Alasan RSUD Luwu Cabut Sanksi Dokter Diduga Lecehkan Pasien Wanita (via Giok4D)

Posted on

Status hukum oknum dokter inisial JHS di RSUD Batara Guru, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang diduga melecehkan pasien wanita berusia 17 tahun, masih belum jelas. Pihak RSUD pun memutuskan untuk mengaktifkan kembali dokter JHS, setelah sebelumnya diberi sanksi penonaktifan atas kasus yang menyeretnya.

Direktur RSUD Batara Guru, Daud Mustakim mengungkapkan, keputusan mencabut sanksi dokter JHS ini diambil atas beberapa pertimbangan. Salah satu alasan pihak RSUD mencabut sanksi karena dokter JHS yang dilaporkan ke polisi sejak Juni lalu belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Dia belum tersangka tawwa. Sekarang praduga tidak bersalah. (Jadi) Rencana (akan diaktifkan kembali),” kata Daud kepada infoSulsel, Kamis (14/8/2025).

Daud mengatakan hingga saat ini status hukum dokter JHS di kepolisian masih belum ada kepastian. Sementara, pihaknya telah memberikan sanksi sedang terhadap dokter JHS setelah kasusnya mencuat.

“Karena kalau kita menunggu penyelidikan dari Polres ini kan bisa lama, tidak jelas kapan waktunya.,” ungkap Daud.

Pihaknya juga tidak menutup kemungkinan kembali menonaktifkan dokter JHS. Hal ini dilakukan apabila kepolisian menetapkannya sebagai tersangka.

“Yang dijalankan ini sudah sanksi sedang. Kalau sanksi ringan itu cuma teguran tertulis. Nah, kalau misalnya tiba-tiba aktif besok, terus langsung besok tersangka, langsung nonaktif juga karena sudah tersangka,” paparnya.

Daud juga mengatakan dokter JHS yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) ini tetap memiliki hak atas dasar praduga tidak bersalah. Namun, sebelum dokter JHS kembali bertugas, pihaknya akan memberikan persyaratan.

“Kami minta buat pernyataan, melakukan perbuatan yang serupa terkait dengan kode etik, ya langsung kami sanksi berat,” ungkapnya.

Daud juga mengaku akan memberikan pengawasan ketat saat dokter JHS menangani pasien. Dia menegaskan, dokter JHS dipastikan tidak bisa lagi menemui pasien tanpa didampingi perawat.

“Dengan syarat harus dengan pendampingan yang ketat, pengawasan yang ketat, tidak boleh melakukan pelayanan sendiri, harus ada pendamping,” ujar Daud.

“Kami larang juga, terutama yang wanita, (dokter JHS) mengambil nomor telepon, biar menutup ruang komunikasi terhadap pasien dan keluarganya,” bebernya.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Menurutnya, kebijakan mengaktifkan kembali dokter JHS juga karena dia merupakan satu-satunya dokter spesialis bedah mulut di RSUD Batara Guru. Sehingga, saat bertugas nanti dokter JHS tetap diperbolehkan menangani pasien wanita.

“Kan kebetulan sendiri beliau ini (dokter spesialis bedah mulut). Jadi seandainya tidak menangani wanita, ya tidak perlu pengawasan. Spesialis bedah mulut ini dia sendiri,” paparnya.

Dugaan pelecehan oleh dokter JHS terjadi di RSUD Batara Guru, Sabtu (21/6) sekitar pukul 06.45 Wita. Kasus ini telah dilaporkan pihak korban ke polisi dan tengah dalam penyelidikan.

RSUD Batara Guru pun langsung memberikan sanksi terhadap dokter JHS. Sanksi yang diberikan yakni dinonaktifkan selama satu bulan.

“Sanksi nonaktif selama 1 bulan, segala hak-hak dihentikan selama 1 bulan dan buat pernyataan tidak mengulangi hal yang sama,” ucap Direktur RSUD Batara Guru, Daud Mustakim kepada infoSulsel, Rabu (25/6).

