturan Tata Tertib (Tatib) Pasal 65 yang menyebutkan pimpinan DPRD adalah satu kesatuan yang bersifat kolektif kolegial. Artinya, keputusan sebesar ini wajib diambil melalui musyawarah seluruh unsur pimpinan mulai ketua dan para wakil ketua.
“Memaksa saya menandatangani dokumen ini di luar forum rapat pimpinan adalah tindakan ilegal yang melanggar tatib. Ini adalah upaya untuk menjebak saya secara hukum dengan mengambil keputusan sepihak,” jelasnya.
Andi Nonong menambahkan, ada tahapan rapat pimpinan yang harus dilalui setelah melewati tahapan penyempurnaan hasil evaluasi APBD Perubahan di tingkat Banggar DPRD. Penetapan dan pengesahan APBD Perubahan tetap melalui rapat paripurna bersama pimpinan DPRD.
“Target dari tindak lanjut rapat banggar ya karena pada dasarnya yang mau dikeluarkan keputusan pimpinan bukan keputusan banggar. Sekali lagi keputusan pimpinan itu lahirnya dari rapat pimpinan bukan rapat banggar,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bone Irwandi Burhan heran dengan sikap ketua DPRD. Dia menilai hasil penyempurnaan evaluasi APBD Perubahan sudah ditetapkan di tingkat banggar.
“Jadi keputusannya sudah ada di banggar. Ketika mau lagi rapat pimpinan, apanya yang mau dirapatkan kira-kira? Padahal kan, yang mau dicapai di rapat pimpinan, soal hasil rapat banggar. Terkait evaluasi keputusan ada di rapat banggar, pimpinan kan mengeluarkan hasil rapat banggar,” ucap Irwandi.
Irwandi menegaskan hasil dalam rapat banggar DPRD Bone sudah dinilai bagian dari keputusan pimpinan. Apalagi ketua DPRD Bone secara otomatis juga menjadi ketua banggar DPRD yang sudah memutuskan rapat sebelumnya.
“Jadi jabatan banggar yang ada di Badan Anggaran secara otomatis menjadi jabatan atau hak jabatan pimpinan. Keputusan rapat banggar adalah keputusan kolektif yang di dalamnya ada pimpinan, jadi keputusan banggar secara kolektif menjadi keputusan pimpinan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sikap ketua DPRD Bone yang ogah menyetujui dokumen penyempurnaan hasil evaluasi APBD-P 2025 membuat program kegiatan Pemkab Bone terancam molor. Situasi ini membuat realisasi gaji dan tunjangan guru senilai Rp 80 miliar, serta pembayaran BPJS Kesejahteraan Rp 26 miliar tertunda.
Anggota Banggar DPRD Bone Rismono Sarlim menyebut ketua DPRD tidak kunjung menandatangani berita acara dokumen penyempurnaan tanggapan evaluasi APBD Perubahan 2025. Dia mengaku situasi ini bisa merugikan kinerja pemerintah daerah.
“Saya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Ketua DPRD Bone dengan tidak menandatangani APBD perubahan. Bukan hanya program prioritas yang berdampak, tetapi gaji 13 dan tunjangan bagi guru sebanyak Rp 80 miliar dan pembayaran BPJS Kesehatan Rp 26 miliar,” kata Rismono, Rabu (22/10).