Puasa Arafah merupakan salah satu amalan yang dianjurkan bagi umat muslim. Banyak orang melaksanakannya untuk menambah amal ibadah menjelang Idul Adha.
Lantas, puasa Arafah wajib atau sunnah?
Nah, sebelum mengamalkannya, penting untuk memahami hukum puasa Arafah dalam pandangan Islam terlebih dahulu. Dengan mengetahui hukumnya, kita bisa memastikan bahwa ibadah yang dilakukan benar dan sesuai tuntunan dalam syariat.
Agar tidak salah paham, yuk simak penjelasan lengkap mengenai hukum puasa Arafah di bawah ini!
Mengutip buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI, puasa Arafah hukumnya sunnah, yakni jika dilakukan mendapat pahala, tetapi jika tidak mengerjakannya, maka tidak mendapat dosa. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي قتادة قال : إن النبي صلى الله سئل عن صوم يوم عرفة فقال: يكفر السنة الماضية والسنة الباقية
Artinya: “Dari Abi Qatadah berkata: sesungguhnya Nabi Muhammad saw pernah ditanya tentang puasa hari arafah, beliau bersabda: ia dapat membebaskan dosa lalu dan dosa yang akan datang.” (HR. Muslim).
Perlu diketahui, puasa ini hanya disunnahkan bagi mereka yang tidak sedang berhaji. Adapun bagi jemaah haji tidak dianjurkan untuk berpuasa.
Menurut buku Tata Cara dan Tuntunan Segala Jenis Puasa karya Nur Solikhin, niat untuk puasa Arafah secara umum hampir sama dengan niat puasa lainnya. Perbedaan utamanya hanya terdapat pada penyebutan jenis puasa yang dilakukan.
Berikut adalah bacaan niat puasa Arafah:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Latin: Nawaitu shauma ‘arafata sunnatan lillaahi ta’aalaa.
Artinya: “Saya berniat puasa ‘arafah sunnah karena Allah.”
Dikutip dari buku Rahasia Puasa Sunnah karya Ahmad Syahirul Alim Lc MPd, puasa Arafah memiliki banyak keutamaan bagi siapa saja yang mengamalkannya. Oleh karena itu, setiap muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan berupaya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala pada hari-hari tersebut.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامِ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ الله وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Artinya: “Tidak ada hari-hari yang amal saleh padanya lebih dicintai Allah dari hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama (Dzulhijjah)”, para sahabat bertanya: “Tidak juga jihad wahai Rasulullah?” Ia menjawab: “Tidak juga jihad, kecuali seorang yang keluar (berjihad) dengan harta dan jiwanya, kemudian tidak satu pun yang kembali.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Dikisahkan bahwa Said bin Jubair RA selalu beribadah dengan keras tiap sepuluh hari pertama Dzulhijjah hingga puncak kemampuannya. Rasulullah SAW bahkan menganjurkan kepada kita untuk banyak membaca tahlil, tahmid, dan takbir.
Dalam hadits riwayat Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلى اللهِ فِيهِنَّ الْعَمَلُ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، فَأَكْثَرُوا فِيهِنَّ التَّكْبِيرُ وَالتَّهْلِيلُ وَالتَّحْمِيدُ
Artinya: “Tidak ada hari-hari yang paling agung di sisi Allah dan paling dicintai amalan padanya, selain ayyamul-‘asyr (sepuluh hari pertama Dzulhijjah) maka perbanyaklah padanya tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.” (HR. Thabrani)
Mengutip buku Panduan Puasa oleh Fakhrizal Idris, puasa Arafah dilaksanakan pada Hari Arafah yaitu 9 Dzulhijjah. Dengan demikian, puasa Arafah hanya dilaksanakan selama 1 hari setiap 9 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah.
Berdasarkan hasil sidang isbat awal Dzulhijjah 1446 H oleh Kemenag RI, ditetapkan bahwa 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Rabu, 28 Mei 2025. Maka dari itu, puasa Arafah 9 Dzulhijjah tahun ini bertepatan dengan Kamis, 5 Juni 2025.
Demikianlah ulasan mengenai ‘puasa Arafah wajib atau sunnah?’. Semoga membantu, ya!