Dalih Pemkot Parepare Bangun Toilet Rp 166 Juta Nyaris Seharga Rumah Subsidi | Info Giok4D

Posted on

DPRD Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengkritik pembangunan toilet sekolah senilai Rp 166 juta tiap unit yang dianggap nyaris setara harga rumah subsidi. Pemkot Parepare berdalih anggaran proyek tersebut sudah sesuai perencanaan demi mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Diketahui, Pemkot Parepare membangun 21 toilet yang tersebar di 13 SD dan 8 SMP. Dilansir dari laman Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), proyek itu diadakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dengan nilai pagu dimulai Rp 163,9 juta hingga Rp 166,8 juta.

Namun kehadiran toilet itu membuat Wakil Ketua Komisi II DPRD Parepare Sappe kecewa saat melakukan sidak di SDN 3 Parepare, Selasa (11/11/2025). Sappe menilai spesifikasi bangunan toilet berukuran 4×4 meter persegi di sekolah tersebut tidak setara dengan anggaran yang dikucurkan.

“Nah dengan besaran (bangunan toilet sekolah) seperti ini, tentunya dengan anggaran Rp 166 juta itu sudah kelewatan terlalu banyak. Kami anggap itu terlalu banyak,” ungkap Sappe kepada infoSulsel di lokasi.

Sappe lantas membandingkan proyek toilet yang harganya hampir menyamai rumah subsidi sekitar Rp 173 juta. Dia menganalogikan demikian karena menganggap proyek toilet sekolah bermasalah dari segi nilai kebermanfaatan bangunan.

“Kami melihat memperbandingkan antara anggaran WC yang dibuat di sekolah-sekolah ini dengan bangunan rumah subsidi yang kurang lebih Rp 173 juta,” tuturnya.

Menurut Sappe, seseorang yang yang membeli rumah subsidi sudah bisa mendapatkan bangunan beserta lahannya. Sementara proyek toilet sekolah senilai Rp 166 juta hanya mendapatkan bangunannya saja.

“Nah di mana titik persoalan ini, kalau rumah subsidi itu ada tanahnya, ada bangunannya. Sementara kalau bangunan WC seperti ini, itu hanya bangunannya yang ada nilainya. Nilai tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Sappe terkejut karena spesifikasi bangunan tidak sesuai perencanaan. Anggaran proyek toilet sekolah memang sudah disetujui, namun realisasinya ternyata tidak sesuai perencanaan saat pembahasan di DPRD Parepare.

“Kami merestui karena persentasenya pada saat itu bahwa bangunan WC tidak seperti yang kami lihat. Itu bangunannya itu ada 3 WC dengan bangunan yang berpisah. Tidak satu ruangan di dalam, kemudian ada 4 WC seperti ini,” ungkap Sappe.

Sappe menyoroti pemakaian keramik hanya untuk bagian lantai toilet, tetapi tidak dipasang di bagian dinding. Septic tank toilet juga dianggap kekecilan dan saluran pembuangan tidak sesuai spesifikasi.

“Pembuangannya itu kalau saya lihat tidak sesuai dengan spek dengan 4 kloset nantinya. Ukuran pembuangan tinjanya ini hanya berukuran kedalaman 170 centimeter, lebar di atas 1 meter setengah dan lebarnya 1 meter,” paparnya.

Menanggapi sorotan itu, Kepala Disdikbud Parepare Makmur berdalih pembangunan toilet SD dan SMP sudah sesuai rencana anggaran biaya (RAB). Anggaran yang dikucurkan juga telah disesuaikan dengan standar satuan harga (SSH) dan perhitungan harga perkiraan sendiri (HPS).

“Mahal tidaknya itu kan ada SSH yang dijadikan acuan dipedomani. SSH itulah menjadi acuannya, ini perencana, ya kan bukan kami yang tentukan HPS-nya. Jadi perencana membuat RAB-nya, sehingga ditemukan nominal seperti itu,” kata Makmur kepada infoSulsel, Rabu (12/11).

Makmur melanjutkan, SSH memang bisa saja berubah tiap tahun berdasarkan harga pasar untuk bahan, tenaga kerja hingga peralatan. Namun dia kembali menegaskan anggaran toilet sudah disesuaikan dengan SSH yang ditetapkan tahun ini.

“(Anggaran proyek) Tergantung SSH yang keluar setiap tahun. Siapa tahu memang berubah SSH tahun ini dibanding SSH tahun kemarin. Kan itu yang menjadi acuannya, SSH itu,” jelasnya.

Dia menambahkan, anggaran proyek pembangunan 21 toilet telah melalui review Inspektorat Parepare. Dari hasil pemeriksaan, anggaran yang dikucurkan untuk proyek tersebut dinilai masih dalam batas wajar.

“Ini kan sudah di-review sebelum keluar. Dalam artian kalau sudah di-review, berarti sudah dilihat tingkat kewajarannya. Dan pada saat di-review, dianggap wajar dengan harga itu,” ungkap Makmur.

