Temuan Mencurigakan Pemkot Parepare Bikin Toilet Rp 166 Juta di Sekolah

Posted on

Pemkot Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), menuai sorotan lantaran proyek pembangunan 21 toilet sekolah dianggarkan rata-rata Rp 166 juta. DPRD Parepare juga menemukan banyak spesifikasi yang tidak sesuai.

Hal tersebut terungkap setelah Wakil Ketua Komisi II DPRD Parepare, Sappe melakukan inspeksi mendadak (sidak) di SDN 3 Parepare, Selasa (11/11/2025). Sappe mengatakan, salah satu yang menjadi sorotan ialah pemasangan keramik yang dilakukan pada lantai saja.

“Yang kami herankan ternyata yang memakai keramik itu hanya lantainya. Jadi dindingnya itu tidak berkeramik,” kata Sappe kepada infoSulsel di lokasi.

Septic tank pada proyek ini juga dinilai terlalu kecil untuk rencana pembangunan toilet dengan 4 kloset. Sappe mengatakan spesifikasi septic yang dibangun tersebut tidak sesuai perencanaan.

“Kemudian pembuangannya itu kalau saya lihat tidak sesuai dengan spek dengan 4 kloset nantinya. Ukuran pembuangan tinjanya ini hanya berukuran kedalaman 170 centimeter, lebar di atas 1 meter setengah dan lebarnya 1 meter,” kata dia.

Dengan temuan tersebut, Sappe menilai proyek ini tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibahas bersama DPRD Parepare. Menurut Sappe, bentuk toilet yang disepakati itu dengan bangunan yang terpisah.

“Kami merestui karena persentasenya pada saat itu bahwa bangunan WC tidak seperti yang kami lihat. Itu, bangunannya itu ada 3 WC dengan bangunan yang berpisah. Tidak satu ruangan di dalam, kemudian ada 4 WC seperti ini,” jelasnya.

Sappe meminta proyek pembangunan toilet yang menelan anggaran Rp 166 juta setiap sekolah itu untuk dihentikan sementara. Hal ini lantaran anggarannya terlalu besar dan ditemukan sejumlah spesifikasi yang tak sesuai.

“Ya kami minta dulu dihentikan dulu (proyek toilet). Kami minta penjelasan dulu (di RDP) kenapa seperti ini,” kata Sappe.

Sappe mengaku akan memanggil sejumlah pihak terkait dengan pembangunan toilet untuk rapat dengar pendapat (RDP). DPRD ingin mengevaluasi progres pembangunan toilet tersebut.

“Ya nanti hasilnya kami panggil dulu nanti, kita lakukan evaluasi kerja. Tentunya kami panggil dinas pendidikan sebagai PPK-nya. Nanti kami panggil juga pihak kontraktornya untuk menjelaskan,” pungkasnya.

Dia ingin mencari tahu letak masalah hingga anggaran toilet itu menjadi sorotan. Sappe mengatakan, pihak Disdikbud mengaku tidak tahu detail pembangunan karena hanya berperan membuat kontrak.

“Jadi Dinas Pendidikan ini hanya bertindak sebagai PPK, PPTK yang membuat kontraknya. Jadi mereka tidak tahu siapa yang melaksanakan pekerjaan tersebut,” jelasnya.

Sappe menegaskan, anggaran besar proyek toilet sekolah tidak masuk akal. Menurutnya, anggaran hingga Rp 166 juta untuk toilet sekolah itu berlebihan.

“Oh berlebihan sekali. Dengan anggaran Rp 166,5 juta, dengan spek bangunan seperti ini saya rasa tidak masuk di akal anggarannya seperti itu,” pungkasnya.

Sappe menilai anggaran proyek toilet itu fantastis. Dia lantas membandingkan anggarannya hampir setara dengan rumah subsidi yakni Rp 173 juta.

“Nah ini speknya yang kami lihat dan kemudian kami melihat memperbandingkan antara anggaran WC yang dibuat di sekolah-sekolah ini dengan bangunan rumah subsidi yang kurang lebih Rp 173 juta,” kata Sappe.

