Mahasiswa Tolak UU TNI: Mengenang Tragedi Amarah 29 Tahun

Posted on

Massa mahasiswa yang memperingati 29 tahun tragedi April Makassar Berdarah (Amarah) Universitas Muslim Indonesia (UMI) turut menyerukan penolakan terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Mereka khawatir tragedi Amarah terulang kembali.

“Dalam tahun-tahun terakhir, Amarah telah menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan cerminan kekejaman militer menangani kebebasan bersuara. Peristiwa ini adalah pengingat bagi pemerintah dan aparat keamanan untuk profesional dalam menangani demonstrasi,” kata Koordinator Lapangan Aliansi PMII Rayonse, Firda dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

Menurut Firda, pemerintah saat ini seolah lupa akan sejarah kelam Amarah dengan mengesahkan UU TNI. Kebijakan ini dikhawatirkan mengembalikan militer ke ranah sipil untuk melakukan tindakan representatif terhadap massa aksi demonstrasi seperti tragedi Amarah.

“Beberapa pasal dalam UU TNI dinilai berpotensi melanggar hak asasi manusia dan membuka peluang bagi militer untuk kembali melakukan tindakan yang tidak profesional dalam menangani konflik sosial,” terang Firda.

“Keterlibatan militer dalam penanganan konflik sosial telah menjadi perhatian serius bagi masyarakat sipil. Tragedi Amarah seolah menjadi pengingat bagaimana wajah militer dapat melanggar hak asasi manusia dan meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat,” sambungnya.

Firda menjelaskan, UU TNI menjadi sorotan publik sebab dilakukan secara tidak transparan dan tanpa melibatkan partisipasi publik. Hal tersebut menurutnya justru tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan tidak mempertimbangkan kepentingan umum.

“Masyarakat berperan penting dalam pengontrolan kekuasaan agar tercipta balance of fover. Namun pemerintah justru tidak mengikutsertakan rakyat sipil tetapi melaksanakan rapat tertutup di dalam hotel bintang lima,” ucap Firda.

Dia juga mengatakan kebijakan pemerintah dikhawatirkan akan memunculkan kembali doktrin dwifungsi ABRI, yakni militer berperan ganda sebagai kekuatan pertahanan dan kekuatan politik. Hal ini dinilai sangat berbahaya.

“Ini sangat berbahaya karena akan membuka peluang bagi militer dalam mengintervensi kehidupan politik dan sosial masyarakat. Dalam sistem berdemokrasi militer tidak patut bertentangan dengan warga sipil, sebab tentara adalah orang yang memiliki akses terhadap senjata dan sampai kapanpun senjata tidak bisa diajak berdiskusi,” imbuhnya.

Massa mahasiswa mengenang 29 tahun tragedi April Makassar Berdarah (Amarah) Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dengan turun ke jalan. Mahasiswa mengaku turut merasakan luka dan kemarahan atas tragedi kelam itu.

“Pertama-tama saya mau bilang, saya berdiri di sini bukan karena saya paling paham. Tapi karena saya ikut rasa. Saya ikut luka. Saya ikut marah,” kata salah seorang orator saat berorasi di depan kampus UMI, Jalan Urip Sumoharjo, Kamis (24/4).