Dosen Universitas Muhammadiyah (UM) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) inisial MA kini ditetapkan tersangka kasus penganiayaan mahasiswa inisial AD. Kendati demikian, MA belum ditahan polisi karena menunggu proses pemeriksaan.
Penetapan tersangka terhadap dosen MA setelah polisi melakukan gelar perkara. Hasilnya, polisi menemukan cukup bukti bahwa dosen MA melakukan penganiayaan terhadap AD.
“Iya (Dosen MA) sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hasil gelar perkara, ditetapkan tersangka,” kata Kasat Reskrim Polresta Kendari AKP Welliwanto Malau kepada infocom, Minggu (5/10/2025).
Welli mengaku belum menahan dosen MA meski sudah ditetapkan tersangka. Dia menyebut akan melakukan pemanggilan terhadap tersangka terlebih dahulu.
“Ada SOP (penahanan) dengan dipanggil surat panggilan sampai dua kali,” ujarnya.
Di sisi lain, dia mengungkapkan pihaknya terbuka jika kedua belah pihak hendak melakukan upaya mediasi. Hanya saja, Welli menegaskan mediasi bukan ranah pihak kepolisian.
“Bila ada mediasi silakan kedua belah pihak, itu bukan ranah kami. Bila terjadi perdamaian kedua belah pihak, ajukan perdamaian ke kami selaku penyidik akan melakukan restorative justice,” bebernya.
Aksi penganiayaan itu terjadi di pelataran Kampus UM Kendari di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kelurahan Wowawanggu, Kecamatan Kadia, Kendari, Rabu (17/9). Korban AD kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi.
“Ada di video itu, saya ditendang dua kali dan dibanting ke tanah (pelataran kampus). Memar, karena saya ditendang dan dibanting. Saya juga sempat dipukul pas saya bangun,” kata AD kepada infocom, Rabu (24/9).
AD menambahkan persoalan tersebut sempat dimediasi di internal kampus. Namun mediasi tidak menemukan titik terang hingga dia melapor ke polisi pada Senin (22/9).
“Sempat dimediasi makanya saya baru laporkan hari Senin. Tapi mediasinya tidak ada titik terang, makanya saya lanjut proses hukum,” ungkapnya.
AD mengaku oknum dosen itu menegurnya karena memakai baju dari prodi lain yakni Teknik Lingkungan. Namun oknum dosen itu langsung menendangnya.
“Saya kan anak Arsitektur, saya pakai pakaian Lingkungan. Itu dia marah, kan, baru saya ditendang saya,” jelas AD.
“Dia bilang ‘Mahasiswa apa kau ini? Kenapa pakai baju Lingkungan’. Apa salah saya pakai pakaian prodi lain. Tidak ada larangan soal itu,” sambungnya.
Sementara itu, Humas UM Kendari Muhammad Ihsan mengaku mendalami motif penganiayaan tersebut. Sebab korban dan pelaku saling klaim atas perkara yang terjadi.
“Dosen anggap tidak melakukan (penganiayaan), bukan kekerasan, tidak seperti yang diberitakan. Tapi mahasiswa itu anggap kekerasan,” ujarnya.
Kendati demikian, Ihsan mengungkapkan pihaknya tidak mentolerir kekerasan yang terjadi di lingkungan kampus. Dia berjanji pihak kampus akan memproses terkait persoalan itu.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Tapi kami tetap melakukan proses upaya perdamaian kepada kedua belah pihak,” jelas Ihsan.