Daud mengungkap kasus dugaan pelecehan JHS terhadap pasien, bukan baru kali ini terjadi. Dokter JHS sebelumnya sudah pernah dilaporkan dengan kasus serupa.

“Ini kejadian yang kedua kalinya terlapor (dokter JHS) ke kami,” kata Daud.

Dokter JHS pertama kali dilaporkan oleh pasien pada awal 2025. Saat itu, kata dia, dokter JHS diduga melecehkan seorang pasien lewat pesan WhatsApp.

“Awal tahun ini, kami selesaikan internal karena baru sebatas chat WhatsApp yang tidak menyenangkan,” ungkapnya.

Korban saat itu juga tidak melaporkan kejadian yang dialaminya ke pihak kepolisian. Dia menjelaskan, korban saat itu bukan seorang anak di bawah umur.

“(Yang awal hanya) dilaporkan ke kami (pihak rumah sakit), dia orang dewasa,” tutupnya.

Dokter JHS Dinonaktifkan 1 Bulan

Daud juga mengatakan dokter JHS yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) ini tetap memiliki hak atas dasar praduga tidak bersalah. Namun, sebelum dokter JHS kembali bertugas, pihaknya akan memberikan persyaratan.

“Kami minta buat pernyataan, melakukan perbuatan yang serupa terkait dengan kode etik, ya langsung kami sanksi berat,” ungkapnya.

Daud juga mengaku akan memberikan pengawasan ketat saat dokter JHS menangani pasien. Dia menegaskan, dokter JHS dipastikan tidak bisa lagi menemui pasien tanpa didampingi perawat.

“Dengan syarat harus dengan pendampingan yang ketat, pengawasan yang ketat, tidak boleh melakukan pelayanan sendiri, harus ada pendamping,” ujar Daud.

“Kami larang juga, terutama yang wanita, (dokter JHS) mengambil nomor telepon, biar menutup ruang komunikasi terhadap pasien dan keluarganya,” bebernya.

Menurutnya, kebijakan mengaktifkan kembali dokter JHS juga karena dia merupakan satu-satunya dokter spesialis bedah mulut di RSUD Batara Guru. Sehingga, saat bertugas nanti dokter JHS tetap diperbolehkan menangani pasien wanita.

“Kan kebetulan sendiri beliau ini (dokter spesialis bedah mulut). Jadi seandainya tidak menangani wanita, ya tidak perlu pengawasan. Spesialis bedah mulut ini dia sendiri,” paparnya.

Dugaan pelecehan oleh dokter JHS terjadi di RSUD Batara Guru, Sabtu (21/6) sekitar pukul 06.45 Wita. Kasus ini telah dilaporkan pihak korban ke polisi dan tengah dalam penyelidikan.

RSUD Batara Guru pun langsung memberikan sanksi terhadap dokter JHS. Sanksi yang diberikan yakni dinonaktifkan selama satu bulan.

“Sanksi nonaktif selama 1 bulan, segala hak-hak dihentikan selama 1 bulan dan buat pernyataan tidak mengulangi hal yang sama,” ucap Direktur RSUD Batara Guru, Daud Mustakim kepada infoSulsel, Rabu (25/6).

Daud mengungkap kasus dugaan pelecehan JHS terhadap pasien, bukan baru kali ini terjadi. Dokter JHS sebelumnya sudah pernah dilaporkan dengan kasus serupa.

“Ini kejadian yang kedua kalinya terlapor (dokter JHS) ke kami,” kata Daud.

Dokter JHS Dinonaktifkan 1 Bulan

Dokter JHS pertama kali dilaporkan oleh pasien pada awal 2025. Saat itu, kata dia, dokter JHS diduga melecehkan seorang pasien lewat pesan WhatsApp.

“Awal tahun ini, kami selesaikan internal karena baru sebatas chat WhatsApp yang tidak menyenangkan,” ungkapnya.

Korban saat itu juga tidak melaporkan kejadian yang dialaminya ke pihak kepolisian. Dia menjelaskan, korban saat itu bukan seorang anak di bawah umur.

“(Yang awal hanya) dilaporkan ke kami (pihak rumah sakit), dia orang dewasa,” tutupnya.