Warga Tolak Keras Perusahaan Tambang Gubernur Malut: Konsesi Caplok Sekampung baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

PT Bela Sarana Permai, perusahaan tambang pasir besi milik Gubernur Maluku Utara (Malut) Sherly Tjoanda rupanya mendapat penolakan keras dari warga Desa Wooi, Kabupaten Halmahera Selatan. Penolakan warga terjadi karena konsesi perusahaan tersebut mencaplok satu kampung.

“Kalau dilihat dalam peta itu, Desa Wooi ini masuk dalam izin konsesinya, nah sejak itu kami terus halangi, kami tolak,” ujar warga Desa Wooi, Elon (40) kepada infocom, Senin (24/11/2025).

Perusahaan tersebut diketahui telah memperoleh izin operasi produksi di Desa Wooi, Kecamatan Obi Timur, Halmahera Selatan. Izinnya dikeluarkan oleh bupati dan berlaku sejak 11 Juni 2018 hingga 11 Juni 2038.

“Kami dapat informasi kalau izin operasi produksi sudah diterbitkan. Dari situ masyarakat marah, kenapa izin produksi tiba-tiba terbit dan itu berlaku dari tahun 2018 sampai 2030 atau 2035 itu kalau tidak salah,” katanya.

Menurut Elon, sejak izin eksplorasinya diterbitkan oleh Kementerian ESDM pada 23 Februari 2010, PT Bela Sarana Permai belum melakukan kegiatan lapangan. Namun, pihak perusahaan beberapa kali kepergok warga sedang melakukan pengambilan sampel.

“Mereka datang tiba-tiba, lalu hanya ambil sampel di pantai. Tidak ada kejelasan, lalu masyarakat bertanya-tanya kebenaran izinnya ini seperti apa,” katanya.

Hal itu membuat warga sempat mencegat tim geologi yang diutus perusahaan saat mengambil sampel berupa pasir pantai pada 2011. Sampel yang diisi di dalam karung itu disita oleh warga.

“Saat itu mereka punya alasan ini kan nanti dites dulu, jika ada kandungan mineralnya yang bisa mendukung untuk dikelola, akan dikelola. Kalau tidak, perusahaan akan tidak beroperasi,” katanya.

“Tapi kami katakan tidak perlu karena kami tidak mau, jadi tidak perlu cek. Isi karung itu pasir yang diambil di pinggir pantai itu,” tambah Elon.

Setelah ditelusuri, areal konsesi perusahaan seluas 4.290 hektare mencaplok seluruh wilayah Desa Wooi. Mulai dari situ, warga terus mengawasi setiap pergerakan perusahaan.

“Kemudian kami telusuri, ternyata izinnya mencaplok satu kampung. Mulai dari situ, kehadiran mereka itu seakan-akan sembunyi-sembunyi, dan kami terus awasi. Jadi ketika mereka datang, kami usir terus,” ujarnya.

Pengusiran yang dilakukan warga terhadap manajemen perusahaan juga sempat terjadi pada 2023. Saat itu, komisaris perusahaan dan rombongan datang ke desa untuk menggelar pertemuan bersama warga.

“Mereka minta buat rapat resmi untuk sosialisasi, tapi semua masyarakat menolak. Masyarakat tidak mau karena sudah tahu kalau izin perusahaan itu letaknya di kampung, sehingga kami bersikeras menolak,” ujarnya.

Elon menjelaskan bahwa Desa Wooi secara geografis diapit oleh Sungai Wooi besar di sisi barat dan Sungai Wooi kecil di sisi timur. Namun, berdasarkan peta yang dilihat oleh warga, sungai tersebut juga masuk dalam areal konsesi dan dikhawatirkan akan berdampak pada perkebunan warga.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Iya, (sungai) masuk (konsesi), kena semua itu. Kena kalau dilihat dari peta izinnya itu. Kebun masyarakat kan di sekitar sungai itu. Orang masuk ke kebun lewat jalur sungai itu, dan warga di sini juga konsumsi air dari sungai itu,” ujarnya.

Menurut Elon, perusahaan juga sempat melakukan pendekatan lewat aparatur pemerintahan desa. Namun, Elon yang saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa Wooi membaca siasat tersebut.

“Waktu itu hampir terjadi seperti itu, tapi ada tekanan dari masyarakat. Karena saat itu saya masih menjabat sebagai ketua badan permusyawaratan desa, jadi saya baca situasi itu lalu saya dan kepala desa menolak itu,” katanya.

“Jadi kami secara kolektif berkomitmen tolak, baik itu dari tokoh agama, tokoh masyarakat, sampai pemerintah desa, itu semua menolak,” tegas Elon.

Karena bagi Elon, jika perusahaan benar-benar beroperasi, maka kondisi desa bakal lebih para dari Desa Kawasi saat ini. Karena areal konsesinya langsung di wilayah perkampungan.

“Di belakang kampung ini kebun semua. Kalau misalnya dia beroperasi, maka bukan saja kampung, tapi semua harta benda kami itu habis, kira-kira perusahaan bisa menjamin keberlangsungan hidup anak cucu kami, tidak mungkin,” imbuh Elon.

infocom sempat mengonfirmasi Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda terkait kekhawatiran warga atas keberadaan perusahaan tersebut. Namun Sherly menyebut perusahaannya belum ada kegiatan di lapangan.

“Itu belum ada kegiatan,” ucap Sherly singkat, tanpa menanggapi pertanyaan lanjutan terkait izin operasi produksi yang telah diterbitkan oleh bupati setempat.