Tahanan kasus narkoba bernama M Rusli (49) ternyata sempat dipukul oknum polisi sebelum tewas di , Sulawesi Selatan (Sulsel). Oknum polisi membela diri melakukan pemukulan karena tahanan tersebut melakukan perlawanan saat ditangkap.
Diketahui, M Rusli awalnya ditangkap di kamar kosnya pada Kamis (27/2). Rusli sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Parepare karena mengeluh sakit hingga dilaporkan meninggal pada Selasa (1/4).
Kapolres Parepare AKBP Arman Muis mengungkap indikasi pemukulan terhadap Rusli terungkap dari hasil pemeriksaan terhadap 2 oknum polisi yang menangani tahanan itu. Keduanya diperiksa Propam atas dugaan pemukulan tersebut.
“Saat ini kita sudah menangani sangat profesional. Indikasi pemukulan itu, itu sedang kita melakukan proses penyelidikan dan proses penanganan,” kata Arman kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).
Dari 2 oknum polisi yang diperiksa, salah satunya merupakan Kanit Narkoba Satnarkoba Polres Parepare berinisial Ipda S. Dugaan pemukulan itu diduga terjadi saat Rusli ditangkap.
“Penyalahgunaan kewenangan di situ, pada saat yang bersangkutan sedang melakukan penangkapan. Di situ ternyata hasil BAP, ada perlawanan dari tersangka, sehingga (oknum polisi) refleks untuk melakukan tindakan (pemukulan) untuk pembelaan,” ungkapnya.
Arman mengakui personelnya saat itu menyalahi prosedur operasional standar penangkapan. Dia membeberkan, pelaku tidak diborgol saat ditangkap.
“Saya sampaikan sama yang bersangkutan, itu menyalahi SOP. Kenapa kamu tidak melakukan pemborgolan waktu itu dan lain sebagainya. Kemudian, teman-teman di situ juga, anggota saya sedikit ada kelalaian,” ucap Arman.
Dia juga menyinggung adanya hubungan emosional antara pelaku dan oknum polisi yang melakukan penangkapan. Arman menganggap situasi ini tidak dibenarkan karena menyalahi aturan etika dalam penyalahgunaan wewenang.
“Pada saat yang bersangkutan sedang menangani si pelaku atau almarhum ini, dia ada hubungan emosional. Seharusnya etikanya ketika kita sudah menangani kasus, itu tidak boleh lagi kita berhubungan,” jelasnya.
Namun Arman enggan berspekulasi lebih jauh soal adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan tahanan tersebut tewas. Pihaknya juga masih mendalami dugaan kelalaian yang dilakukan personelnya.
“Mudah-mudahan dalam waktu minggu ini, kita sudah bisa melakukan proses sidang, indikasi atau tidaknya yang pasti di situ ada kelalaian anggota saya. Tapi terkait dengan adanya penganiayaan, ini tidak semudah itu,” tutur Arman.
“Bukan saya melakukan sebuah proses pembelaan, tapi ini adalah hukum di Indonesia. Hukum kita itu tidak semudah itu menetapkan sebuah tersangka. Harus dibuktikan dengan dukungan saksi-saksi, terus butuh barang bukti, ada ahli dan lain sebagainya,” terangnya.
Arman mengatakan sidang kode etik terhadap dua oknum polisi akan mulai bergulir pekan ini. Dia memastikan kedua personelnya akan diberikan sanksi tegas jika terbukti melakukan pelanggaran.
“Kita mengacu pada peraturan kepolisian saja. (Sanksinya) Itu bisa disiplin, bisa kurungan, bisa sel dan lain sebagainya, bisa juga permohonan maaf,” imbuh Arman.
Keluarga sempat mencurigai Rusli tewas karena dianiaya. Namun pihak RSUD Andi Makkasau mengaku tidak menemukan adanya tanda kekerasan baik bekas lebam dan patah di tubuh korban sebagaimana pernyataan korban.
Dari hasil pemeriksaan, Rusli diduga mengalami gagal napas. Tahanan tersebut juga didiagnosa diduga menderita tumor paru di sebelah kiri.
Belakangan, keluarga Rusli tidak serta merta menerima hasil diagnosa dokter. Pihak keluarga tahanan pun mengadukan perkara ini ke DPRD Parepare pada Selasa (15/4).
“Saya tidak terima itu (diagnosa dokter). Saya bukan curiga kalau itu dipalsukan, saya curiga tidak betul diagnosanya,” ungkap kakak korban, Agussalim di Kantor DPRD Parepare.
Dia mengaku akan terus mencari keadilan atas tewasnya Rusli. Pihak keluarga berencana melakukan pembuktian adanya dugaan penganiayaan melalui langkah autopsi.
“Langkah selanjutnya tentu saya kejar ini aparat hukumnya sampai di mana prosesnya nanti. Akhirnya pada kesimpulan harus dilakukan autopsi oleh dokter forensik yang kredibel dan independen,” ujarnya.
Sementara Direktur RSUD Andi Makkasau Parepare, dr Renny Anggraeny mendukung keluarga Rusli melakukan autopsi. Dia menyebut Dokter Nirmalasari yang sempat memberikan pernyataan terkait kasus ini hanya menyampaikan fakta berdasarkan hasil diagnosa.
“Kita bilang diduga, Dokter Mala itu tidak bilang tumor. Dia bilang diduga keganasan atau infeksi pneumonia itu berdasarkan hasil rontgen. Kalau tidak yakin, suruh lapor ke polisi baru autopsi ki,” jelasnya.
Ketua Komisi II DPRD Parepare Satria Parman Agoes Mante juga menyarankan keluarga Rusli melakukan autopsi. Hal ini setelah keluarga tahanan tersebut tidak mempercayai hasil diagnosa dokter.
“Semuanya itu dijawab oleh pihak rumah sakit dibuktikan dengan hasil medis. Tapi pihak keluarga agak kurang trust (kepercayaan) kepada pihak rumah sakit,” jelas Parman.