Honorer UIN Makassar-Oknum Pegawai Bank Didakwa Bantu Edarkan Uang Palsu

Posted on

Kasus uang palsu di UIN Alauddin Makassar bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten , Sulawesi Selatan (Sulsel). Oknum pegawai honorer UIN Alauddin Makassar, Mubin Nasir dan pegawai bank bernama Andi Haeruddin didakwa telah membantu mengedarkan uang palsu tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan dakwaan terhadap keduanya di Ruang Kartika, PN Sungguminasa, Rabu (7/5/2025). Sidang tersebut menghadirkan 4 terdakwa. Selain Mubin Nasir dan Andi Haeruddin, ada Sattariah selaku ibu rumah tangga dan Sukmawati selaku pegawai negeri sipil (PNS).

Dakwaan kepada keempat tersangka dibacakan satu per satu dalam persidangan. Jaksa memulai dakwaannya dengan menjelaskan keterlibatan Mubin Nasir berawal ketika menemui eks Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim pada November 2024.

“Saat itu Andi Ibrahim memberikan rupiah palsu pecahan Rp 100 ribu sejumlah Rp 1 juta kepada terdakwa (Mubin Nasir) dengan menyampaikan agar melakukan uji coba terhadap rupiah palsu tersebut dengan cara membelanjakannya,” ujar jaksa membacakan dakwaan.

Mubin pun membelanjakan uang palsu tersebut di toko dan warung yang berada di daerah Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa. Setelah membelanjakan uang palsu sebesar Rp 1 juta tersebut, dia pun melaporkannya pada Andi Ibrahim.

“Lalu saksi Andi Ibrahim menyampaikan kepada terdakwa untuk mencari orang yang berkeinginan membeli atau menukar rupiah palsu tersebut dengan cara penukaran satu rupiah asli dibeli dengan dua rupiah palsu dengan imbalan terdakwa (Mubin Nasir) mendapatkan satu rupiah palsu pada setiap pada setiap terjadi pembelian atau penukaran,” papar jaksa.

Mubin pun mulai melancarkan aksinya dengan menghubungi teman lamanya yang bernama Satriadi pada Rabu (6/11/2024). Dia memberitahu jika dirinya memiliki uang palsu yang bisa ditukarkan dengan uang asli.

Dia juga meminta temannya untuk mencarikan orang yang berminat membeli uang palsu. Beberapa hari setelahnya, Satriadi pun menemui Ilham di Mamuju dengan maksud menyampaikan informasi uang palsu yang diterimanya dari Mubin Nasir.

“Kemudian saksi Satriadi melakukan panggilan video call dengan terdakwa yang disaksikan oleh Ilham. Di mana saat pembicaraan melalui video call, terdakwa melakukan pengujian rupiah palsu pecahan Rp 100 ribu dengan cara rupiah palsu tersebut dimasukkan dalam mesin penghitung uang dan berhasil melalui penghitungan pada mesin penghitung uang tersebut,” terang jaksa.

“Selanjutnya rupiah palsu disinari dengan sinar ultra violet. Lalu muncul logo BI, benang air, gambar pahlawan dan nomor serinya. Sehingga membuat saksi Ilham yakin dan tertarik untuk melakukan penukaran uang asli yang dimilikinya,” sambungnya.

Dengan begitu, Ilham pun menyatakan tertarik menukar uang aslinya dengan uang palsu milik Mubin. Sehingga dia menukar uang aslinya sebesar Rp 10 juta dengan uang palsu pecahan Rp 100 ribu sebanyak Rp 20 juta.

Lebih lanjut, Mubin menghubungi rekannya yang lain yakni Andi Haeruddin dan menyampaikan hal serupa. Lalu Haeruddin meneruskan informasi tersebut kepada Arnold yang saat ini termasuk daftar pencarian orang (DPO).

“Selanjutnya melalui perantara saksi Andi Haeruddin pada tanggal 15 November 2024 bertempat di Hertasning, Kota Makassar, terdakwa, Arnold, saksi Andi Haerudin, dan seseorang yang tidak diketahui identitasnya bersepakat untuk melakukan transaksi jual beli rupiah palsu,” terangnya.

