Eks Sekda Sulsel Abdul Hayat Tuntut Gaji Rp 8 Miliar, Pemprov Beri Penjelasan

Posted on

Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sulawesi Selatan (Sulsel) menuntut pembayaran gaji dan tunjangan sebesar Rp 8 miliar yang diklaim seharusnya diterima sejak memenangkan gugatan terkait kasus pencopotan dari jabatannya di Mahkamah Agung (MA). Namun Pemprov Sulsel menilai tuntutan Abdul Hayat tidak bisa dipenuhi karena tidak sesuai aturan.

Diketahui, Abdul Hayat Gani mengadukan hal tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Sulsel pada Senin (16/6/2025). Total gaji dan tunjangan yang dituntut Abdul Hayat merupakan hak kepegawaiannya sejak dinonaktifkan sebagai aparatur sipil negara (ASN) pada akhir 2022 lalu.

“Saya memberikan fakta hukum, produk hukum bahwa saya sekarang dalam posisi inkrah berkekuatan hukum tetap. Saya memenangkan, mengalahkan Bapak Presiden waktu itu. Risikonya, konsekuensinya dari itu adalah bayarkan hak kepegawaian saya yang melekat sejak 2022,” ujar Hayat.

Abdul Hayat mengaku memperjuangkan hak-hak kepegawaiannya berupa gaji pokok dan tunjangan lainnya yang belum dibayarkan sejak Desember 2022 hingga Januari 2025. Adapun nilainya sebesar Rp 8.038.270.000 sesuai putusan MA.

“Inilah yang saya inikan (RDP) dengan komisi A, saya tidak mau ke depan melemahkan hukum. Inkrah berkekuatan hukum tetap adalah keputusan hukum yang tertinggi,” katanya.

Persoalan ini bermula sejak Abdul Hayat diberhentikan sebagai Sekda Sulsel berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) nomor: 142/TPA Tahun 2022 pada 30 November 2022. Abdul Hayat kemudian melawan keputusan Presiden dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

PTUN Jakarta lantas memenangkan Abdul Hayat. Majelis hakim menyatakan Kepres yang memberhentikan Abdul Hayat dibatalkan sehingga secara otomatis Abdul Hayat harus dikembalikan menjadi Sekda Sulsel.

Presiden sempat mengajukan banding ke PTTUN Jakarta atas putusan PTUN Jakarta, namun ditolak. Dua kali kalah gugatan, Presiden kembali mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) namun lagi-lagi ditolak MA. Putusan MA ini memperkuat putusan PTUN Jakarta.

Belakangan, Presiden melalui surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo nomor : HK.06.02/01/2025 ditujukan ke Mendagri meminta agar Abdul Hayat Gani dikembalikan ke jabatannya semula sebagai Sekda Sulsel. Selain itu hak-hak pegawainya berupa gaji dan tunjangan dikembalikan senilai lebih dari Rp 8 miliar.

“Katanya legal standy-nya enggak jelas, bagaimana suatu keputusan inkrah yang berkekuatan hukum tetap, apakah bukan itu legal standing yang yang harus diterapkan ke bawah,” ucap Hayat.

Hayat Gani menuturkan, RDP ini sekaligus meminta kepada Komisi A DPRD Sulsel untuk menjadi fasilitator mediasi. Apalagi dirinya sudah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap.

“Teman-teman yang di fakultas hukum mengatakan inkrah berkekuatan hukum tetap itu sudah keputusan yang tertinggi. Nah kenapa mau minta lagi pendapat, (sementara) itu dasarnya. Siapa mau tangkap ko (Pemprov) kalau misalnya kau bayar saya dan sudah ada legal standing-nya seperti itu,” tuturnya.

Hayat menilai, Pemprov Sulsel memang tidak niat untuk menyelesaikan hak-haknya. Ia juga menyinggung soal dirinya yang tidak masuk kantor selama gugatan yang jadi dalih Pemprov Sulsel mengulur waktu untuk membayar.

“Mana ada putusan sementara menggugat orang, masuk kantor. Nah ditunggu dulu itu putusan baru, kalah saya atau menang saya. Itu kalau kalah saya, saya mengembalikan loh. Tapi karena kebetulan menang. Iya konsekuensi menang itu ya hak-hak saya. Itu hak-hak yang melekat, belum materi dan immateri,” bebernya.

