Renungan Harian Katolik menjadi sarana rohani yang akrab bagi umat Katolik untuk menimba kekuatan iman setiap hari. Melalui bacaan Kitab Suci dan refleksi singkat, umat diajak untuk memahami sabda Tuhan, merenungkannya, serta menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Renungan Harian Katolik Sabtu, 27 Desember 2025 ini mengundang umat untuk menumbuhkan kasih yang hidup, agar iman tidak hanya berhenti pada pengetahuan, melainkan berbuah dalam kepekaan, pengharapan, dan kesetiaan mengikuti Kristus dalam keseharian.
Renungan Katolik 27 Desember 2025 mengangkat tema “Kasih Lebih Cepat ‘Melihat’ yang dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Emilia Sulistyo. Nah, artikel ini juga memuat informasi:
Sebelum membaca renungan harian hari ini baca terlebih dahulu sabda-sabda Tuhan lewat bacaan hari ini, antara lain:
Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup? Itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.
Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.
Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.
TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!
Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.
Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati.
Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.
Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur.
Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung.
Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya.
Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. (Yoh. 20:4)
Injil hari ini mengisahkan Maria Magdalena yang mengabarkan mengenai apa yang ia saksikan di makam Yesus kepada Petrus dan murid yang dikasihi Yesus. Kedua murid itu berlari bersama menuju makam, namun murid yang dikasihi Yesus sampai lebih dulu. Banyak tafsir menunjuk pada Rasul Yohanes sebagai murid yang dikasihi tersebut.
Peristiwa ini menampilkan dua karakter: seorang anak muda dan seorang yang dituakan. Dari segi fisik, anak muda tentu lebih unggul dan sampai ke makam lebih dulu. Namun, ia memilih untuk tidak langsung masuk, melainkan menunggu hingga yang dituakan masuk terlebih dahulu, lalu menyusul.
Injil menghadirkan dua sisi kehidupan rohani. Petrus melambangkan iman aktif dan otoritas Gereja, sementara Yohanes melambangkan kasih pribadi yang murni.
Kasih digambarkan sebagai semangat yang berlari lebih cepat menuju Kristus, tetapi tetap menghormati otoritas iman dengan menanti Petrus masuk terlebih dahulu.
Dengan demikian, kasih yang mendalam memungkinkan seseorang ‘melihat’ kebangkitan Kristus lebih cepat di dalam hati, meski bukti nyata belum tampak.
Namun, kasih tetap berjalan selaras dengan iman dan struktur Gereja.
Saat masih menjadi suster Loreto, Bunda Teresa sedang naik kereta untuk retret di Darjeeling. Dalam perjalanan itu, ia mendapat dorongan kuat untuk melayani orang-orang miskin di Kalkuta. Kasih membuatnya melihat dengan jelas penderitaan orang miskin di Kalkuta. Panggilan itu membuatnya mengajukan diri untuk keluar dari biara.
Seperti Yohanes yang menunggu Petrus, Bunda Teresa pun menunggu otoritas Gereja. Bunda Teresa tidak bergerak sebelum mendapatkan persetujuan Gereja. Ia menunggu setahun penuh sebelum diijinkan keluar dari biara dan memulai misinya. Setelah Gereja memberi ijin, barulah Bunda Teresa melangkah masuk pada penggilan Kristus dan dari situ lahirlah Missionaries of Charity.
Kasih membuatnya ‘melihat’ Kristus lebih cepat, dan ketaatan membuatnya menunggu lebih dulu, kemudian melangkah menuju panggilan hidupnya. Marilah kita belajar ‘kasih’ seperti Santo Yohanes dan Bunda Teresa. Perbuatan kasih akan memungkinkan kita ‘melihat’ misi hidup kita dan menjadi pribadi yang setia.
Tuhan Yesus, mampukan kami agar dapat mengasihi dan setia kepada-Mu. Bukakan mata batin kami untuk dapat mengenali kehadiran-Mu yang mendampingi kami. Curahkan kami dengan Roh Kudus-Mu sehingga kami mampu mengasihi tanpa syarat. Santo Yohanes, doakanlah kami. Bunda Teresa, doakanlah kami. Amin.
Santo Yohanes Rasul, anak Zebedeuz (Mrk 1:19 dst) berasal dari Betsaida, sebuah dusun nelayan di pantai tasik Genesareth. Ia sendiri seorang nelayan Galilea. Ayahnya Zebedeus, seorang nelayan yang tergolong berkecukupan. Ibunya Salome tergolong wanita pelayan dan pengiring setia Yesus, bahkan sampai ke bulit Kalvari dan kubur Yesus.
