Ibadah qurban merupakan amalan yang sangat dianjurkan, khususnya pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Qurban menjadi bentuk ibadah yang diperintahkan secara langsung dalam Al-Qur’an.
Dikutip dari buku buku Fikih Praktis Ibadah Qurban Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ditulis oleh Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman, dalam Surat al-Kautsar disebutkan:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Maka salatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan qurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).
Bagi umat muslim yang telah berniat untuk berqurban, terdapat beberapa larangan tertentu yang dianjurkan untuk dihindari. Dalam artikel ini, infoSulsel akan membahas mengenai larangan bagi orang yang berqurban beserta dalilnya.
Yuk, pahami!
Dalam Islam, terdapat larangan bagi orang yang berqurban yang disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW. Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini larangan bagi orang berqurban:
Salah satu larangan utama bagi orang yang berqurban adalah memotong rambut dan kuku sejak masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban disembelih. Larangan ini berdasarkan hadits riwayat Muslim.
Dikutip dari laman Rumayhso, dari hadits riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً
“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut dan kulit yang tumbuh rambut sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)
Larangan tersebut juga disebutkan dalam riwayat lain, yaitu:
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah (maksudnya: telah memasuki 1 Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian ingin berqurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim no. 1977).
Larangan ini mencakup rambut kepala, jenggot, kumis, bulu ketiak, bulu kemaluan, dan kuku tangan maupun kaki. Namun, jika memotong karena kebutuhan syar’i seperti khitan atau pengobatan, maka diperbolehkan
Adapun hikmah dari larangan memotong rambut dan kuku ini, sebagaimana dijelaskan oleh ulama Syafi’iyah, adalah agar anggota tubuh shohibul qurban tetap utuh selama masa ibadah qurban. Dengan begitu, anggota badan tersebut semakin sempurna untuk dibebaskan dari api neraka.
Dilansir dari laman Muslim.or.id, shohibul qurban tidak diperbolehkan menjual bagian apa pun dari hewan qurban, baik daging, kulit, maupun bagian tubuh lainnya. Hal ini karena hewan qurban telah diniatkan sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan bukan sebagai komoditas perdagangan.
Namun, setelah kulit tersebut dibagikan, penerimanya bebas memanfaatkannya sesuai keinginan, baik untuk dijual maupun digunakan secara pribadi, karena kepemilikan telah berpindah kepada mereka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW:
من باع جلد أضحيته فلا أضحية له
“Barangsiapa yang menjual kulit hewan qurbannya, maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al-Hakim no. 2390 dan Al-Baihaqi. Hadits hasan)
Termasuk yang dilarang adalah barter atau menukar kulit dan kepala hewan qurban dengan daging atau barang lainnya. Hal ini tetap dianggap sebagai transaksi jual beli, meskipun tidak melibatkan uang secara langsung.
Orang yang berqurban juga tidak diperbolehkan memberikan bagian tubuh hewan qurban, seperti daging, kulit, atau bagian lainnya sebagai upah bagi tukang sembelih (jagal). Hal ini karena seluruh bagian dari hewan qurban adalah hak ibadah yang tidak boleh dimanfaatkan untuk keperluan komersial atau pembayaran jasa.
Namun demikian, jika bagian dari hewan qurban tersebut diberikan kepada jagal bukan sebagai upah, melainkan sebagai sedekah atau hadiah, maka hal itu diperbolehkan. Demikian juga bila hasil qurban diserahkan kepada jagal karena ia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا، وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا
“Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengurusi penyembelihan untanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan unta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikit pun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim)
Apabila seseorang telah berniat untuk berqurban, baik melalui lisan atau ditunjukkan dengan suatu perbuatan dan bahkan sudah membeli hewan yang memang dikukuhkan untuk berqurban, maka tidak diperbolehkan membatalkannya tanpa alasan yang syar’i. Ia dianjurkan untuk tetap melaksanakan qurban sebagai bentuk kesungguhan dalam ibadah.
Namun, apabila ingin menukarkan hewan qurban dengan hewan yang lebih baik, maka hal tersebut diperbolehkan selama niat dan tujuan berqurban tetap terjaga.
Selain memahami larangan bagi orang yang hendak berqurban, penting juga untuk mengetahui syarat dan ketentuan hewan qurban yang sah menurut syariat Islam. Tidak semua hewan dapat dijadikan qurban, karena Islam telah menetapkan kriteria tertentu agar ibadah ini diterima dan sesuai tuntunan Nabi SAW.
Kembali melansir buku Fikih Praktis Ibadah Qurban, berikut ini adalah beberapa ketentuan mengenai hewan qurban:
Qurban merupakan salah satu syiar Islam yang agung. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memilih hewan qurban yang paling baik, gemuk, dan sehat. Semakin bagus hewannya, semakin besar pula pahala dan nilai pengorbanan yang ditunjukkan.
Allah SWT berfirman:
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِندَ رَبِّهِ
“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. (QS. al-Hajj: 30).”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa qurban hanya sah dilakukan dengan hewan ternak tertentu, yaitu onta, sapi dan kambing. Berdasarkan firman Allah yang berbunyi:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. (QS. al-Hajj: 34).”
Tidak ada syarat jenis kelamin untuk hewan qurban. Namun, hewan jantan biasanya lebih utama karena secara fisik lebih kuat dan harganya lebih tinggi.
Hewan yang dijadikan qurban harus mencapai usia minimal yang ditentukan syariat. Rasulullah SAW bersabda:
لا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةٌ إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kalian menyembelih hewan kecuali musinnah, jika kalian sulit mendapatinya maka sembelihlah yang sudah berumur setahun dari jenis kambing.”
Berikut rincian usia minimal hewan qurban:
Usia ini penting untuk memastikan hewan sudah cukup dewasa dan layak untuk dijadikan qurban.
Hewan qurban harus dalam kondisi sehat dan tidak memiliki cacat yang jelas. Para ulama membagi cacat hewan menjadi dua kategori:
a. Cacat yang Haram
Jenis cacat ini dapat menyebabkan qurban menjadi tidak sah. Contohnya adalah hewan yang mengalami kebutaan yang jelas, menderita sakit parah, pincang berat, atau sudah sangat tua dan tidak layak diqurbankan.
b. Cacat yang Dibenci
Yaitu cacat ringan yang tidak membatalkan sahnya qurban, namun tetap kurang dianjurkan. Misalnya, hewan yang telinganya terpotong, tanduknya patah, ekornya hilang, alat kelaminnya rusak, atau sebagian giginya telah tanggal.
Nah itulah larang bagi orang berqurban serta ketentuan hewan qurban yang perlu dipahami. Semoga bermanfaat!
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.