Sementara, Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Andi Anwar Purnomo mengaku akan berkonsultasi ke BKN dan Kemendagri yang meminta menyelesaikan seluruh hak-hak kepegawaian Abdul Hayat. Apalagi BKD Sulsel menilai bahwa seluruh hak-haknya sudah diselesaikan berdasarkan SK yang bersangkutan.

“Makanya kami Komisi A akan melakukan konsultasi ke BKN yang juga Pj Gubernur saat itu, Prof Zudan. Kami akan konsultasi karena di sini serba kehati-hatian dalam rangka menyelesaikan permasalahan ini,” jelasnya.

Simak pembelaan Pemprov Sulsel di halaman berikutnya…

Sementara itu, Sekda Sulsel Jufri Rahman tidak bisa serta merta memenuhi tuntutan Abdul Hayat karena tidak sesuai aturan. Hal ini dikarenakan Abdul Hayat tidak pernah memiliki Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatannya kembali sebagai Sekda Sulsel.

“Sampai saat ini, sampai Pak Abdul Hayat Gani pensiun, tidak ada SK Presiden yang membatalkan SK pemberhentian Pak Hayat sebagai Sekda. Dan tidak ada lagi SK Presiden untuk mengangkat kembali menjadi Sekda,” kata Jufri Rahman dalam keterangannya, Selasa (17/6).

Menurut ketentuan, syarat untuk membayarkan hak kepegawaian seseorang itu adalah harus ada dasar hukum pengangkatan. Adapun tunjangan sekda yang dimaksudkan diminta untuk dibayarkan harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus ada dasar hukum yang jelas apabila mau dibayarkan.

“Sehingga saudara Abdul Hayat hanya mendapatkan hak kepegawaian sebagai ASN dengan jabatan Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur,” jelas Jufri.

Hal ini sesuai SK Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 821.25/61/2022, tanggal 13 Desember 2022 dan sebagai Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II A)/Staf Ahli Gubernur Bidang Kesejahteraan Rakyat sesuai SK Gubernur Sulsel Nomor 800.1.3.3/17/VIII/2024 tanggal 1 Agustus 2024.

Jufri juga menanggapi soal tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang tidak dibayarkan pada saat Abdul Hayat menduduki jabatan sebagai Analis Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur. Dia menyinggung penyusunan dan Pemberian TPP ASN didasari oleh dua aturan.

Pertama, lanjut Jufri Rahman, ada Permenpan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN. Dalam pasal 32, dokumen evaluasi kinerja pegawai digunakan sebagai dasar pembayaran tunjangan kinerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara aturan yang kedua adalah Kepmendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Persetujuan Mendagri Terhadap TPP ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah

“Ini perlu disampaikan, karena Abdul Hayat tidak melakukan penyusunan, pengisian dan pengajuan sasaran serta realisasi kinerja pegawai melalui Sistem e-Kinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ke Badan Kepegawaian Daerah,” jelas Jufri.

“Yakni, paling lambat tanggal 10 bulan berjalan sebagaimana diatur pada pasal 14 Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai bagi Aparatur Sipil Negara,” tambahnya.

Senada, Kepala Biro Hukum Setda Sulsel Herwin Firmansyah menuturkan, setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Hal ini merujuk Pasal 141 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam hal permasalahan Abdul Hayat Gani sebagaimana penegasan surat BKN Nomor 6502/B-KB.01.01/SD/J/2025 tanggal 30 April 2025, Abdul Hayat disebut hanya memegang 2 SK, yaitu SK sebagai Pelaksana dan SK sebagai Staf Ahli.

Sementara SK pengangkatan sebagai Sekda ataupun SK pembatalan Keppres pemberhentian Abdul Hayat sebagai Sekda sebagaimana tindak lanjut putusan Pengadilan, sampai sekarang belum diterbitkan.

“Sehingga Pemprov Sulsel tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukan pembayaran sebagaimana tuntutan beliau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Pengelolaan Keuangan Daerah,” jelasnya.

Sementara, Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Sukarniaty Kondolele menjelaskan, pemberian TPP selain mengacu kepada Pergub, juga mengacu pada Keputusan Mendagri Nomor 900/4700 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Persetujuan Mendagri Terhadap TPP ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah.

“Menyatakan bahwa pembayaran TPP ASN setiap bulan dinilai berdasarkan produktivitas kerja dan disiplin kerja yaitu dimana produktifitas kerja mencakup pelaksanaan tugas; dan penilaian dari pejabat penilai terhadap pelaksanaan tugas pegawai yang dipimpinnya,” tambahnya.

Pemprov Sulsel Nilai Tidak Sesuai Aturan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *