JK Prihatin Pertambangan di Morowali Bisa Rusak Lingkungan Seperti Sumatera

Posted on

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) menyoroti aktivitas pertambangan di Morowali, Sulawesi Tengah(Sulteng). Pembukaan lahan besar-besaran dinilai akan berdampak pada kerusakan lingkungan seperti yang terjadi di Sumatera saat ini.

Hal itu disampaikan JK saat menjadi pembicara utama dalam Sarasehan Ekonomi Batch I: Jalan Baru Ekonomi Indonesia, Evaluasi dan Rekonstruksi Strategi Pembangunan Indonesia di Arsyad Rasjid Lecture Theater, Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin (15/12/2025). JK awalnya menyebut ekonomi Indonesia ada 2 macam.

“Ada 2 macam ekonomi di Indonesia, ekonomi formal dan underground ekonomi yang mereka sebut abu-abu, tidak bayar pajak, bea cukai diatur, atau korupsi macam-macam. Itu dibongkar underground ekonomi,” kata JK.

Dia lalu mencontohkan kejadian pertambangan di Morowali sebagai underground ekonomi. JK menilai, alam di sana dibongkar habis-habisan.

“Dibongkar Morowali. Kenapa kita dirampok habis-habisan di Morowali? Ini semua diperbaiki, agar timbul suatu ekonomi baru yang kita harap itu bisa jalan. Walaupun tentu makan tempo (waktu) karena kalau ekonomi abu-abu ini dibongkar, ada ketakutan para pengusaha untuk investasi juga,” katanya.

Sehingga, menurut JK, pemerintah harus menyeimbangkan dua kebijakan yakni membongkar ekonomi abu-abu menjadi formal tanpa menakuti investor. Pasalnya, saat ini pertumbuhan ekonomi cenderung naik tapi penerimaan negara menurun.

“Ini mem-balance dua kebijakan ini yang dibutuhkan. Bagaimana kita bongkar ekonomi abu-abu ini menjadi formal. Ekonomi abu-abu itu dapat dilihat dari pajak. Kenapa? Ekonomi berkembang, tapi tax ratio menurun,” jelasnya.

JK menyebut tax ratio Indonesia di kisaran 10%, sangat jauh dibanding negara Asia lainnya yang mencapai rata-rata 14%. Perekonomian tumbuh tapi penerimaan pajak kurang.

“Itu artinya underground ekonomi. Nah ini yang harus diperbaiki, underground ekonomi. Tapi dengan hati-hati juga karena kalau ini dihantam, terus ekonominya muncul, menjadi takut juga. Ini harus dibalancing. Kita lihat nanti bagaimana ekonomi rezim berjalan,” jelasnya.

“Itulah tren baru ekonomi kita. Membongkar ini ekonomi abu-abu, tapi bagaimana secara bersamaan membangun ekonomi yang terbuka. Itu baru bisa. Ekonomi kita seperti itu. Sumber daya alam itu diketatkan atur-aturannya,” sambungnya.

JK menyebut akibat underground ekonomi, sumber daya alam digerogoti dan merusak lingkungan. Pembukaan lahan untuk pertambangan dengan menebang pohon berpotensi menyebabkan banjir dan longsor.

“Lihat Morowali, lihat di Bangka, lihat di Aceh, Sumatera. Hancur semuanya akibat pemotongan pohon. Dan bisa terjadi Sulawesi akibat penghabisan lahan, akibat tambang. Kalau terjadi iklim seperti di Sumatera itu, maka hancur lah itu,” katanya.

“Untung di Sulawesi Selatan yang bekerja, Inco dulu, kemudian sekarang Vale yang mengaturnya, mengatur lebih baik sistem pertambangan. Tidak kaya diatur oleh China,” katanya.

JK dalam acara ini juga menyoroti kebijakan ekonomi Indonesia yang memberi insentif ke perusahaan berskala besar. Hal itu dinilai tidak banyak memberi nilai tambah terhadap penerimaan negara.

“Jadi habis Sulawesi Tengah itu, jangan lihat angka. Angka statistik mengatakan pertumbuhan terbesar di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, kalau melihat statistik ekonomi. Tapi pertumbuhannya bukan untuk rakyat, tapi untuk yang mempunyai tambang dan China. Jadi ekspor nikel tidak bayar pajak apapun kecuali royalti, bayangkan kerugian negara luar biasa di situ. Dan itu terjadi tahun 2020 saya sudah tidak di pemerintahan,” ujarnya.

Pada eranya, JK mengaku bersama SBY telah melarang ekspor bahan baku sejak 2009. Di era Jokowi kebijakan itu disebut hilirisasi atau industrialisasi. Namun belakangan, kebijakan itu dinilai menjadi ugal-ugalan.

“Tiba-tiba semua, kita tidak tahu siapa yang melobi, bebas pajak, bebas semua, bebas, bebas. China itu menikmati luar biasa, dan kita nanti dapat banjir kalau ada apa-apa. Rusak lingkungan hidup. Sementara ini tidak ada nilai tambah karena semuanya dibawa ke luar. Memang harganya naik tapi semua milik yang memiliki industri itu, dan hampir 90% milik China. Padahal kita bisa bikin sendiri,” pungkasnya.

Sehingga, menurut JK, pemerintah harus menyeimbangkan dua kebijakan yakni membongkar ekonomi abu-abu menjadi formal tanpa menakuti investor. Pasalnya, saat ini pertumbuhan ekonomi cenderung naik tapi penerimaan negara menurun.

“Ini mem-balance dua kebijakan ini yang dibutuhkan. Bagaimana kita bongkar ekonomi abu-abu ini menjadi formal. Ekonomi abu-abu itu dapat dilihat dari pajak. Kenapa? Ekonomi berkembang, tapi tax ratio menurun,” jelasnya.

JK menyebut tax ratio Indonesia di kisaran 10%, sangat jauh dibanding negara Asia lainnya yang mencapai rata-rata 14%. Perekonomian tumbuh tapi penerimaan pajak kurang.

“Itu artinya underground ekonomi. Nah ini yang harus diperbaiki, underground ekonomi. Tapi dengan hati-hati juga karena kalau ini dihantam, terus ekonominya muncul, menjadi takut juga. Ini harus dibalancing. Kita lihat nanti bagaimana ekonomi rezim berjalan,” jelasnya.

“Itulah tren baru ekonomi kita. Membongkar ini ekonomi abu-abu, tapi bagaimana secara bersamaan membangun ekonomi yang terbuka. Itu baru bisa. Ekonomi kita seperti itu. Sumber daya alam itu diketatkan atur-aturannya,” sambungnya.

JK menyebut akibat underground ekonomi, sumber daya alam digerogoti dan merusak lingkungan. Pembukaan lahan untuk pertambangan dengan menebang pohon berpotensi menyebabkan banjir dan longsor.

“Lihat Morowali, lihat di Bangka, lihat di Aceh, Sumatera. Hancur semuanya akibat pemotongan pohon. Dan bisa terjadi Sulawesi akibat penghabisan lahan, akibat tambang. Kalau terjadi iklim seperti di Sumatera itu, maka hancur lah itu,” katanya.

“Untung di Sulawesi Selatan yang bekerja, Inco dulu, kemudian sekarang Vale yang mengaturnya, mengatur lebih baik sistem pertambangan. Tidak kaya diatur oleh China,” katanya.

JK dalam acara ini juga menyoroti kebijakan ekonomi Indonesia yang memberi insentif ke perusahaan berskala besar. Hal itu dinilai tidak banyak memberi nilai tambah terhadap penerimaan negara.

“Jadi habis Sulawesi Tengah itu, jangan lihat angka. Angka statistik mengatakan pertumbuhan terbesar di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, kalau melihat statistik ekonomi. Tapi pertumbuhannya bukan untuk rakyat, tapi untuk yang mempunyai tambang dan China. Jadi ekspor nikel tidak bayar pajak apapun kecuali royalti, bayangkan kerugian negara luar biasa di situ. Dan itu terjadi tahun 2020 saya sudah tidak di pemerintahan,” ujarnya.

Pada eranya, JK mengaku bersama SBY telah melarang ekspor bahan baku sejak 2009. Di era Jokowi kebijakan itu disebut hilirisasi atau industrialisasi. Namun belakangan, kebijakan itu dinilai menjadi ugal-ugalan.

“Tiba-tiba semua, kita tidak tahu siapa yang melobi, bebas pajak, bebas semua, bebas, bebas. China itu menikmati luar biasa, dan kita nanti dapat banjir kalau ada apa-apa. Rusak lingkungan hidup. Sementara ini tidak ada nilai tambah karena semuanya dibawa ke luar. Memang harganya naik tapi semua milik yang memiliki industri itu, dan hampir 90% milik China. Padahal kita bisa bikin sendiri,” pungkasnya.