Bersama dengan saudaranya Yakobus dan Petrus, Yohanes termasuk kelompok rasul inti dalam bilangan keduabelasan; ia bahkan disebut sebagai murid kesayangan Yesus (Yoh 21:20). Mereka bertiga (Yohanes, Yakobus dan Petrus) adalah saksi peristiwa pembangkitan puteri Yairus (Mrk 5:37 dst); saksi peristiwa perubahan rupa Yesus di gunung Tabor (Mrk 9:2 dst) dan saksi peristiwa sakratul maut dan doa Yesus di taman Getzemani (Mrk 14:33). Bersama Andreas, Yohanes adalah murid Yohanes Pemandi (Yoh 1:40). Yohanes Pemandi-lah yang menyuruh mereka berdua pergi kepada Yesus dan bertanya: “Rabbi, di manakah Engkau tinggal? (Yoh 1:36-39).
Putera-putera Zebedeus itu terbilang kasar. oleh karena itu mereka dijuluki ‘putera-putera guntur’. Bersama Yakobus kakaknya, Yohanes meminta kepada Yesus dengan perantaraan ibunya, agar mereka boleh duduk di sisi kanan-kiri Yesus di dalam kerajaan-Nya nanti. Keduanya pun berani berjanji akan meminum piala sengsara untuk memperoleh hal yang dipintanya itu; tetapi Yesus menjawab bahwa hal itu adalah urusan Bapa-Nya di surga (Mrk 10:35-41).
Nama Yohanes tidak disebutkan di dalam Injil ke-4. Hanya di dalam bab 21, yang secara umum dianggap sebagai tambahan dari waktu kemudian, ditemukan ungkapan “para putera Zebedeus.” Demikian pula ungkapan yang mengatakan “murid yang dicintai Yesus” (ay. 20) baru muncul pada bab 13. Di dalam jemaat purba, Yohanes menempati satu kedudukan sebagai pemimpin (Kis 3-8). Paulus menjuluki dia sebagai “tiang agung/sokoguru Gereja” (Gal 2:9). Di dalam daftar keduabelasan rasul, kedudukannya langsung berada di belakang Petrus. Di dalam tradisi yang lebih muda, ia dikenal sebagai penulis Kitab Wahyu dan Surat-surat pertama sampai Ketiga Yohanes. Menurut Wahyu 1:9 ia tinggal di pulau Patmos. Ireneus menulis bahwa Yohanes tinggal dan wafat di Efesus.
Yohanes adalah murid Yesus yang paling setia, bahkan berani mengikuti Yesus sampai ke gunung Kalvari dan mendampingi Bunda Maria sampai di bawah kaki salib Yesus. Di bawah kaki salib itulah ia diserahi tugas oleh Yesus menjadi pengawal Bunda Maria (Yoh 19:27). Sejak Pentekosta ia bekerja bersama dengan Petrus, baik di Yerusalem maupun di Samaria untuk mencurahkan Roh Kudus kepada orang-orang yang baru dipermandikan.
Kira-kira pada tahun 60 ia pergi ke Asia Kecil dan menjadi Maha uskup di kota Efese. Dalam Kitab Wahyu diterangkannya bahwa la dibuang ke pulau Patmos karena agama dan ajarannya. Sepulangnya ke Efese ia mengarang Injilnya. Dari buah karangannya kita dapat mengatakan bahwa Yohanes adalah seorang teolog yang karangan-karangannya berisi refleksi dan ajaran teologis yang mendalam tentang Yesus dan karya perutusan-Nya.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, kotbah Yohanes hanyalah berupa wejangan-wejangan singkat yang sama saja: “Anak-anakku, cobalah kamu saling mencintai.” Atas pertanyaan orang-orang serani, mengapa ajarannya selalu yang sama saja, ia menjawab: “Sebab itulah perintah Tuhan yang utama dan jikalau kamu melakukannya, sudah cukuplah yang kamu perbuat.” Santo Yohanes adalah Rasul terakhir yang meninggal dunia kira-kira pada tahun 100 pada masa pemerintahan Kaisar Trayanus.
Demikian renungan harian Katolik Sabtu, 27 Desember 2025. Tuhan Yesus memberkati!







