Anggota DPRD Wakatobi La Lita alias Litao yang menjadi tersangka kasus pembunuhan mangkir dari panggilan penyidik kepolisian. Polisi kembali mengagendakan pemanggilan kedua kepada Litao yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 11 tahun silam.
“Iya, yang bersangkutan tidak hadir. Kita akan jadwalkan ulang pada pekan depan, sekitar tanggal 18 September,” kata Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian kepada wartawan, Kamis (11/9/2025).
Iis mengatakan kasus ini merupakan lanjutan perkara pembunuhan yang terjadi 11 tahun lalu. Dari tiga pelaku, dua orang sudah diproses dan dihukum, sementara satu lainnya, yakni Litao melarikan diri.
“Ketika kasus itu terjadi, dua pelaku sudah diadili. Tapi satu orang melarikan diri dan ditetapkan sebagai DPO,” jelasnya.
Litao sedianya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Selasa (9/9). Namun Litao berdalih terkendala transportasi.
“Alasannya soal kendala transportasi, karena Wakatobi wilayah kepulauan, ada penyampaiannya. Kita sudah layangkan panggilan kedua,” tutur Iis.
Iis belum merinci soal rencana penahanan terhadap Litao. Pihaknya akan mempertimbangkan hal itu setelah Litao menjalani pemeriksaan.
“Soal itu (penahanan) nanti melihat hasil pemeriksaan,” ungkap Iis.
Diketahui, Litao diduga terlibat kasus pembunuhan anak bernama Wiranto di Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan pada Oktober 2014 silam. Polisi telah menetapkan Litao sebagai DPO kala itu, namun belakangan malah menjadi anggota DPRD Wakatobi hasil Pileg 2024.
Polisi baru menetapkan Litao sebagai tersangka berdasarkan surat Nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025 oleh Ditreskrimum Polda Sultra pada 28 Agustus 2025. Usut punya usut, Litao bisa daftar dan lolos menjadi legislator setelah SKCK-nya terbit dari kepolisian.
Polda Sultra mengaku ada kelalaian dalam penerbitan SKCK terhadap Litao yang masih berstatus buronan. Pihaknya pun memberikan sanksi demosi kepada oknum polisi berinisial Aiptu S yang menerbitkan SKCK untuk Litao.
“Dari hasil audit internal, ditemukan adanya kelalaian dalam penerbitan SKCK. Petugas tidak mencantumkan status DPO sehingga dokumen tetap terbit,” kata Iis.