Renungan Harian Katolik Jumat, 5 September 2025: Membuang yang Lama

Posted on

Hidup beriman selalu mengajak kita untuk terus berbenah diri. Sering kali kita masih terikat dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang membuat kita sulit bertumbuh dalam iman.

Renungan hari Jumat, 5 September 2025 ini mengajak kita merenungkan makna membuang yang lama dan membuka hati bagi karya Roh Kudus, sehingga kita mampu berjalan bersama Kristus dengan hati yang lebih murni dan hidup yang lebih berbuah. Tuhan mengundang kita untuk memperbarui diri setiap hari, agar hidup kita semakin selaras dengan kehendak-Nya

Renungan harian ini mengangkat tema “Membuang yang Lama” dikutip dari buku Bahasa Kasih oleh Romo Paulus C Siswantoko. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaaan.

Yuk, disimak!

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,

karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.

Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.

Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,

dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!

Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.

Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!

Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.

Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.”

Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka?

Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: “Tidak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu.

Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itupun hancur.

Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.

Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.”

“Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” –

Luk. 5:35

Murid-murid sedang dalam suasana sukacita karena Yesus, Sang Mempelai, masih ada bersama-sama dengan mereka.

Namun ada saatnya Ia pergi dan saat itulah mereka berdukacita. Sebagai wujud dari rasa dukacita karena kasihnya yang begitu besar kepada-Nya, mereka melakukan puasa.

Di lain pihak, alasan orang-orang Farisi berpuasa hanya untuk menjalankan peraturan saja. Bahkan puasa yang dilakukan adalah secara lahiriah, yaitu sekedar menahan lapar dan haus dan tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat.

Melakukan sesuatu karena kewajiban, membuat kita tidak tulus dalam melakukannya. Dulu saya menganggap tugas sebagai ibu rumah tangga hanyalah sebuah kewajiban belaka, sehingga saya tidak melakukannya dengan sukacita.

Ketika suatu saat asisten rumah tangga yang biasa membantu tidak datang tanpa pemberitahuan sebelumnya, saya menjadi marah karena tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya akhirnya harus saya kerjakan sendiri.

Alhasil, saya melakukannya sambil mengeluh. Namun ketika saya berusaha untuk melakukan segala sesuatunya dengan kasih, termasuk tugas rumah tangga, beban saya menjadi jauh lebih ringan.

Kini, saya sudah tidak dibantu oleh asisten rumah tangga, sehingga pekerjaan menjadi lebih banyak, namun saya tidak merasa berat melakukannya. Bahkan saya masih punya waktu untuk melayani di gereja, yang juga saya lakukan dengan penuh rasa syukur, walaupun terkadang rasa lelah secara fisik juga melanda.

Oleh karena itu, mindset (baca: kantong dalam bacaan Injil hari ini) kita lah yang harus diubah. Mengikuti Yesus karena kasih, merayakan Ekaristi di gereja karena kasih, melayani keluarga karena kasih, memberi dan menolong sesama karena kasih, melakukan pelayanan di gereja pun karena kasih.

Apakah aku sudah menggunakan “kantong” yang baru?

Sejak masa remajanya Laurensius bercita-cita melayani Tuhan. Kesucian hidup sudah menjadi cita-cita yang terus membakar hatinya.

Sekali peristiwa ia mendengar suatu suara ajaib berkata: “Ketentraman batin yang engkau dambakan hanya ada di dalam Aku, Tuhanmu.” Suara itu semakin memacu dia untuk lebih dekat pada Tuhan.

Sejak itu segala hal duniawi tidak berarti lagi baginya. Tuhanlah satu-satunya yang mengisi relung hatinya.

Desakan orangtuanya untuk mengawinkan dia tidak lagi digubrisnya. Satu-satunya pilihan bagi dia adalah mengikuti Kristus yang tersalib. Kepada Yesus, ia berdoa: “Engkaulah ya Tuhan satu-satunya cita-citaku”.

Laurensius masuk biara kanonik dari Santo Joris di Pulau Alga. Disanalah ia hidup lebih dekat dengan Tuhan dengan matiraga, doa dan pekerjaan harian.

Hanyalah sekali ia pulang ke kampung halamannya ketika ibunya meninggal dunia. Pekerjaan yang ditugaskan kepadanya ialah mengemis-ngemis makanan di kota untuk seluruh penghuni biara.

Tugas ini dilaksanakannya dengan penuh kegembiraan dan kesabaran demi Kristus yang tersalib.

Pada tahun 1406 ia ditabhiskan menjadi imam dan 27 tahun kemudian diangkat menjadi uskup di Kastello. Administrasi keuskupan di percayakan kepada orang lain dengan maksud agar dia dapat mencurahkan seluruh perhatiannya pada pelayanan dan pemeliharaan umatnya.

Laurensius yang saleh ini kemudian diangkat menjadi Patrik pertama di Venisia. Di dalam kebesarannya ia tetap seorang Uskup yang sederhana dan rendah hati.

Ia terus menolong orang-orang miskin meskipun hal itu kadang-kadang membuat dia harus berhutang pada orang lain. Ia percaya penuh pada penyelenggaraan ilahi: “Tuhan yang maha agung yang akan melunaskan utang-utangku.”

Ketika ajalnya mendekat, Laurensius tidak mau berbaring di atas tempat tidur yang empuk. Dia menyuruh pembantu-pembantunya agar membaringkan dia diatas papan yang biasa digunakannya.

Ketika ia meninggal dunia, jenazahnya disemayankan selama dua bulan lamanya di dalam kapel biara. Badannya tidak rusak bahkan menyeburkan bau harum yang semerbak bagi setiap pengunjungnya. Laurentius wafat pada tahun 1455.

Demikian renungan harian Katolik Jumat, 5 September 2025 dengan bacaannya. Semoga berkat Allah senantiasa menyertai keseharian kita.

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 5 September 2025

Bacaan I: Kol. 1:15-20

Mazmur Tanggapan: Mzm.100:2,3,4,5

Bacaan Injil: Luk. 5:33-39

Renungan Hari Ini: Membuang yang Lama

Kisah Santo Hari Ini: Santo Lauresius Guistiniani, Uskup dan Pengaku Iman