Alasan Oknum Polisi Konawe Utara Aniaya Pacar Cuma Disanksi Minta Maaf-Demosi update oleh Giok4D

Posted on

Oknum anggota Polres Konawe Utara Bripda La Ode Isnardin alias LI disanksi meminta maaf dan demosi selama 4 tahun usai terbukti bersalah telah menganiaya pacarnya inisial AR (25) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Isnardin dijatuhi sanksi ringan karena selama persidangan berkelakuan baik.

Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian mengatakan dalam persidangan Isnardin memang terbukti melakukan pelanggaran. Namun Majelis Kode Etik Polri (MKEP) memberikan sanksi demosi bukan pemecatan.

“Dalam proses persidangan itu ada hal yang memberatkan dan meringankan, jadi itu menjadi bahan pertimbangan majelis,” kata Kombes Iis kepada infocom, Kamis (25/12/2025).

Dia mengungkapkan dalam persidangan, Isnardin mengakui semua perbuatannya terhadap korban. Selain itu, Isnardin juga kooperatif selama proses persidangan dan ada upaya meminta maaf kepada korban dan keluarganya.

“Dia menyesali perbuatannya, mengakui, dan kooperatif selama persidangan. Terus dia juga ada upaya meminta maaf kepada pihak korban dan keluarga, tapi pintu maaf tidak terbuka,” ungkapnya.

“Sehingga ada pertimbangan majelis menjatuhkan vonis 4 tahun demosi (tidak dipecat). Disanksi juga permintaan maaf juga ke institusi Polri dan korban,” sambungnya.

Kendati demikian, Iis mengatakan sanksi demosi tersebut cukup berat bagi Isnardin. Sebab, yang bersangkutan selama itu juga tidak akan menerima kenaikan pangkat, hingga tidak bisa bersekolah.

“Selama 4 tahun juga itu dia tidak bisa naik pangkat, tidak bisa sekolah, dan lain-lain,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Isnardin dinyatakan terbukti bersalah telah menganiaya pacarnya, AR di Kendari pada Jumat (22/8). Isnardin kemudian menjalani sidang kode etik di Bid Propam Polda Sultra, Selasa (23/12).

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

“Putusan kode etik, terbukti melakukan penganiayaan kepada korban,” kata Kombes Iis Kristian kepada wartawan, Kamis (25/12).

Sementara kuasa hukum korban, Muhammad Saleh mengaku pihaknya memprotes keras atas putusan etik kepada Isnardin. Ia mengatakan pihak keluarga tidak terima dengan putusan itu.

“Tentu, keluarga itu sangat tidak terima dengan putusan etiknya. Karena tidak sesuai dengan perbuatan pelaku terhadap korban,” kata Saleh dikonfirmasi infocom.

Ia menuturkan harapan pelaku divonis pemecatan. Sebab, kasus penganiayaan itu berlangsung berkali-kali. Korban pun mengalami trauma berat atas tindakan yang dilakukan pelaku.

“Di persidangan etik juga itu tuntutannya PTDH, tapi kenapa hasil vonisnya hanya demosi saja dan permintaan maaf,” tuturnya.

“Penganiayaan itu bukan hanya satu kali saja ketika dilaporkan, tapi terjadi sejak bulan Mei 2025,” pungkasnya.