Curhat Eks Pegawai PDAM Makassar Terimpit Ekonomi Usai Kena PHK Massal

Posted on

Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pegawai kontrak Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), membuat para mantan pegawai kini was-was. Mereka khawatir akan terimpit masalah ekonomi setelah tidak lagi memiliki pekerjaan.

Syahrul salah satu mantan pegawai yang mulai merasakan dampak PHK massal tersebut. Dia awalnya mengaku menerima SK pemberhentian secara tiba-tiba pada 28 Mei lalu tanpa surat peringatan sebelumnya.

Dia menilai kebijakan PHK massal ini keliru sebab dilakukan tanpa evaluasi kinerja. Bahkan, dia merasa kebijakan itu tidak transparan karena yang di PHK justru pegawai yang punya peran vital.

“Kalau saya kurang tepat karena tanpa melihat hasil kerja teman-teman karena langsung secara sepihak. Kita tahu mi kalau tidak ada pengurus (orang dalam) pasti itu yang tergeser semua, rata-rata ujung tombak yang tergeser, itu saya bilang rata-rata yang tinggal (bertahan) admin di kantor,” kata Syahrul kepada infoSulsel, Sabtu (31/5/2025).

Syahrul telah bekerja selama tiga tahun di bagian teknis yakni pengerjaan pipa besar. Dia pun merasa pekerjaannya di lapangan selama ini sangat berat, namun justru menjadi korban PHK.

“Kita tahu mi kalau di ujung tombak itu, pekerjaan pipa besar semua, terkadang 3 hari sampai 4 hari tidak pulang-pulang kalau ada bocor,” katanya.

Sebagai kepala keluarga, kini dia khawatir dengan kebutuhan sehari-harinya. Terutama membayar cicilan rumah dan biaya sekolah anak-anaknya.

“Sementara cari sampingan tapi belum ada ini. Masalahnya ini mana pembayaran rumah, cicilan, baru anak-anak sudah mau masuk sekolah. Bukan ji dibilang mengeluh tapi mau diapa,” jelasnya.

Umbar Joko Nasrioni juga merasakan hal yang sama. Akibat PHK tersebut, ia kini harus putar otak agar bisa tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya hingga berencana menjadi ojek online (ojol).

“Apalagi di umur juga sekarang yang sudah 47 (tahun) baru kena PHK sepihak, yang saya tidak terimanya begini, saya kan kontrak kerjaku berakhir nanti tahun depan bulan 3,” ucap Umbar kepada infoSulsel, Senin (2/6).

“Rencana mau daftar jadi ojol mau perpanjang dulu SIM. Sisa itu tujuan kita karena kita ini orang kecil, usia juga sudah tidak muda lagi,” tambah Umbar.

Pilihan menjadi ojol terpaksa diambil untuk menyambung hidup bersama keluarganya. Apalagi dia juga tinggal bersama orang tua dan dua anak.

“Saya punya istri, ada orang tua, ada anak. Cicilan motor, masih kontrak rumah. Seandainya di sampai tahun depan ya mungkin masih bernafas, masih ada cicilan motor, bayar kontrak rumah,” jelasnya.

Di sisi lain, Umbar mengaku heran sebab surat keputusan (SK) perpanjangan kontraknya baru diperbarui pada Maret lalu. Status kepegawaiannya juga baru dinaikkan menjadi 80 persen.

“SK perpanjangan saya habis tanda tangan di bulan 3 kemarin. Terus ada SK ku lagi pengangkatan 80 (persen), masuk namaku, tapi dibatalkan lagi. Itu yang saya kecewa,” kata Umbar.

Dia juga mempertanyakan pelaksana tugas (Plt) Dirut PDAM Hamzah Ahmad yang baru diangkat langsung melakukan PHK massal. Menurutnya, seorang Plt tidak bisa melakukan pemutusan kontrak pegawai berdasarkan Permendagri.

Umbar mengungkapkan, dirinya bersama para pegawai kontrak lainnya menerima surat pemecatan secara tiba-tiba pada 28 Mei. Saat itu, dia masih berada di lapangan bekerja sebagai petugas pencatat meteran air.

