Dokter ahli kandungan Jayapura, dr. Alberthzon Rabgrageri, Sp.OG mengungkap penyebab wanita bernama Irene Sokoy dan bayinya meninggal usai diduga ditolak 4 rumah sakit (RS) di Papua. Faktor utama kondisi kritis pasien diduga berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis.
Hal itu terungkap saat Biddokkes Polda Papua dan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Jayapura menggelar audiensi bersama perwakilan Komnas HAM Papua, Kamis (27/11/2025). Dalam pertemuan itu dipaparkan hasil telaah medis, termasuk riwayat rujukan dan kondisi pasien dari fasilitas kesehatan sebelumnya.
“Kami sangat menyayangkan dua nyawa, ibu dan bayi, tidak dapat diselamatkan,” kata dr Alberthzon dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan.
Alberthzon menyoroti pasien dengan riwayat kehamilan berisiko tinggi (berat bayi 4,3 kg) mengalami persalinan lambat. Pasien awalnya sempat dilarikan ke RSUD Yowari Kabupaten Jayapura.
Namun tindakan medis untuk memperkuat kontraksi di RSUD Yowari dilakukan tanpa kesiapan kamar operasi, dokter anestesi, dan dokter kandungan yang standby. Hal ini mengakibatkan robekan rahim, perdarahan hebat dan kondisi gawat janin.
“Dari analisis kami, penyebab utama kematian berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis serta pelaksanaan tindakan yang tidak sesuai standar di fasilitas awal tempat pasien bersalin (RSUD Yowari),” jelas Alberthzon.
Sementara itu, Dokter Jaga RS Bhayangkara Jayapura, dr Ary Winanti Putri menambahkan, pasien rujukan dari RSUD Yowari datang dalam kondisi gawat janin. Pasien sempat diperiksa di area depan IGD karena menolak berbaring, dan langsung diberikan terapi oksigen sebelum keluarga memutuskan merujuk kembali ke rumah sakit lain.
Sementara itu, Perwakilan Komnas HAM, Melky Weruin mengatakan pihaknya ikut dalam audiensi untuk mendapat klarifikasi dari pihak rumah sakit. Pihaknya juga telah menerima klarifikasi RS Bhayangkara Jayapura soal permintaan uang Rp 4 juta kepada keluarga Irene Sokoy.
“Dari klarifikasi pihak rumah sakit, kami memahami bahwa penyampaian angka tarif kamar VIP adalah bentuk transparansi biaya. Kami menilai persoalan utama dalam kasus ini lebih disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar rumah sakit dan miskomunikasi dengan pihak keluarga pasien,” kata Melky.
Sebelumnya diberitakan, Irene dan bayinya dinyatakan meninggal dalam perjalanan bolak-balik menuju RSUD Dok II Jayapura pada Senin (17/11) sekitar pukul 05.00 WIT. Keempat RS yang diduga menolak Irene yakni RS Dian Harapan, RSUD Yowari, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara.
Gubernur Papua Matius D Fakhiri pun meminta maaf atas peristiwa tragis tersebut. Matius mengancam mencopot direktur RSUD di bawah naungan Pemprov Papua jika terbukti lalai tidak memberikan penanganan kepada pasien.
“Saya telah memerintahkan evaluasi total seluruh rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua, pergantian direktur rumah sakit yang lalai dan tidak mampu memberikan pelayanan,” kata Fakhiri dalam keterangannya.







