Bagi umat Katolik renungan harian mengajak umat untuk merenungkan bacaan Kitab Suci dan membangun relasi pribadi dengan Tuhan. Renungan Katolik biasanya disertai dengan bacaan dan doa.
Berdasarkan Kalender liturgi 2025 yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI, 12 Oktober 2025 merupakan Hari Minggu Biasa XXVIII. Adapun bacaan yang menjadi perenungan hari ini adalah 2 Raj 5:14-17, Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4, 2 Tim 2:8-13 dan Luk 17:11-19.
Renungan harian Katolik hari ini mengangkat tema “Setelah Permintaan Terkabul, Lalu?” dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Taruna Lala. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaan.
Yuk, disimak!
Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:
Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak, dan ia menjadi tahir.
Kemudian kembalilah ia dengan seluruh pasukannya kepada abdi Allah itu; setelah ia sampai, berdirilah ia di depan Elisa, lalu berkata: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel; karena itu, terimalah kiranya pemberian dari hambamu ini!”
Tetapi Elisa menjawab: “Demi TUHAN yang hidup, yang di hadapannya aku menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak akan menerimanya.” Dan walaupun Naaman mendesaknya supaya diterima, ia tetap menolak.
Akhirnya berkatalah Naaman: “Jikalau demikian, biarlah diberikan kepada hambamu ini tanah sebanyak muatan sepasang bagal, sebab hambamu ini tidak akan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan lagi kepada allah lain, kecuali kepada TUHAN.”
Refren: Tuhan telah memperlihatkan keselamatan-Nya kepada umat-Nya.
Ayat 1:
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan,
sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib.
Keselamatan telah dikerjakan oleh tangan kanan-Nya,
oleh lengan-Nya yang kudus.
Refren: Tuhan telah memperlihatkan keselamatan-Nya kepada umat-Nya.
Ayat 2:
Tuhan telah memperkenalkan keselamatan yang datang daripada-Nya,
Ia telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.
Ia ingat akan kasih dan kesetiaan-Nya
terhadap kaum Israel.
Refren: Tuhan telah memperlihatkan keselamatan-Nya kepada umat-Nya.
Ayat 3:
Segala ujung bumi telah melihat
keselamatan yang datang dari Allah kita.
Bersorak-sorailah bagi Tuhan, hai seluruh bumi,
bergembiralah, bersorak-soraklah dan bermazmurlah!
Refren: Tuhan telah memperlihatkan keselamatan-Nya kepada umat-Nya.
Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah menjadi keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.
Karena pemberitaan Injil itulah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat. Tetapi firman Allah tidak terbelenggu!
Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.
Benarlah perkataan ini: Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia;
jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita;
jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan antara Samaria dan Galilea.
Ketika Ia memasuki suatu desa, datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia; mereka tinggal berdiri agak jauh,
dan berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!”
Lalu Ia memandang mereka dan berkata, “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan, mereka menjadi tahir.
Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya; orang itu adalah seorang Samaria.
Lalu Yesus berkata, “Bukankah kesepuluh orang itu telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?
Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain orang asing ini?”
Lalu Ia berkata kepadanya, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Salah seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu sujud di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu orang Samaria. (Luk. 17:15-16)
Sekitar 30 tahun lalu, saya berdoa kepada Tuhan memohon seorang istri. Seorang gadis Katolik yang baik hati, berpendidikan tinggi, berasal dari suku Manado dan memiliki kemandirian dalam hidupnya.
Saya mendapatkan beberapa calon. Walau tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan doa saya, saya tetap melakukan penjajakan. Namun, beberapa kali hubungan itu berakhir.
Akhirnya saya dipertemukan dengan seorang gadis yang memenuhi semua hal yang saya doakan. Proses penjajakan dengan gadis ini tidak mudah.
Beberapa kali nyaris berpisah. Tetapi dalam segala kerumitan itu, Tuhan justru menuntun kami menuju Sakramen Perkawinan.
Tuhan tidak hanya menjawab doa saya, tetapi juga memurnikan dan menguatkan perjalanan pernikahan kami. Bacaan pertama dan Injil hari ini berbicara tentang permintaan yang dikabulkan.
Panglima Raja Aram, Na’aman, serta sepuluh orang yang menderita penyakit kulit. Mereka menjadi sembuh setelah mereka meminta, percaya dan melakukan apa yang diperintahkan Yesus.
Dari sepuluh orang yang disembuhkan, hanya satu yang kembali, bersyukur dan memuliakan Allah. Melihat hal itu, Yesus bertanya, “Di manakah yang sembilan orang itu?”
Pertanyaan Yesus ini seolah ditujukan kepada kita semua yang pernah meminta sesuatu kepada Allah dan telah menerimanya. Apakah kita mau berubah, kembali kepada-Nya, memuliakan dan bersyukur? Bukan demi kemuliaan Allah semata, melainkan agar kita sendiri mendapatkan keselamatan.
Sebab itu Yesus berkata kepada orang Samaria yang kembali, “Berdirilah dan pergilah. Imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Pernikahan saya telah berlangsung lebih dari 21 tahun. Dalam perjalanan itu, tidak jarang kami menghadapi perselisihan, persoalan bahkan godaan untuk berpisah.
Namun dalam setiap pergumulan, saya selalu kembali kepada Allah dalam doa. Saya diingatkan bahwa Allahlah yang telah menyatukan kami.
Allah telah mengabulkan doa saat saya meminta istri dan memberikan anak-anak kepada kami. Karena itu saya mengajak keluarga saya untuk senantiasa datang ke hadapan Allah dalam Ekaristi setiap Minggu.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Di sana kami bersyukur, memuji dan memuliakan Allah, agar pada waktunya kami dapat mengalami “Berdirilah dan pergilah. Imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Wilfridus lahir di Ripon, Northumbria, Inggris pada tahun 643. Pada usia 13 tahun, ia tinggal di istana Oswy, raja Northumbria.