“Saya lagi kerja di lapangan, saya kan pembaca meter, yang catat-catat meter PDAM, lagi kerja, lagi selesaikan sisa-sisa meteran yang belum saya foto, terus saya antar-antar tertagihan, lagi panas-panasnya kita ini kasian keliling-keliling, tiba-tiba dari kantor ada pemberitahuan yang seperti itu,” ujar Umbar.

Dia juga merasa kebijakan direksi PDAM ini diskriminatif. Pasalnya, sejumlah pegawai kontrak lainnya masih dipertahankan.

“Dari 209 orang kita ini yang kena PHK, masih ada sisa 90 orang yang belum kena juga. Jadi banyak teman-teman kecewa masa 90 orang masih di sisa sementara mereka kontrak juga,” katanya.

“Seharusnya kan kalau memang mau adil satu kali semua jangan ada yang di-sisa, disimpan-simpan, seolah-olah ini, kita tahu sendiri di PDAM tidak ada dekkeng setengah mati,” imbuhnya.

Sementara yang dipertahankan, lanjut Umbar, adalah pegawai yang kontraknya berakhir pertengahan tahun ini. Sementara dirinya, kontraknya berakhir tahun depan.

“Iya ada diskriminasi, contoh ada beberapa di kantor ini, di wilayah saya di Cendrawasih, ada teman yang sudah habis masa kontraknya bulan 5, masih lanjut, dia dia tidak dikena. Sementara saya ini yang tahun depan bulan 3 dikena, kan tidak adil, ada apa ini? Diskriminasi,” katanya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Mantan pegawai lainnya inisial A (43), turut menyayangkan kebijakan PDAM Makassar. Atas kebijakan yang tiba-tiba itu, ia kini dibuat pusing untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Masih pusing ini cari cara untuk kebutuhan sehari-hari,” kata A (43) kepada infoSulsel, Senin (2/6).

Sebagai kepala rumah tangga, dia mengaku bekerja sebagai pegawai PDAM adalah satu-satunya sumber penghasilan keluarga. Saat ini, dia tinggal bersama istri, anak, dan mertuanya.

“Anak dua, yang satu sudah naik kelas dua SMP, yang kecil naik kelas tiga SD. Iya, cuma saya (yang bekerja) dan ada lagi mertua (tinggal di rumahnya),” jelasnya.

Selama ini, lanjutnya, dia menerima honor sebanyak Rp 2,4 juta sebagai tenaga kontrak di PDAM Makassar. Meski di bawah upah minimum, gajinya itu masih bisa dicukupkan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Saya teknik lapangan, kerja kebocoran, kalau ada pipa yang bocor, kita yang turun di got, di dalam tanah menggali,” ucapnya.

Harapan ekonomi keluarganya membaik sempat ada saat dirinya menerima SK sebagai calon pegawai tetap pada Maret lalu. Sayangnya, SK itu dibatalkan sebelum dirinya menerima kenaikan gaji hingga kini telah di-PHK.

“Kita tahu lah keadaan bagaimana, istri di rumah kasihan lihatnya, anak-anak juga, belum bisa saya jawab pertanyaannya kenapa berhenti kerja. Belum bisa saya jawab pertanyaannya anak-anak,” katanya dengan suara lirih.

Dia kini masih berusaha mencari kerja meski tidak mudah lagi karena batas usia. Pria yang kini sudah menginjak usia 43 tahun ini hanya berharap ada kenalannya siap menerimanya bekerja.

“Untuk sekarang masih telepon-teleponan sama teman-teman siapa tahu ada kerjaan di tempatnya atau di mana,” harapnya.

Untuk diketahui, PDAM Makassar mulai melakukan pemutusan PHK pegawai kontrak secara bertahap. Langkah itu diambil usai PDAM disebut mengalami kerugian hingga Rp 2,1 miliar imbas perekrutan yang tidak sesuai prosedur.

Eks Pegawai Putar Otak Cari Pekerjaan

Pusing Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *