Renungan Harian Katolik Rabu,1 Oktober 2025 2025: Jiwa yang Tenang | Info Giok4D

Posted on

Renungan Harian Katolik Rabu, 1 Oktober 2025, mengajak kita merenungkan tentang kerendahan hati dan kesederhanaan hidup. Bacaan hari ini menegaskan bahwa hati yang polos dan penuh percaya kepada Allah adalah kunci untuk merasakan damai sejati.

Dalam bacaan dari Kitab Yesaya, kita diajak melihat kasih Allah yang menghibur umat-Nya seperti seorang ibu kepada anaknya. Mazmur tanggapan mengingatkan pentingnya menenangkan jiwa di hadapan Tuhan, sementara Injil Matius menekankan sikap rendah hati seperti seorang anak kecil sebagai syarat masuk Kerajaan Surga.

Renungan harian Katolik Rabu, 1 Oktober ini mengangkat tema “Hati yang Sederhana, Jiwa yang Tenang” dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Thomas Hari Hartanto . Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaan.

Yuk, disimak!

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya!

supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas.

Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.

Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem.

Apabila kamu melihatnya, hatimu akan girang, dan kamu akan seperti rumput muda yang tumbuh dengan lebat; maka tangan TUHAN akan nyata kepada hamba-hamba-Nya, dan amarah-Nya kepada musuh-musuh-Nya.

Nyanyian ziarah Daud. TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku.

Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.

Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!

Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?”

Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka

lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Bacaan hari ini mengajak kita kembali pada sikap hati yang sederhana dan penuh kerendahan. Nabi Yesaya menggambarkan Yerusalem sebagai sumber penghiburan, tempat Allah sendiri menenangkan umat-Nya bagaikan seorang ibu yang menggendong dan membelai anaknya.

Inilah tanda kasih Allah yang tidak pernah meninggalkan kita, bahkan dalam saat-saat sulit. Mazmur tanggapan pun mengingatkan kita untuk tidak tinggi hati atau mengejar hal-hal yang terlalu besar.

Seperti anak yang tenang dalam pelukan ibunya, demikianlah seharusnya jiwa kita berdiam dalam Tuhan. Dalam keheningan dan kepasrahan itulah kita menemukan kekuatan sejati.

Yesus dalam Injil menegaskan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, kita perlu bertobat dan menjadi seperti anak kecil: rendah hati, polos, dan penuh kepercayaan kepada Allah.

Dunia sering mengajarkan kita untuk mengejar posisi dan pengakuan, tetapi Yesus menunjukkan jalan berbeda: merendahkan diri dan mengandalkan Allah sepenuhnya.

Hari ini kita diajak untuk merenungkan: apakah kita masih menyimpan hati yang sederhana dan penuh kepercayaan, atau justru sibuk mengejar kebesaran diri?

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Semoga kita belajar menempatkan diri di hadapan Allah dengan kerendahan hati, agar hati kita menjadi tenang dan hidup kita dipenuhi sukacita-Nya.

Maria Francoise Therese Martin lahir di Alencon, Prancis pada tanggal 2 Januari 1873. Theresia adalah puteri bungsu dari keluarga saleh Louis Martin dan Azelie Guerin.

Ayahnya seorang pembuat arloji di kota Alencon. Sepeninggal isterinya, ia bersama anak-anaknya pindah ke Lisieux.

Kematian ibunya menimbulkan shock besar pada Theresia sebagai puteri bungsu. Terpaksa kakaknya, Pauline, menggantikan kedudukan ibunya untuk merawat dan memperhatikan perkembangannya.

Theresia sangat dikasihi ayahnya. Ia diberi macam-macam julukan: ‘Theresia Kecil’, ‘Bungsu Kecil’ dan ‘Ratu Kecil’. Pada tahun 1881 sampai 1885, ia belajar di sekolah Suster-suster Benediktin.

Ia sangat perasa dan cepat menangis sehingga teman-temannya tidak akrab dengannya. Ia semakin menjadi perasa sewaktu kakaknya Pauline masuk biara Karmelit di Lisieux pada bulan Oktober 1882.

Theresia jatuh sakit karena keberangkatan Pauline itu. Theresia disembuhkan secara ajaib.

Sementra kakak-kakaknya berlutut disamping tempat tidurnya untuk berdoa bagi kesembuhannya, patung Bunda Maria yang berada di depannya tiba-tiba tersenyum padanya. Penyakit itu hilang seketika meskipun sifat perasa masih tetap ada.

Sifat itu baru mulai hilang karena nasehat ayahnya ketika mereka menghadiri upacara malam Natal tahun 1886. Semenjak itu, ia mulai semakin sadar akan keburukan dari sifatnya yang manja dan lekas tersinggung itu.

Ia sadar bahwa ia sudah mulai remaja dan lebih dari itu bahwa sifat kekanak-kanakan itu tidak cocok bagi seorang wanita yang bercita-cita menjadi suster. Saat kesadarannya ini kemudian dalam autobiografinya disebutnya sebagai saat ber-rahmat yang mengawali kehidupannya yang baru.

Katanya dalam buku itu: “Yesuslah yang merubah diriku.”
Semenjak itu ia mulai sadar bahwa dirinya dipenuhi karunia Roh Kudus. Ia sadar pula bahwa dia harus mengabdikan seluruh-hidupnya kepada Tuhan.

Kerinduannya untuk bersatu dengan Kanak-kanak Yesus sangatlah besar, dan karena itu di kemudian hari setelah ia digelari ‘kudus’, ia dinamai ‘Theresia dari Kanak-kanak Yesus’ dan Theresia dari Lisieux’. Kepada Yesus ia berjanji tidak akan pernah segan melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan dari padanya.

Kerinduannya itu terungkap dalam salah satu doanya berikut ini:

“Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah saya menjadi mainanMu! Anggap saja saya ini mainanMu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silakan!’ Dan kalau hendak Kautinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Saya akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau hendak Kautusuk bolaMu. . .O, Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendakMu!”

Inilah doa Theresia Martin kepada Kanak-kanak Yesus yang sangat dirindukannya tetapi belum bisa disambutnya karena umurnya baru 7 tahun.

Orangtua Theresia baik sekali terhadapnya bersama saudara-saudaranya yang lain. Mereka berlima menjadi suster. Betapa bahagia hati Theresia, ketika pada umur 12 tahun boleh menyambut Tubuh Yesus untuk pertama kalinya.

Di hadapan sebuah salib, ia berjanji: “Yesus di kayu salib yang haus, saya akan ‘memberikan air kepadaMu. Saya bersedia menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat.” Pendosa pertama yang bertobat berkat doa Theresia ialah seorang penjahat kakap yang dijatuhi hukuman mati tanpa menyesal, namun akhirnya ia bertobat juga di hadapan sebuah salib sesaat sebelum menjalani hukuman.

Kerinduan Theresia yang begitu besar pada Yesus mendesak dia untuk menjalani kehidupan khusus sebagai seorang biarawati, mengikuti teladan 4 orang saudaranya yang sudah lebih dahulu menjadi suster. Tetapi ia belum bisa diterima karena umurnya baru 14 tahun.

Ia tidak putus asa. Ia berziarah ke Roma bersama orangtuanya. Dalam audiensi umum dengan Bapa Suci, ia dengan berani meminta izin khusus dari Bapa Suci untuk menjadi suster.

Permintaannya itu dikabulkan dan dia boleh masuk biara pada umur 15 tahun. Ia diterima dalam biara Suster-suster Karmelit di Lisieux, Prancis.

Kedua kakaknya sudah lebih dahulu di biara itu. Sembilan tahun lamanya, ia hidup sebagai suster biasa. Sebagaimana suster muda lainnya, ia melaksanakan tugas dan doa harian, harus mengatasi perasaan tersinggung, marah, rasa iri hati dan memerangi kebosanan serta bermacam ragam godaan lahir maupun batin.

Untuk mencapai kesempurnaan hidup, ia memilih ‘jalan sederhana’ berdasarkan ajaran Kitab Suci: hidup selaku seorang anak kecil, penuh cinta dan iman kepercayaan akan Allah dan penyerahan diri yang total dengan perasaan gembira. Demi cita-cita itu, ia melakukan hal-hal kecil dan kewajiban-kewajiban sehari-hari dengan penuh tanggungjawab karena cinta kasihnya yang besar kepada Allah Bapa di surga.

Ia sedih sekali melihat banyak orang menyakiti hati Yesus dengan berbuat dosa dan tidak mau bertobat. Untuk mempertobatkan orang-orang berdosa itu, ia mempersembahkan dirinya sebagai korban penyilih dosa-dosa.

Ia rajin berdoa dan melakukan tapa bagi semua orang berdosa. Ia juga berdoa bagi para misionaris dan kemajuan Kerajaan Allah di seluruh dunia. Theresia akhirnya menderita sakit paru-paru yang parah.

Selama dua tahun lamanya ia menanggung beban penderitaan itu dengan gembira. Penyakit ini kemudian merengut nyawanya pada tanggal 30 September 1897 di biara Lisieux.

Sebelum menghembuskan nafasnya, ia berjanji untuk menurunkan hujan mawar ke dunia. Janji ini benar terpenuhi karena banyak karunia Allah diberikan kepada semua orang yang berdoa dengan perantaraannya.

Theresia meninggal dunia dalam usia yang sangat muda, 24 tahun. Ia mewariskan catatan riwayat pribadinya yang ditulis atas permintaan ibu biara: “Kisah suatu Jiwa.” Di dalamnya ia menunjukkan bahwa kesucian hidup dapat dicapai oleh siapa saja, betapa pun rendah, hina dan biasa orang itu.

Caranya ialah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cintakasih yang murni kepada Tuhan. Theresia adalah seorang Suster Karmelit yang terkenal di Prancis pada abad 20.

Pada tahun 1925, ia digelari sebagai ‘santa’ oleh Paus Pius XI (1922-1939) dan diangkat sebagai ‘Pelindung Karya Misi Gereja’. Kemudian oleh Paus Pius XII (1939-1958), Theresia diangkat sebagai ‘Pelindung Prancis’.

Demikian renungan harian Katolik Rabu, 1 Oktober 2025 dengan bacaannya. Semoga Tuhan Memberkati Kita.

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 1 Oktober 2025

Bacaan I: Yes. 66:10-14c

Mazmur Tanggapan: Mzm. 131:1,2,3

Bacaan Injil: Mat. 18:1-5

Renungan Hari Ini: Hati yang Sederhana, Jiwa yang Tenang

Perayaan Wajib Hari Ini: Pesta St. Teresa dari Kanak-kanak Yesus