Terdakwa Muhammad Syahruna mengungkap pembuatan uang palsu Rp 600 juta hanya menggunakan alat sederhana seperti sablon dan printer. Sementara mesin cetak raksasa yang menjadi perhatian dalam kasus ini sebenarnya tidak pernah digunakan.
Pengakuan Syahruna itu bermula saat tim jaksa penuntut umum menghadirkan anggota Polsek Pallangga bernama Adrianto sebagai saksi di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Gowa, Rabu (4/6). Adrianto mengatakan bahwa berdasarkan hasil interogasi oleh pihaknya, Syahruna menggunakan mesin cetak berukuran raksasa jenis GM-247IIMP-25 offset tersebut untuk mencetak uang palsu.
“(Mesin offset besar) Itu pernah dipergunakan, keterangan Syahruna juga pernah digunakan tapi (hasilnya) tidak optimal, tidak presisi,” ujar Adrianto di persidangan.
Syahruna yang mendengar keterangan saksi Adrianto langsung membantah. Dia menegaskan sama sekali tidak pernah menggunakan mesin cetak berukuran raksasa tersebut untuk memproduksi uang palsu.
“Masalah penggunaan mesin offset yang besar itu, tidak pernah saya gunakan. (Hasil cetak uang palsu) Yang tidak presisi itu yang saya maksud mesin offset kecil, karena itu mesin bekas,” ujar Syahruna.
Syahruna sendiri sudah pernah menjelaskan alasan dirinya tidak pernah menggunakan mesin cetak berukuran besar tersebut. Syahruna mengaku tidak tahu cara mengoperasikan mesin tersebut.
“Kalau untuk mengoperasikan (mesin offset besar), saya tidak pernah mengoperasikan karena saya tidak tahu memakai mesin itu,” ujar Syahruna saat menjadi saksi untuk Terdakwa Andi Ibrahim pada Rabu (28/5) lalu.
Syahruna justru membuat uang palsu dengan metode sablon. Selanjutnya dia mencetak uang palsu menggunakan printer biasa.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Kalau alatnya (mesin cetak besar) kan saya tidak tahu pakai, jadi manual manual dulu. Kalau manual itu kayak (pakai) alat sablon,” jelas Syahruna.
“(Mencetak uang palsu menggunakan) Printer,” sambungnya.
Syahruna mengakui uang palsu buatannya memiliki kualitas tinggi. Hal itu terbukti saat menunjukkan kertas bahan uang palsu yang sudah memiliki magnetik kepada eks Kepala Perpustakaan UIN Makassar Andi Ibrahim dan pria bernama Hendra.
“(Syahruna juga memperlihatkan uang palsu buatannya) Iya tapi masih kertas kosong, maksudnya bukan polos sekali. Iya sudah ada magnetiknya. Itu sudah tahap ketiga (tahap pertama kertas, tahap kedua tali air, ketiga tinta magnetik). (Kemudian uang itu dimasukkan ke mesin penghitung, bisa lewat) Iya,” terangnya.
Setelah pertemuan itu, Syahruna bersama Andi Ibrahim akhirnya sepakat bekerja sama membuat uang palsu. Produksi uang palsu yang pertama kali dilakukan Syahruna di rumah pengusaha Annar Sampetoding dengan dibantu oleh terdakwa lainnya bernama Ambo Ala.
“Kita mulai bicara bicara tentang uang palsu.(Syahruna menyampaikan) Ini ada secara teknisnya saya bisa pahami, tapi tenaga sudah tidak kuat, saya tidak sanggup. Jadi disepakati saya bagian teknisnya, nanti ada orang Pak Andi Ibrahim kerjakan,” bebernya.
“Pada pertemuan berikutnya dipertemukan dengan Ambo, orang yang bisa mengerjakan.Setelah itu kita kerjakan di Sunu ada 5 sekitar hari, saya kerja sama Ambo,” sambung Syahruna.
Syahruna mengaku pada pertemuan itu juga disepakati jika dirinya akan diberikan upah dengan sistem satu banding 10, yang artinya Syahruna dibayar dengan selembar uang asli dan membuat 10 lembar uang palsu. Namun, hingga kini Syahruna belum menerima upah tersebut.
“Belum, sampai saat ini belum (menerima upah dari Andi Ibrahim).
Lebih lanjut, produksi uang palsu itu dilakukan sebanyak 4 kali. Adapun total uang palsu yang diproduksi yakni Rp 600 juta.
“(Produksi uang palsu) Kalau di UIN ada 4 kali, di Sunu (rumah Annar) sekali,” katanya.
“(Total) sekitar Rp 600 juta,” sebutnya.