Pemkot Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) terlibat debat panas dengan DPRD Parepare terkait bantuan seragam SMA saat rapat paripurna laporan hasil Banggar APBD tahun 2026. Bahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Parepare Amarun Agung Hamka memilih walk out.
Perdebatan terjadi saat rapat paripurna di DPRD Parepare, pada Rabu (19/11/2025) sekitar pukul 16.30 Wita. Ketua DPRD Parepare Kaharuddin Kadir awalnya membacakan laporan hasil pembahasan Banggar terkait APBD tahun 2026.
Paripurna itu dihadiri 15 anggota DPRD Parepare. Selain itu hadir pula tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang terdiri dari Asisten, Staf Ahli, Badan Keuangan Daerah (BKD), dan Bappeda Pemkot Parepare.
Kaharuddin langsung meminta persetujuan seluruh anggota DPRD yang hadir setelah membacakan laporan banggar. Dia pun mengetuk palu setelah seluruh anggota DPRD yang hadir mengatakan setuju.
Setelah disahkan,Kepala Badan Keuangan Daerah Parepare, Prasetyo melakukan interupsi dengan meminta DPRD mengakomodir anggaran bantuan seragam kepada siswa SMA. Kaharuddin menegaskan bahwa laporan itu sudah diputuskan saat pembahasan di banggar DPRD bersama TAPD.
Sekda Parepare juga melakukan interupsi dengan menjelaskan tujuan bantuan seragam sekolah SMA. Kemudian ditanggapi lagi Ketua DPRD untuk menyiapkan regulasi terkait bantuan seragam SMA yang merupakan kewenangan Pemprov Sulsel.
Kepala BKD kembali melakukan interupsi namun tidak dipersilakan oleh Ketua DPRD. Dua anggota DPRD lainnya yakni Ibrahim Suanda dan Sappe juga turut berbicara dengan meminta Ketua DPRD Parepare untuk melanjutkan agenda rapat.
Sekda Parepare kembali melakukan interupsi dengan meminta untuk meninggalkan rapat paripurna. Hamka dan TAPD terlihat meninggalkan ruangan rapat paripurna DPRD pada pukul 17.10 Wita.
“Mohon maaf kami menyatakan meninggalkan ruangan ini,” kata Hamka.
Rapat paripurna DPRD Parepare tetap dilanjutkan ke agenda berikutnya. DPRD Parepare melanjutkan rapat pandangan akhir fraksi tanpa dihadiri oleh Sekda dan TAPD.
Hamka kemudian mengungkap alasan pengusulan bantuan seragam SMA. Dia mengklaim bantuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan kewenangan seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.
“Izinkan kami menyampaikan bahwa terkait bantuan bagi peserta didik khususnya di usia SMA (seragam sekolah). Perlu kami jelaskan dengan hormat bahwa program ini tidak bertentangan dengan ketentuan kewenangan, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014,” kata Hamka
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Hamka mengakui, penyelenggaraan pendidikan tingkat SMA merupakan kewenangan Pemprov Sulsel. Namun bantuan seragam SMA yang diusulkan masuk dalam bantuan sosial bagi warga di Parepare.
“Namun program yang kami ajukan bukanlah pembiayaan operasional SMA. Melainkan bentuk bantuan sosial bagi warga Parepare. Khususnya peserta didik yang berada di usia SMA,” ungkapnya.
Dia menuturkan bantuan seragam SMA yang diusulkan Pemkot berdasarkan ketentuan belanja bantuan sosial. Sesuai yang diatur dalam Permendagri nomor 77 tahun 2020.
“Permendagri memperbolehkan pemerintah daerah memberikan bantuan dalam bentuk barang kepada individu atau kelompok masyarakat. Dalam rangka perlindungan sosial dan pengentasan beban ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan aturan tersebut, Pemkot mengklaim bantuan seragam SMA itu tidak termasuk kewenangan pendidikan menengah. Namun termasuk urusan sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota.