Kehadiran toilet sekolah tidak hanya untuk keperluan fasilitas sanitasi siswa dan guru. Pembangunan toilet sekolah diklaim sesuai instruksi pemerintah pusat untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Itu kan bahkan ini menjadi edaran kepada seluruh kabupaten kota untuk menindaklanjuti pengadaan WC terkait dengan adanya MBG. Sebagai salah satu fasilitas pendukung untuk lancarnya kegiatan MBG,” beber Makmur.

Pembangunan toilet bukan tanpa perencanaan. Makmur menegaskan spesifikasi bangunan toilet sudah memperhitungkan rasio jumlah siswa dalam satu sekolah.

“Rasio WC yang tersedia di sekolah berdasarkan siswa. Kalau siswa laki-laki itu 60 siswa, kalau perempuan 50. Jadi berdasarkan jumlah siswa yang ada, kami bisa tahu bahwa ini rasionya tidak cukup,” terangnya.

Setiap sekolah ada persyaratan minimal jumlah toilet yang sudah ditentukan. Menurut Makmur, setiap sekolah dipersyaratkan memiliki minimal 3 toilet yang disediakan untuk guru dan siswa.

“Di sekolah itu minimal 3 WC yang tersedia. 1 WC laki-laki, 1 WC perempuan, dan 1 WC guru. Itu minimal, standar minimal. Selain itu, berdasarkan jumlah siswa. Rasio jumlah siswa,” jelasnya.

Pembangunan toilet yang menuai kritikan membuat Inspektorat Parepare turun tangan untuk mengkaji ulang anggaran proyek tersebut. Inspektorat segera memanggil Kepala Disdikbud Makmur selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memberi klarifikasi.

“Nanti kita lihat hasil klarifikasinya, anggarannya dari mana, bagaimana pelaksanaannya, siapa pelaksananya, bagaimana perencanaannya,” jelas Kepala Inspektorat Parepare Iwan Asaad kepada wartawan.

Iwan mengatakan, proses klarifikasi itu bisa saja berlanjut ke tahapan investigasi jika ditemukan pelanggaran di balik proyek toilet sekolah. Namun pihaknya akan lebih dulu mendalami keterangan Disdikbud Parepare.

“Kalau masuk di tahapan investigasi, berarti kita berbicara di situ adakah kepatuhan kepada regulasi. Adakah penyalahgunaan kewenangan di dalamnya, adakah proses yang salah dan keliru,” pungkas Iwan.

Disdikbud Klaim Sesuai Perencanaan

Toilet Sekolah Dianggap Dukung MBG

Inspektorat Kaji Ulang Anggaran Toilet

Gambar ilustrasi

Kehadiran toilet sekolah tidak hanya untuk keperluan fasilitas sanitasi siswa dan guru. Pembangunan toilet sekolah diklaim sesuai instruksi pemerintah pusat untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Itu kan bahkan ini menjadi edaran kepada seluruh kabupaten kota untuk menindaklanjuti pengadaan WC terkait dengan adanya MBG. Sebagai salah satu fasilitas pendukung untuk lancarnya kegiatan MBG,” beber Makmur.

Pembangunan toilet bukan tanpa perencanaan. Makmur menegaskan spesifikasi bangunan toilet sudah memperhitungkan rasio jumlah siswa dalam satu sekolah.

“Rasio WC yang tersedia di sekolah berdasarkan siswa. Kalau siswa laki-laki itu 60 siswa, kalau perempuan 50. Jadi berdasarkan jumlah siswa yang ada, kami bisa tahu bahwa ini rasionya tidak cukup,” terangnya.

Setiap sekolah ada persyaratan minimal jumlah toilet yang sudah ditentukan. Menurut Makmur, setiap sekolah dipersyaratkan memiliki minimal 3 toilet yang disediakan untuk guru dan siswa.

“Di sekolah itu minimal 3 WC yang tersedia. 1 WC laki-laki, 1 WC perempuan, dan 1 WC guru. Itu minimal, standar minimal. Selain itu, berdasarkan jumlah siswa. Rasio jumlah siswa,” jelasnya.

Pembangunan toilet yang menuai kritikan membuat Inspektorat Parepare turun tangan untuk mengkaji ulang anggaran proyek tersebut. Inspektorat segera memanggil Kepala Disdikbud Makmur selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memberi klarifikasi.

“Nanti kita lihat hasil klarifikasinya, anggarannya dari mana, bagaimana pelaksanaannya, siapa pelaksananya, bagaimana perencanaannya,” jelas Kepala Inspektorat Parepare Iwan Asaad kepada wartawan.

Iwan mengatakan, proses klarifikasi itu bisa saja berlanjut ke tahapan investigasi jika ditemukan pelanggaran di balik proyek toilet sekolah. Namun pihaknya akan lebih dulu mendalami keterangan Disdikbud Parepare.

“Kalau masuk di tahapan investigasi, berarti kita berbicara di situ adakah kepatuhan kepada regulasi. Adakah penyalahgunaan kewenangan di dalamnya, adakah proses yang salah dan keliru,” pungkas Iwan.

Toilet Sekolah Dianggap Dukung MBG

Inspektorat Kaji Ulang Anggaran Toilet