Seorang aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Sosial (Kemensos) inisial SM menjadi tersangka kasus dugaan korupsi BPNT di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 4,8 miliar.
“Untuk saat ini Satreskrim Polres Enrekang telah menetapkan 1 orang tersangka inisial SM. Adapun SM adalah penyelenggara negara atau ASN, yang diberi tugas untuk memonitor dan mengawasi pelaksanaan program,” kata Kasat Reskrim Polres Enrekang Iptu Herman kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).
Herman mengungkap tersangka SM menjabat sebagai Koordinator Daerah Program BPNT di bawah Kemensos. Dia mengatur pelaksanaan program BPNT di Enrekang dengan menentukan sendiri jenis hingga harga bantuan.
“Pelaku memanfaatkan kewenangannya untuk mengatur jenis, harga, dan supplier bahan pangan secara sepihak,” paparnya.
Tersangka diketahui menginisiasi penunjukan langsung supplier tanpa prosedur resmi. Tidak hanya itu, tersangka juga mengatur sendiri jenis dan harga bahan pangan, lalu memaketkannya tanpa memperhatikan hak dan kebebasan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Hasil penyelidikan mengungkap tersangka bersama pihak supplier melakukan pemaketan bahan pangan bantuan sosial tanpa memperhatikan hak dan kebebasan KPM. Penyaluran bantuan pun hanya dilakukan melalui agen E-Warong yang telah ditentukan, sehingga menutup peluang pembelian di tempat lain,” bebernya.
Awalnya, Kemensos telah menggelontorkan dana bantuan sosial senilai lebih dari Rp 4,2 miliar pada tahun 2019 yang diperuntukkan bagi masyarakat penerima manfaat di Enrekang. Namun, dana tersebut justru dimanfaatkan oleh tersangka untuk membuat inisiasi penunjukan supplier, yang kemudian mengatur sendiri harga dan jenis bahan pangan tanpa prosedur yang sah.
“Pemaketan ini mengakibatkan terjadinya selisih harga dari nilai bantuan yang seharusnya diterima masyarakat. Bahkan, terdapat bahan makanan yang dilarang untuk disalurkan justru masuk dalam komposisi paket, serta ditemukan adanya praktik mark up harga bahan pangan yang jelas-jelas merugikan negara dan masyarakat,” terangnya.
Penyaluran pada tahun 2019, lanjut Herman, dengan pagu anggaran lebih dari Rp 4,2 miliar, melalui suplayer berinisial UD HTK, sementara pada tahun 2020 dengan nilai anggaran mencapai Rp 4,3 miliar, melalui suplayer berinisial CV AAM. Adapun isi bantuan meliputi beras, telur, ayam, ikan kaleng dan bandeng segar, dengan indeks bantuan antara Rp 110.000 hingga Rp 200.000 per KPM.
“Pemaketan bahan pangan, penunjukan langsung supplier, serta pemberian fee kepada pihak-pihak tertentu merupakan bentuk pelanggaran hukum dan tidak sesuai Pedoman Umum penyaluran bantuan sosial,” tambahnya.
Dari hasil perhitungan, negara mengalami kerugian sebesar Rp 4,8 miliar. Dan atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 dan 64 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.