“Karena itu dengan penuh hormat kami mohon kiranya pimpinan dan anggota dewan berkenan mempertimbangkan agar program ini tetap diakomodir. Mengingat manfaatnya sangat dirasakan langsung oleh warga-warga kita, masyarakat kita. Dan secara regulatif berada dalam koridor yang benar,” tuturnya.
DPRD Parepare memiliki pandangan berbeda terkait usulan Pemkot untuk bantuan seragam SMA. DPRD menilai perlu regulasi yang mengatur bantuan tersebut karena Pemkot tidak memiliki kewenangan memberikan bantuan seragam SMA.
“Kami minta dianggarkan di (APBD) perubahan sebelum dibuatkan Perwali, dibuatkan nota kesepahaman antara Pemkot Parepare dan Provinsi. Supaya kita semua terlindungi dari regulasi,” kata Kaharuddin.
Menurut Kaharuddin, jika bantuan seragam SMA dianggarkan sebelum ada regulasinya maka itu melanggar. Dia mengklaim pihaknya menolak anggaran bantuan seragam itu untuk melindungi semua pihak termasuk kepala daerah dari dampak hukum.
“Karena kalau anggarannya duluan kita tetapkan, kemudian regulasinya menyusul, tentu ada kelainan. Kami DPRD setuju dan kami mau melindungi semua, termasuk kami mau melindungi kepala daerah,” bebernya.
“Karena kalau kapan kita anggarkan sebelum ada regulasinya, sementara ini bukan kewenangan kita, kita melakukan pelanggaran. Jadi, intinya jangan sampai ada yang belok-belok kan ini,” lanjutnya.
Dia menambahkan DPRD mendukung dari sisi anggaran untuk bantuan seragam SMA tersebut juga regulasinya jelas. Kaharuddin khawatir jika usulan tersebut disetujui akan memicu persoalan hukum di kemudian hari.
“Kita sudah dengarkan tadi bahwa DPRD setuju, jangankan Rp 2 miliar, biar Rp 3 miliar, kami setuju. Yang penting dibuatkan dulu regulasinya supaya kita semua terbebas dari persoalan hukum,” ungkapnya.
Pemkot Klaim Tak Langgar Kewenangan
DPRD Tunggu Regulasi
DPRD Parepare memiliki pandangan berbeda terkait usulan Pemkot untuk bantuan seragam SMA. DPRD menilai perlu regulasi yang mengatur bantuan tersebut karena Pemkot tidak memiliki kewenangan memberikan bantuan seragam SMA.
“Kami minta dianggarkan di (APBD) perubahan sebelum dibuatkan Perwali, dibuatkan nota kesepahaman antara Pemkot Parepare dan Provinsi. Supaya kita semua terlindungi dari regulasi,” kata Kaharuddin.
Menurut Kaharuddin, jika bantuan seragam SMA dianggarkan sebelum ada regulasinya maka itu melanggar. Dia mengklaim pihaknya menolak anggaran bantuan seragam itu untuk melindungi semua pihak termasuk kepala daerah dari dampak hukum.
“Karena kalau anggarannya duluan kita tetapkan, kemudian regulasinya menyusul, tentu ada kelainan. Kami DPRD setuju dan kami mau melindungi semua, termasuk kami mau melindungi kepala daerah,” bebernya.
“Karena kalau kapan kita anggarkan sebelum ada regulasinya, sementara ini bukan kewenangan kita, kita melakukan pelanggaran. Jadi, intinya jangan sampai ada yang belok-belok kan ini,” lanjutnya.
Dia menambahkan DPRD mendukung dari sisi anggaran untuk bantuan seragam SMA tersebut juga regulasinya jelas. Kaharuddin khawatir jika usulan tersebut disetujui akan memicu persoalan hukum di kemudian hari.
“Kita sudah dengarkan tadi bahwa DPRD setuju, jangankan Rp 2 miliar, biar Rp 3 miliar, kami setuju. Yang penting dibuatkan dulu regulasinya supaya kita semua terbebas dari persoalan hukum,” ungkapnya.
