Seorang pria lansia di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jahya Brahim Tjahja (67), meninggal dunia dua hari setelah sejumlah oknum Polda Sulsel menggeledah toko tan miliknya dan memintanya membayar Rp 50 juta. Insiden itu diduga membuat korban stroke dan serangan jantung akibat syok, hingga akhirnya meninggal.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Didik Supranoto memastikan pihaknya tengah mengusut dugaan pemerasan yang berujung fatal tersebut. Didik mengatakan Propam tengah melakukan pendalaman atas insiden itu.
“Masih dilakukan pendalaman oleh Propam, apabila memang terbukti akan diproses sesuai ketentuan hukum,” ujar Kombes Didik Supranoto kepada infoSulsel, Jumat (15/8/2025).
Didik mengatakan sejumlah oknum anggota yang diduga terlibat tengah diperiksa Propam. Kendati demikian, dia belum merinci berapa jumlah personel yang diperiksa tersebut.
“Kasusnya sudah ditangani Propam Polda, untuk berapa yang diperiksa masih saya konfirmasi ke Propam,” ungkap Didik.
Wakil Kepala Divisi Advokasi LBH Makassar Mirayati Amin mengatakan pihaknya telah mendampingi putra dari almarhum Jahya, yakni AN (22) untuk melaporkan dugaan pemerasan tersebut ke SPKT Polda Sulsel, Selasa (12/8) lalu. Menurutnya, dugaan pemerasan itu bermula ketika toko tani milik almarhum Jahya di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, tiba-tiba digeledah oleh 7 anggota polisi pada 23 April 2025, sekitar pukul 14.00 Wita.
“Waktu itu memang ada si AN sama bapaknya (dalam toko), tiba-tiba ada polisi masuk melakukan pemeriksaan, menggeledah, dia kumpulkan beberapa barang yang diduga sudah kedaluwarsa. Jadi ada memang beberapa barang itu disimpan di bawah rak, tidak diperjualbelikan sama AN dan bapaknya. Menurut polisi, adanya barang tersebut, itu melanggar undang-undang perlindungan konsumen,” ujar Mirayati Amin kepada infoSulsel, Jumat (15/8).
AN sendiri langsung mendebat para polisi yang datang. Dia mempertanyakan alasan pihak kepolisian melakukan penggeledahan di toko milik ayahnya.
“AN bertanya apakah ada laporan kerugian dari pelanggan tokonya, tidak ada laporan sebenarnya. Jadi mereka (polisi) akhirnya menunjukkan surat perintah dan di situ tertulis mereka dari kepolisian Polda Sulsel, menggeledah, mengumpulkan barang di suatu tempat, terus itu akan disita,” ujar Mirayati.
AN yang merasa tidak melakukan pelanggaran akhirnya bersikeras menolak upaya penyitaan itu. Akibatnya, AN diminta menemui seorang polisi berinisial MA di sebuah warung kopi, yang lokasinya tepat berada di depan toko tani miliknya.
“Salah satu polisi kemudian menunjukkan tangkapan layar chat (kepada AN), di situ ada (permintaan) nominal Rp 50 juta. Nah nominal ini kemudian membuat AN kaget. Pokoknya chat itu adalah pesan singkat di aplikasi WhatsApp dan di kontak itu AN sempat lihat, tulisannya dari komandan,” kata Mirayati.
AN yang tidak memiliki uang sebesar Rp 50 juta akhirnya berusaha bernegosiasi dengan polisi MA. AN menegaskan kondisinya yang tidak mempunyai uang sebesar permintaan MA.
“Jadi sempat nego tuh, dari 50, AN bilang 15, polisinya bilang lagi 25, klien kami bilang dia tidak punya uang sebanyak itu. Akhirnya turun lagi bersepakat untuk 15, tapi catatannya, setelah diserahkan Rp 15 juta itu, AN dan keluargannya harus menyerahkan Rp 2 juta per bulan, jadi setoran aktif ke polisi gitu,” katanya.
Menurut Mirayanti, AN sempat menyetorkan uang Rp 15 juta kepada polisi MA tersebut. Hingga akhirnya, AN kembali dihubungi oleh polisi tersebut yang meminta uang setoran Rp 2 juta pada 29 Mei 2025.
“Satu bulan berikutnya, 29 Mei, klien kami dihubungi untuk membayar Rp 2 juta itu,” katanya.
AN kemudian menolak melakukan pembayaran tersebut. Menurut Mirayati, AN menolak membayar karena ayahnya meninggal dunia akibat ulah para polisi tersebut.
“Ternyata, 2 hari setelah penggeledahan, ayah kandung korban meninggal dunia akibat stroke dan serangan jantung, kaget kan dengan peristiwa polisi datang, polisi itu. AN bilang dia sudah tidak mau lagi bayar ke polisi,” katanya.
Mirayati menambahkan, almarhum Jahya sempat ikut mendebat polisi bersama anaknya saat proses penggeledahan. Insiden itu disebut turut berdampak terhadap kesehatan Jahya hingga meninggal dunia.
“Memang agak sedikit berdebat, bapaknya kaget, kenapa tiba-tiba ada polisi banyak terus minta uang Rp 50 juta pada akhirnya, itu kata AN, jadi sempat kepikiran, syok mungkin, stroke, serangan jantung, meninggal 2 hari setelah kejadian,” jelasnya.