Dosen Universitas Andi Djemma (Unanda) sekaligus pengamat kebijakan publik, Syahiruddin Syah menyoroti polemik DPRD Palopo menolak APBD Perubahan 2025 yang dirancang Pemkot Palopo. Dia menilai Pemkot Palopo melanggar etika birokrasi.
Syahiruddin mulanya menyebut penghapusan mendadak terhadap program pembayaran utang pada anggaran perubahan Pemkot Palopo tidak tepat. Menurutnya, Pemkot Palopo seharusnya melakukan dialog terlebih dahulu.
“Pemerintah kota itu melanggar etika birokrasi dan mekanisme penganggaran. Melalui mekanisme anggaran itu kan sudah ditetapkan dan diparipurnakan tinggal mau dikonsultasikan di gubernur, kalaupun dia mau rubah dia tidak rubah anggarannya tidak masalah, tapi bahas kembali, paling tidak dia bahas di tingkat pimpinan, kalau perlu ya Banggar, jangan sampai tidak transparansi,” ujar Syahiruddin saat berbincang dengan infoSulsel, Selasa (16/9/2025).
Dia mengatakan dinamika yang terjadi saat ini adalah bentuk ketidaktaatan Pemkot Palopo pada prinsip good governance. Menurutnya, penghapusan program pembayaran utang daerah termasuk dalam kategori kekeliruan yang sangat fatal.
“Sekarang kita harus transparan karena kita mengarah ke era good govarnance. Semua prinsip-prinsipnya harus kita jalankan, mulai dari transparansi, akuntabilitas, partisipasi, kemudian strategi vision, rule of law. Nah kalau dia tidak melakukan itu, tidak mengarah ke good govarnance,” jelasnya.
Lebih lanjut, Syahiruddin menyinggung terkait pembentukan tim baru di luar dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). Dia menyebut pembentukan tim baru tersebut sebagai suatu penyimpangan.
“Masa mau bentuk tim lagi? Masa tidak percayakan yang formal? Na di situ ada sekretaris daerah yang tahu soal anggaran di koordinator, tidak masuk akal mau bentuk tim lagi,” bebernya.
“Intinya apapun yang setelah kita bahas apalagi diparipurnakan kita hargai pembahasan itu. Itu adalah protap mekanisme dalam penganggaran, harus melalui DPR tidak boleh itu kebijakan yang hanya mau diselip-selipkan saja, itu kebiasaan buruk birokrasi selama ini,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD Palopo Darwis mengungkapkan alasannya menolak menandatangani APBD-P Pemkot Palopo. Salah satu penyebab utamanya ialah Pemkot Palopo dinilai menghapus program pembayaran utang senilai Rp 30 miliar pada APBD-P tersebut secara sepihak.
“Yang jelas ada beberapa (alasan penolakan), contohnya pembayaran utang yang dihilangkan. Padahal sudah kita anggarkan di anggaran pokok 2025, kita harus bayar utang senilai Rp 30 miliar,” kata Darwis kepada wartawan, Senin (15/9/2025).
Darwis mengungkapkan pembayaran utang pada APBD-P merupakan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pemprov Sulsel. Menurutnya, penghapusan secara sepihak sangat menimbulkan kecurigaan.
“Salah satunya yang hilang itu ada beberapa kegiatan yang kami tunggu klarifikasinya. Karena otomatis ini, pada saat ada program yang dihilangkan pasti ada yang ditambahkan. Nah, sementara yang dihilangkan ini mandatori,” bebernya.
Darwis pun meminta Pemkot Palopo untuk segara melakukan evaluasi terkait APBD-P tersebut. DPRD Palopo mendorong Pemkot segera menyerahkan hasil perbaikan.
“Kami menunggu, kalau memang itu sudah sesuai dengan apa yang kita bahas di sini ya kita tetap tanda tangan untuk itu. Kalau memang tidak, kita harus bahas ulang, kalau memang dia punya niat baik, kita dudukkan sama-sama kita bahas ulang,” bebernya.