Eanfleda, permaisuri Raja Oswy, menerima dia dengan senang hati dan menganggap dia sebagai anaknya sendiri. Eanfleda kemudian mengirim dia ke biara Lindisfarne untuk mempelajari ilmu-ilmu suci dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya.
Di biara itu Wilfridus dididik dalam tata cara liturgi Keltik. Tetapi kemudian ia meninggalkan biara itu dan pergi ke Canterbury karena apa yang didapatnya di Lindisfarne tidak memuaskan hatinya.
Dari Canterbury, ia pergi ke Lyon, Prancis pada tahun 652 dan dari Lyon ia pergi ke Roma. Di sana ia menjadi sekretaris pribadi Sri Paus Martinus I (649-655), sambil belajar hukum dan tata cara liturgi Romawi.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Roma, ia kembali ke Lyon. Ia menetap di sana selama tiga tahun lebih sambil melancarkan perlawanannya terhadap adat istiadat dan liturgi Keltik.
Pada tahun 660 ia memberanikan diri kembali ke Inggris untuk menyapu bersih adat istiadat kafir yang ada di sana. Karena pandai dalam hukum dan tata cara liturgi Romawi, Raja Alcfridus dari Deira memberinya dana untuk mendirikan sebuah biara baru di Ripon.
Dari biara inilah ia menerapkan aturan hidup membiara Santo Benediktus yang dikenalnya ketika belajar di Roma. Tak lama kemudian, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Santo Agilbertus, seorang uskup berkebangsaan Prancis yang bekerja di wilayah Saxon Barat.
Di Inggris bintang Wilfridus semakin bersinar terang. Situasi Gereja pada masa itu kacau balau karena perpecahan di kalangan umat.
Oleh karena itu sebuah sinode diselenggarakan di Whitby, tepatnya di biara Santa Hilda, untuk menyelesaikan pertikaian pendapat antara kelompok yang mengikuti kebiasaan liturgi Keltik dan kelompok yang mau mengikuti tata cara liturgi Romawi.
Kebiasaan liturgi Keltik telah menyebarluas dan dipraktekkan di semua wilayah Inggris dan berbeda sekali dengan tata cara liturgi Romawi dalam hal-hal seperti: tanggal hari raya Paskah, Upacara Permandian, dan upacara-upacara lainnya. Wilfridus dengan gigih memperjuangkan penerimaan dan pemakaian tata cara liturgi Romawi.
Ia berhasil mempengaruhi Raja Oswy dan mendesak dia untuk mengakui dan menerapkan di seluruh Inggris aturan liturgi yang berlaku di seluruh Gereja Latin. Pada tahun yang sama (664), Wilfridus ditahbiskan menjadi uskup untuk dioses York di Compiegne, Prancis oleh Santo Agilbertus.
Tetapi karena ia terlambat datang ke York setelah pentahbisannya, Raja Oswy mempercayakan keuskupan York kepada Chad. Wilfridus tidak mau mempermasalahkan hal ini; sebaliknya ia pergi ke biara Ripon sampai Santo Theodor, Uskup Canterbury, mendesak Chad turun dari takhta pada tahun 669.
ejak itu, Wilfridus menduduki takhta keuskupan York dan giat melaksanakan tugas kegembalaannya. Ia giat memperkenalkan dan menerapkan tata cara liturgi Romawi di seluruh keuskupannya.
Tetapi dalam usahanya itu, ia terus menerus menghadapi berbagai masalah. Theodor, didukung oleh Raja Egfridus, pengganti Oswy, berusaha membagi wilayah keuskupan York sebagai protes terhadap kebijakan Wilfridus menerapkan tata cara liturgi Roma di keuskupan York.
Wilfridus berangkat ke Roma untuk melaporkan langsung masalah itu kepada Sri Paus Agatho (678-681). Paus mendukung Wilfridus dan mempersalahkan Theodor dan Raja Egfridus.
Namun Egfridus tidak menerima apa yang diputuskan Paus Agatho. Oleh karena itu, Wilfridus pergi ke Inggris Selatan dan selama 5 tahun bekerja di sana di antara orang-orang Saxon.
Baru pada tahun 686 ia didamaikan dengan Theodor dengan bantuan Raja Aldfridus, pengganti Egfridus. Namun pada tahun 691, Wilfridus sekali lagi dibuang karena tidak menyetujui pembagian wilayah keuskupan York.
Karena itu pada tahun 704, Wilfridus sekali lagi pergi ke Roma untuk melaporkan masalah itu kepada Sri Paus Yohanes VI (701-705). Paus menganjurkan agar segera diadakan suatu sinode di Yorkshire untuk mencari jalan terbaik bagi masalah itu.
Sinode akhirnya mencapai kesepakatan yaitu bahwa Ripon dan Hexham dipercayakan kepada pelayanan Wilfridus. Wilfridus meninggal dunia sementara dalam suatu kunjungan pastoral di biara Santo Andreas, di Oundle, Northamtonshire pada tahun 709.
Doa:
Bapa, terpujilah nama-Mu untuk selama-lamanya. Terima kasih karena Engkau telah memenuhi permintaan kami. Kuatkan kami untuk rendah hati kembali kepada-Mu, bersyukur dan memuliakan-Mu. Dalam Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kami yang bersama dengan Bapa dan dalam persekutuan Roh Kudus, dipuji dan dimuliakan untuk selama-lamanya. Amin.
Demikian renungan harian Katolik Minggu, 12 Oktober 2025 dengan bacaannya. Semoga bermanfaat!