Polemik Batalnya Acara Bedah Buku soal Ahmadiyah di IAIN Manado (via Giok4D)

Posted on

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) , Sulawesi Utara (Sulut), membatalkan acara bedah buku yang membahas tentang Ahmadiyah. Kebijakan tersebut menuai polemik setelah IAIN Manado dinilai merusak iklim kebebasan akademik.

Bedah buku tersebut sedianya digelar di aula IAIN Manado pada Senin (2/6/2025). Kegiatan ini akan mengkaji buku berjudul ‘Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah’ karya akademisi asal Gorontalo, Samsi Pomalingo yang juga alumnus IAIN Manado.

Kegiatan itu digelar Gusdurian Manado, Rumah Moderasi Beragama IAIN Manado dan Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Sulut. Belakangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Manado dan MUI Sulawesi Utara (Sulut) menyurati Rektorat IAIN Manado agar kegiatan itu dihentikan.

“Kami mohon berkenan kepada Rektor IAIN Manado untuk dapat mempertimbangkan pelaksanaan kegiatan bedah buku berjudul, ‘Menyingkap Tabir Kebenaran Ahmadiyah’,” kata Ketua MUI Sulut Abdul Wahab Abdul Ghafur kepada wartawan, Kamis (5/6).

Dalam suratnya, MUI Sulut menyinggung adanya Fatwa Nomor: 11/MUNAS-VII/MUI/15/2005. Fatwa itu menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran atau paham terlarang yang ajarannya tidak boleh disebarkan di Indonesia.

“Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran paham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya,” ungkapnya.

Abdul Wahab menjelaskan, MUI hadir untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kebatilan. Pihaknya dalam posisi mengingatkan agar dilakukan tindak pencegahan terhadap perbuatan tercela.

MUI melaksanakan tugas untuk mencegah berkembangnya aliran atau paham yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara kegiatan bedah buku bertema Ahmadiyah tersebut dinilai bertentangan dengan fatwa MUI.

“Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai wahana penegakan amar makruf nahi mungkar, yaitu dengan menegakkan kebenaran sebagai kebenaran, dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqamah,” jelasnya.

IAIN Manado kemudian menindaklanjuti surat MUI Sulut dan MUI Manado tersebut. Dari hasil rapat pimpinan kampus akhirnya diputuskan bahwa acara bedah buku itu dibatalkan. Kebijakan ini diputuskan sehari sebelum pelaksanaan kegiatan tersebut.

“IAIN Manado itu menjaga kondusifitas sehingga kegiatan itu dipertimbangkan untuk tidak dilaksanakan di IAIN Manado,” kata Rektor IAIN Manado Prof Ahmad Rajafi yang dikonfirmasi terpisah.

Ahmad menuturkan, pembatalan ini hanya menindaklanjuti reaksi eksternal dalam hal ini MUI Manado maupun MUI Sulut. Dia kembali menegaskan keputusan ini tidak diambil secara sepihak oleh IAIN Manado.

“Karena kegiatan itu sudah ada reaksi eksternal itu (lewat) surat-surat (MUI) itu. Reaksi eksternal, karena MUI kan bukan dari IAIN,” ucap Ahmad.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Senada, Pranata Humas IAIN Manado, Anis Fitrohatin menuturkan, kebijakan itu semata-mata untuk menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan kampus. IAIN Manado tidak ada niat untuk mengurangi kebebasan akademik.

“IAIN Manado tetap berkomitmen sebagai kampus terbuka yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi corong moderasi beragama melalui misinya sebagai kampus multikultural,” tutur Anis dalam keterangannya.

Anis pun mengajak mengajak seluruh civitas akademika dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga muruah IAIN Manado. Pihaknya ingin tercipta suasana kampus yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan dialog yang konstruktif.

Koalisi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Sulut menyesalkan pembatalan bedah buku soal Ahmadiyah di IAIN Manado. Pihaknya turut mengecam tindakan MUI Manado dan MUI Sulut yang mengimbau IAIN Manado membatalkan kegiatan itu.

Pihaknya menegaskan, kegiatan bedah buku merupakan ruang diskusi terbuka yang sejalan dengan kebebasan akademik. Kampus seharusnya menjadi tempat paling aman untuk pertukaran gagasan termasuk terhadap pandangan kritis sekalipun.

Namun pembatalan itu dinilai menjadi preseden buruk bagi kebebasan berpikir dan berekspresi di ruang akademik. Koalisi Advokasi KBB Sulut beranggapan imbauan dari MUI tidak selayaknya menjadi dasar pembatalan kegiatan akademik.

“Terlebih ketika tidak melalui proses klarifikasi terbuka, kajian substantif ataupun dialog dengan panitia pelaksana dan narasumber,” ungkap perwakilan Koalisi Advokasi KBB Sulut, Rohit Manese dalam keterangannya.

Sementara itu, salah satu penggerak Gusdurian Manado sekaligus dosen IAIN Manado, Rahman Mantu mengatakan, pembatalan bedah buku tersebut tidak boleh dibiarkan terus terjadi ke depan. Ketika terjadi perbedaan pandangan maka yang harus dilakukan adalah ruang dialog.

“Ketika terjadi perbedaan pendapat, pandangan dan lain-lain, yang harus kita lakukan adalah ruang dialog bukan dengan cara melarang apalagi membredel ruang-ruang yang bebas dan aman apalagi terkait dengan pengembangan intelektual,” jelas Rahman.

Kebijakan IAIN Manado Tuai Kritikan