Koperasi Serba Usaha (KSU) Jaya Abadi diduga melakukan pelanggaran berat di balik aktivitas pembalakan hutan lindung seluas 1 hektare yang dikelolanya di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sulsel pun mengusulkan agar izin pengelolaan perhutanan sosial oleh KSU Jaya Abadi dicabut.
Kasus pembalakan liar itu terungkap usai Polres dan Pemkab Gowa melakukan inspeksi mendadak (sidak) di hutan lindung Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao, Jumat (12/12) dini hari. Usut punya usut, lokasi yang dibabat masuk dalam kawasan izin perhutanan sosial yang dikelola KSU Jaya Abadi.
Plt Kepala UPTD Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Jeneberang DLHK Sulsel Khalid Ibnul Wahab mengatakan pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Dia berharap Kemenhut mengevaluasi dan mencabut izin KSU Jaya Abadi.
“Waktu habis kejadian (sidak di hutan lindung), ini kan viral dan kita sudah laporkan juga ke atas bagaimana untuk dievaluasi izin KSU itu,” kata Khalid kepada infoSulsel, Jumat (26/12/2025).
“Nanti tinggal keputusannya kementerian, dalam hal ini Ditjen Perhutanan Sosial. Apakah diberi sanksi berupa pencabutan izin atau seperti apa,” tambahnya.
KSU Jaya Abadi mengantongi izin pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 3.000 hektare sejak 2019 dengan masa berlaku 35 tahun dan dapat diperpanjang 35 tahun lagi. Namun, penggunaan alat berat di kawasan hutan lindung disebut pelanggaran serius dalam skema perhutanan sosial.
“Terus di dalam pengelolaan izinnya, dilarang menggunakan alat berat. Dia (KSU) gunakan itu. Jadi itu yang dilanggar sebenarnya. Berat (pelanggarannya) itu karena memang dilarang keras menggunakan alat berat,” tegasnya.
Khalid pun menyinggung kewajiban pemegang izin yang dinilai tidak dijalankan secara maksimal. Menurut Khalid, selama ini KSU Jaya Abadi hanya melaporkan hasil produksi getah pinus tanpa menyertakan kondisi riil hutan di lapangan.
“Selama ini yang ada itu laporannya itu berupa laporan produksi getahnya (pohon pinus). Karena cuma itu yang fokus mereka lakukan,” ucapnya.
Dia menambahkan bahwa Kemenhut telah merespons laporan terkait kasus tersebut dengan menurunkan tim Ditjen Perhutanan Sosial ke Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao. Tim pusat melakukan pengecekan langsung untuk menilai kerusakan hutan dan dugaan penyimpangan izin.
“Dan sudah turun, dua hari setelah itu setelah kejadian, turun tim dari kementerian, Ditjen Perhutanan Sosial. Turun tim untuk melihat kondisi atau melihat masalah itu,” bebernya.
Khalid sebelumnya menyebut KSU Jaya Abadi tidak mengetahui adanya aktivitas pembalakan liar di lokasi sampai ditemukan alat berat. Kendati begitu, hal ini masih akan diusut lebih lanjut.
“Sebenarnya KSU yang dirugikan kalau dia tidak tahu terkait aktivitas alat berat itu di arealnya. Tapi kan nanti polisi yang buktikan betulkah ini KSU pemilik izin, tidak tahu,” ucap Khalid saat dihubungi, Selasa (16/12).
Dia mengungkapkan dari hasil penelusuran luas lahan yang dibabat sekitar 1,075 hektare. Selain itu, pelaku pembalakan liar diduga dilakukan oleh oknum warga yang mengklim kepemilikan lahan tersebut.
“Jadi lokasinya berada di Malenteng, Desa Erelembang, Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Luas lokasi yang dibuka 1,075 hektare sesuai pengukurannya teman-teman di KPH Jeneberang,” tuturnya.
“Dalam kawasan ini kan ada mi masyarakat yang ongko-ongko (mengklaim), yang mengaku punya itu lahan walaupun sebenarnya itu kawasan hutan milik negara. Tapi ada yang mengaku milik neneknya dulu,” imbuh Khalid.
Sementara proses hukum pidana terus berjalan di Polres Gowa terkait dugaan illegal logging. Polisi telah memeriksa tiga orang terduga pelaku dan menemukan alat berat ekskavator yang digunakan di wilayah Kabupaten Bone.
“Benar, kami sudah temukan itu alat. Pemiliknya kooperatif. Dia (pemilik) kan hanya disewa sama pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar kepada infoSulsel, Kamis (25/12).
Bahtiar menyebut ketiga terduga pelaku berinisial S, MY, dan M telah diperiksa sebagai saksi. Penyidik masih melengkapi proses penyelidikan sebelum menentukan status hukum kasus tersebut.
“Masih penyelidikan. Belum penetapan tersangka. Mungkin menunggu beberapa hari lagi,” terangnya.
KSU Tak Tahu Hutan Digunduli
Polisi Usut Dugaan Illegal Logging

Khalid sebelumnya menyebut KSU Jaya Abadi tidak mengetahui adanya aktivitas pembalakan liar di lokasi sampai ditemukan alat berat. Kendati begitu, hal ini masih akan diusut lebih lanjut.
“Sebenarnya KSU yang dirugikan kalau dia tidak tahu terkait aktivitas alat berat itu di arealnya. Tapi kan nanti polisi yang buktikan betulkah ini KSU pemilik izin, tidak tahu,” ucap Khalid saat dihubungi, Selasa (16/12).
Dia mengungkapkan dari hasil penelusuran luas lahan yang dibabat sekitar 1,075 hektare. Selain itu, pelaku pembalakan liar diduga dilakukan oleh oknum warga yang mengklim kepemilikan lahan tersebut.
“Jadi lokasinya berada di Malenteng, Desa Erelembang, Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Luas lokasi yang dibuka 1,075 hektare sesuai pengukurannya teman-teman di KPH Jeneberang,” tuturnya.
“Dalam kawasan ini kan ada mi masyarakat yang ongko-ongko (mengklaim), yang mengaku punya itu lahan walaupun sebenarnya itu kawasan hutan milik negara. Tapi ada yang mengaku milik neneknya dulu,” imbuh Khalid.
Sementara proses hukum pidana terus berjalan di Polres Gowa terkait dugaan illegal logging. Polisi telah memeriksa tiga orang terduga pelaku dan menemukan alat berat ekskavator yang digunakan di wilayah Kabupaten Bone.
“Benar, kami sudah temukan itu alat. Pemiliknya kooperatif. Dia (pemilik) kan hanya disewa sama pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar kepada infoSulsel, Kamis (25/12).
Bahtiar menyebut ketiga terduga pelaku berinisial S, MY, dan M telah diperiksa sebagai saksi. Penyidik masih melengkapi proses penyelidikan sebelum menentukan status hukum kasus tersebut.
“Masih penyelidikan. Belum penetapan tersangka. Mungkin menunggu beberapa hari lagi,” terangnya.