Sappe menuturkan anggaran satu bangunan toilet sekolah itu hampir setara dengan harga rumah subsidi dengan luas bangunan yang lebih besar. Rumah subsidi dijual dengan lahan, sementara toilet itu hanya bangunan saja.

“Nah di mana titik persoalan ini, kalau rumah subsidi itu ada tanahnya, ada bangunannya. Sementara kalau bangunan WC seperti ini, itu hanya bangunannya yang ada nilainya. Nilai tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare, mengklaim anggaran proyek toilet sekolah Rp 166 juta sesuai standar bangunan pemerintah. Menurutnya, anggaran bangunan pemerintah beda dengan rumah pribadi.

“Memang kalau menurut pemahaman kita, dengan anggaran Rp 166 (juta) untuk bangunan pribadi itu memang dianggap mewah. Tapi ini kaitannya dengan bangunan pemerintah,” ungkap staf pelaksana teknis Disdikbud Parepare, Andi Iswahyudi kepada infoSulsel, Selasa (11/11).

Menurut Iswahyudi, proyek bangunan toilet sekolah itu melalui mekanisme hitungan. Anggaran proyek itu juga sudah termasuk pajak PPN sebanyak 12,75%.

“Dari dasar itu kan ada mekanisme hitungan-hitungan yang kita lakukan. Sudah termasuk pajak di dalam. 11 persen PPN tambah 1,75. Jadi total 12,75%,” jelasnya.

Dia mengungkapkan, anggaran proyek pembangunan toilet sekolah itu disiapkan oleh Disdikbud. Kemudian besaran anggaran di setiap proyek itu diatur oleh konsultan perencana.

“Dinas ini kan cuma menyiapkan anggaran sekian miliar untuk berapa sekolah. Itu kan kami sudah petakan dalam pagu anggaran masing-masing per sekolah. Dari pagu itu lah nanti perencanaan dasarnya untuk menghitung apakah cukup ini atau tidak,” jelasnya.

Iswahyudi menjelaskan, proyek toilet Rp 166 juta itu sudah sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Dia mengklaim itu sudah sesuai dengan biaya pembangunan mulai bagian bawah, atas, hingga fasilitas di dalam toilet.

“Mulai dari bangunan bawah sampai ke atas. Memakan biaya memang ada beberapa. Jadi nanti di dalamnya ada 2 wastafel. Jadi sesuai apa yang tertuang dalam RAB,” pungkasnya.

DPRD Parepare Minta Proyek Toilet Dihentikan Sementara

DPRD Parepare Bandingkan dengan Rumah Subsidi

Disdik Klaim Proyek Standar Bangunan Pemerintah

Dengan temuan tersebut, Sappe menilai proyek ini tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibahas bersama DPRD Parepare. Menurut Sappe, bentuk toilet yang disepakati itu dengan bangunan yang terpisah.

“Kami merestui karena persentasenya pada saat itu bahwa bangunan WC tidak seperti yang kami lihat. Itu, bangunannya itu ada 3 WC dengan bangunan yang berpisah. Tidak satu ruangan di dalam, kemudian ada 4 WC seperti ini,” jelasnya.

Sappe meminta proyek pembangunan toilet yang menelan anggaran Rp 166 juta setiap sekolah itu untuk dihentikan sementara. Hal ini lantaran anggarannya terlalu besar dan ditemukan sejumlah spesifikasi yang tak sesuai.

“Ya kami minta dulu dihentikan dulu (proyek toilet). Kami minta penjelasan dulu (di RDP) kenapa seperti ini,” kata Sappe.

DPRD Parepare Minta Proyek Toilet Dihentikan Sementara

Sappe mengaku akan memanggil sejumlah pihak terkait dengan pembangunan toilet untuk rapat dengar pendapat (RDP). DPRD ingin mengevaluasi progres pembangunan toilet tersebut.

“Ya nanti hasilnya kami panggil dulu nanti, kita lakukan evaluasi kerja. Tentunya kami panggil dinas pendidikan sebagai PPK-nya. Nanti kami panggil juga pihak kontraktornya untuk menjelaskan,” pungkasnya.

Dia ingin mencari tahu letak masalah hingga anggaran toilet itu menjadi sorotan. Sappe mengatakan, pihak Disdikbud mengaku tidak tahu detail pembangunan karena hanya berperan membuat kontrak.

“Jadi Dinas Pendidikan ini hanya bertindak sebagai PPK, PPTK yang membuat kontraknya. Jadi mereka tidak tahu siapa yang melaksanakan pekerjaan tersebut,” jelasnya.

Sappe menegaskan, anggaran besar proyek toilet sekolah tidak masuk akal. Menurutnya, anggaran hingga Rp 166 juta untuk toilet sekolah itu berlebihan.

“Oh berlebihan sekali. Dengan anggaran Rp 166,5 juta, dengan spek bangunan seperti ini saya rasa tidak masuk di akal anggarannya seperti itu,” pungkasnya.

Sappe menilai anggaran proyek toilet itu fantastis. Dia lantas membandingkan anggarannya hampir setara dengan rumah subsidi yakni Rp 173 juta.

“Nah ini speknya yang kami lihat dan kemudian kami melihat memperbandingkan antara anggaran WC yang dibuat di sekolah-sekolah ini dengan bangunan rumah subsidi yang kurang lebih Rp 173 juta,” kata Sappe.

DPRD Parepare Bandingkan dengan Rumah Subsidi

Sappe menuturkan anggaran satu bangunan toilet sekolah itu hampir setara dengan harga rumah subsidi dengan luas bangunan yang lebih besar. Rumah subsidi dijual dengan lahan, sementara toilet itu hanya bangunan saja.

“Nah di mana titik persoalan ini, kalau rumah subsidi itu ada tanahnya, ada bangunannya. Sementara kalau bangunan WC seperti ini, itu hanya bangunannya yang ada nilainya. Nilai tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare, mengklaim anggaran proyek toilet sekolah Rp 166 juta sesuai standar bangunan pemerintah. Menurutnya, anggaran bangunan pemerintah beda dengan rumah pribadi.

“Memang kalau menurut pemahaman kita, dengan anggaran Rp 166 (juta) untuk bangunan pribadi itu memang dianggap mewah. Tapi ini kaitannya dengan bangunan pemerintah,” ungkap staf pelaksana teknis Disdikbud Parepare, Andi Iswahyudi kepada infoSulsel, Selasa (11/11).

Disdik Klaim Proyek Standar Bangunan Pemerintah

Menurut Iswahyudi, proyek bangunan toilet sekolah itu melalui mekanisme hitungan. Anggaran proyek itu juga sudah termasuk pajak PPN sebanyak 12,75%.

“Dari dasar itu kan ada mekanisme hitungan-hitungan yang kita lakukan. Sudah termasuk pajak di dalam. 11 persen PPN tambah 1,75. Jadi total 12,75%,” jelasnya.

Dia mengungkapkan, anggaran proyek pembangunan toilet sekolah itu disiapkan oleh Disdikbud. Kemudian besaran anggaran di setiap proyek itu diatur oleh konsultan perencana.

“Dinas ini kan cuma menyiapkan anggaran sekian miliar untuk berapa sekolah. Itu kan kami sudah petakan dalam pagu anggaran masing-masing per sekolah. Dari pagu itu lah nanti perencanaan dasarnya untuk menghitung apakah cukup ini atau tidak,” jelasnya.

Iswahyudi menjelaskan, proyek toilet Rp 166 juta itu sudah sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Dia mengklaim itu sudah sesuai dengan biaya pembangunan mulai bagian bawah, atas, hingga fasilitas di dalam toilet.

“Mulai dari bangunan bawah sampai ke atas. Memakan biaya memang ada beberapa. Jadi nanti di dalamnya ada 2 wastafel. Jadi sesuai apa yang tertuang dalam RAB,” pungkasnya.