Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkap 3 fakta terkait kasus sengketa lahan antara PT Hadji Kalla dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) di Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Nusron turut mempertanyakan proses eksekusi tanah seluas 16,4 hektare milik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) tersebut.
Hal itu disampaikan Nusron usai memimpin rapat koordinasi yang dihadiri sejumlah kepala daerah di Kantor Gubernur Sulsel, Kota Makassar, Kamis (13/11/2025). Nusron awalnya mengaku telah menerima surat balasan dari Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang menyebutkan bahwa tanah milik Jusuf Kalla tidak dieksekusi dan tidak dikonstatering.
“Isinya suratnya ini, menyatakan bahwa tanah Pak JK tidak dieksekusi dan tidak dikonstatering. Bahasanya begitu kurang lebih. Tapi yang menjadi pertanyaan, terus yang dieksekusi kemarin, tanahnya siapa?” kata Nusron kepada wartawan.
Nusron mempertanyakan lokasi eksekusi yang dilakukan karena berada di bidang yang sama berdasarkan catatan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nusron menilai ada kejanggalan dalam proses tersebut, sebab eksekusi dilakukan tanpa adanya konstatering sebelumnya.
“Tapi di pengadilan mengatakan tidak tanah Pak JK. Ini saya belum paham maknanya apa. Karena itu kami akan memerintahkan kepala kantor (BPN) untuk kirim surat lagi kepada pengadilan negeri untuk menunjukkan tentang peta-peta sama NIB yang ada,” tambahnya.
Nusron lalu membeberkan tiga fakta yang terjadi di lokasi sengketa. Salah satunya terkait kejanggalan proses eksekusi tanpa adanya konstatering sebelumnya.
“Fakta pertama, di atas tanah tersebut ada eksekusi pengadilan. Tapi eksekusinya tanpa konstatering. Ini fakta pertama. Fakta kedua, BPN sedang digugat TUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) oleh saudara Mulyono atas terbitnya sertifikat GMTD,” ujarnya.
“Fakta ketiga, di atas bidang tersebut juga ada sertifikat HGB atas nama PT Hadji Kala. Jadi 3 fakta ini. Ini yang kami surati, baru dijawab satu oleh Pengadilan bahwa tanah yang dieksekusi bukan tanahnya Pak JK. Nah terus tanah siapa? Wong bidangnya sama,” sambung Nusron.
Nusron menegaskan persoalan ini masih akan ditindaklanjuti untuk segera diselesaikan. Di sisi lain, Nusron juga menekankan persoalan ini menjadi pembelajaran untuk melakukan pembenahan.
“Maka dengan adanya kasusnya pak JK ini menjadi momentum. Momentum kepada bapak-bapak semua, masyarakat yang punya sertifikat, yang terbit tahun 1997 ke sini, sampai 1961, untuk segera didaftarkan ulang, dimutakhirkan,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, JK mengaku lahan tersebut dimiliki Hadji Kalla secara sah dengan sertifikat resmi. Dia menegaskan tanah itu telah dikuasai selama 30 tahun, tetapi kini muncul pihak lain yang mengaku sebagai pemilik.
“(Punya) sertifikat, dibeli, tiba-tiba ada yang datang, merekayasa, segala macam. Sok-sokan, pendatang lagi, tiba-tiba merampok. Mereka omong kosong semua,” kata JK saat meninjau langsung lokasi lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Rabu (5/11).
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
JK menegaskan Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan GMTD dalam perkara yang diklaim dimenangkan di pengadilan. Menurutnya, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan itu tidak memiliki dasar hukum yang sah dan hanya melakukan klaim sepihak.
“Kami tidak ada hubungan (persoalan) hukum dengan GMTD. Karena yang dituntut Manyombalang (Dg Solong). Itu penjual ikan kan? Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua. Itu permainan Lippo (Group), ciri Lippo begitu,” tuturnya.
JK juga menuding ada indikasi praktik mafia tanah di balik langkah GMTD tersebut. Dia menilai jika dirinya saja bisa menjadi korban, masyarakat kecil bisa lebih mudah dirampas haknya.
“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain,” pungkasnya.