Arnold pun menyerahkan uang asli Rp 25 juta dan mendapatkan uang palsu sebesar Rp 50 juta. Transaksi itu dilakukan di dalam mobil milik Arnold.

Mubin pun kembali mencari korban lainnya melalui perantara almarhum Mirsan Tahir hingga berhasil menemukan 2 pembeli uang palsu. Mereka adalah Sattariah selaku ibu rumah tangga dan Sukmawati selaku pegawai negeri sipil (PNS).

“Kemudian saksi Sukmawati menukarkan uang asli miliknya sejumlah Rp 20 juta. Kemudian terdakwa memberikan uang palsu sejumlah Rp 40 juta kepada saksi Sukmawati,” katanya.

“Kemudian saksi Sattariah juga menukarkan rupiah asli miliknya sejumlah Rp 500 ribu yang ditukar dengan uang palsu pecahan Rp 100 ribu sejumlah Rp 1 juta,” imbuh jaksa.

Tidak sampai di situ, Mubin kembali memberikan penawaran pada yang lainnya yaitu Irfandi. Kemudian oleh Irfandi diteruskan informasi tersebut kepada Kamaran.

Setelah bertemu dengan Irfandi dan Kamaran, Mubin menjelaskan jika uang tersebut tidak dapat digunakan di setor tunai ATM. Hanya bisa digunakan pada kios atau pedagang, bahkan bisa digunakan pada agen bank.

“Kemudian saksi Kamaran melakukan penukaran rupiah asli dengan rupiah palsu dengan cara saksi Kamaran mengirim uang sebesar Rp 8 juta kepada terdakwa melalui Mobile Banking,” ucap jaksa.

“Lalu terdakwa memberikan rupiah palsu, pecahan Rp 100 ribu kepada saksi Kamaran sejumlah Rp 18 juta. Setelah penukaran selesai dilakukan, saksi kamaran memberikan rupiah palsu sebesar Rp 1 juta kepada saksi Irfandi,” imbuhnya.

Mubin juga menyampaikan kepada Kamaran bahwa dirinya bisa menyiapkan uang palsu Rp 1 miliar bagi pasangan calon (paslon) yang ingin menukarkan uang serangan fajar. Dan paslon tersebut menukar uang aslinya sebanyak Rp 500 juta.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 ayat 3 Juncto Pasal 26 ayat 3 UU RI nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP,” tutup jaksa.

Setelah mendapatkan uang palsu, Sukmawati menggunakannya untuk keperluan sehari-hari. Sekitar Rp 300 ribu uang palsu dibelanjakannya di Pasar Toddopuli.

Hal senada juga dilakukan Sattariah dengan membelanjakan uang palsu sebanyak Rp 910 ribu tersebut untuk keperluan sehari-hari. Namun, dia langsung membakar sisa uang palsunya ketika mendapat kabar bahwa polisi turun tangan menangani kasus uang palsu tersebut.

“Dan sisa rupiah palsu milik terdakwa 2 (Sattariah) dibakar setelah mendengar informasi polisi Polres Gowa mengungkap peredaran uang rupiah palsu,” ungkap jaksa.

Pihak Polres Gowa melakukan penangkapan dan penggeledahan di rumah Sukmawati pada 10 Desember 2024. Polisi menemukan Rp 23,4 juta uang palsu dengan pecahan Rp 100 ribu.

“Polisi mengamankan rupiah palsu pecahan Rp 100 ribu sejumlah Rp 23,4 juta yang terbungkus plastik warma hitam dan setelah dilihatkan kepada terdakwa 1 (Sukmawati) mengakui dan membenarkan rupiah palsu tersebut diperoleh dari saksi Mubin Nasir,” katanya.

Atas hal tersebut, Sukmawati dan Sattariah dikenakan Pasal 36 ayat 3 Junto Pasal 26 ayat 3 UU RI Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang Junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sementara pada dakwaan subsidair, keduanya dinilai melanggar Pasal 36 ayat 2 Juncto Pasal 26 ayat 2 UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Terdakwa Bakar Uang Palsu Usai Dengatr

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *