Renungan Harian Sabtu, 13 Desember 2025: Ziarah yang Menyembuhkan

Posted on

Bagi umat Katolik, renungan harian adalah cara untuk meperdalam relasi pribadi dengan Allah. Melalui renungan ini, umat diajak untuk merenungkan sabda Tuhan secara lebih personal, menanggapi panggilan-Nya, serta membawanya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan kalender liturgi 2025 yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI, Jumat, 12 Desember 2025 adalah peringatan Santa Lusia. Adapun bacaan yang menjadi perenungan hari ini adalah Sir 48:1-4.9-11; Mzm 80:2ac.3b.15-16.18-19 dan Mat. 17:10-13.

Renungan Katolik 12 Desember 2025 mengangkat tema “Ziarah yang Menyembuhkan” dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Wily Wibianto. Nah, artikel ini juga memuat informasi:

Yuk, disimak!

Sebelum membaca renungan harian hari ini baca terlebih dahulu sabda-sabda Tuhan lewat bacaan hari ini, antara lain:

Dahulu kala tampillah Nabi Elia bagaikan api. Perkataannya membakar laksana obor. Dialah yang mendatangkan kelaparan atas orang Israel, dan karena geramnya, jumlah mereka dijadikannya sedikit.

Atas firman Tuhan langit dikunci olehnya dan api diturunkannya sampai tiga kali. Betapa mulialah engkau, hai Elia, dengan segala mukjizatmu! Siapa dapat memegahkan diri sama dengan dikau? Dalam olak angin berapi engkau diangkat, dalam kereta dengan kuda berapi.

Engkau tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, untuk mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku Yakub. Berbahagialah orang yang telah melihat engkau, dan yang meninggal dalam kasih.

Ref. Ya Allah, pulihkanlah kami. Buatlah wajah-Mu bersinar, maka selamatlah kami.

Hai gembala Israel, pasanglah telinga-Mu, Engkau yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar. Bangkitkanlah keperkasaan-Mu, dan datanglah menyelamatkan kami.

Ya Allah semesta alam, kembalilah, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Tengoklah pohon anggur ini, lindungilah batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu!

Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang ada di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan. Maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu.

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya turun dari gunung, para murid bertanya kepada-Nya, “Mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?” Yesus menjawab, “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu.

Dan Aku berkata kepadamu, Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian pula Anak Manusia akan menderita oleh mereka.” Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis.

“Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya sekehendak hati mereka.” (Mat. 17:12)

Ziarah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan iman. Dalam Injil hari ini, Yesus menyingkapkan bahwa Yohanes Pembaptis telah datang sebagai Elia baru, namun dunia tidak mengenalnya.

Dia menyiapkan jalan bagi Tuhan dengan hidup sederhana, setia, dan berani dalam kebenaran. Yesus melihat penolakan dan penderitaan Yohanes Pembaptis bukan sebagai kegagalan, melainkan sebagai pola ketaatan yang harus diikuti-Nya sebagai bagian dari rencana keselamatan.

Hal yang sama kita jumpai dalam teladan Santa Lusia, seorang perawan muda dari Sirakusa yang tetap teguh menjaga imannya di tengah tekanan zaman kafir dan godaan duniawi. Santa Lusia menemani ibunya, Eutychia, yang menderita sakit pendarahan dalam ziarah ke makam Santa Agatha di Katanya, Sisilia.

Perjalanan itu tidak mudah, sekitar 70 kilometer melalui perbukitan dan lembah. Mereka berangkat dengan tekad dan doa. Di siang hari mereka berjalan sambil berdoa rosario dan beristirahat di rumah-rumah umat beriman.

Malam harinya, mereka tidur sederhana, mungkin hanya beralas tikar atau beristirahat di tenda kecil yang mereka bawa. Mereka makan bekal roti, buah, sayur, dan air segar. Dalam kesederhanaan itu, hati mereka dipenuhi damai.

Lusia tahu bahwa ziarah itu bukan sekadar mencari kesembuhan fisik bagi ibunya, tetapi juga penyembuhan iman bagi keduanya. Ketika ibunya sembuh di makam Santa Agatha, mereka menyadari bahwa mukjizat itu adalah tanda kasih Tuhan yang meneguhkan keputusan Lusia untuk mempersembahkan hidupnya secara murni bagi Kristus.

Sejak itu, Santa Lusia menjadi cahaya iman yang tidak padam, bahkan sampai darahnya tertumpah di tangan algojo. Kisah Santa Lusia ini menjadi cermin bagi firman Yesus hari ini, bahwa penderitaan tidak terelakkan dalam ketaatan.

Jangan pernah mengharapkan mahkota tanpa salib; kebangkitan tanpa kematian. Ketaatan selalu menuntut kesetiaan, pengorbanan, dan keberanian. Marilah kita memohon kepada Tuhan agar diberi mata yang mampu mengenali kehadiran dan kehendak-Nya, serta hati yang rela berkorban dan menerima ketidaknyamanan.

Karena kita percaya bahwa jalan ketaatan meskipun melalui penderitaan sementara, akan berakhir pada keselamatan abadi.

Tuhan Yesus Kristus terang sejati dunia, ajarilah kami menapaki jalan iman dengan kesetiaan dan keberanian seperti Santa Lusia. Semoga setiap langkah hidup kami menjadi ziarah yang menyembuhkan, meneguhkan iman, dan memancarkan kasih-Mu. Amin.

Kata cerita kuno: Lusia lahir di Sirakusa, di pulau Sisilia, Italia pada abad ke-4. Orangtuanya adalah bangsawan Italia yang beragama Kristen.

Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kecil, sehingga perkembangan dirinya sebagian besar ada dalam tanggungjawab ibunya Eutychia. Semenjak usia remaja, Lusia sudah berikrar untuk hidup suci murni.

Ia berjanji tidak menikah. Namun ketika sudah besar, ibunya mendesak dia agar mau menikah dengan seorang pemuda kafir. Hal ini ditolaknya dengan tegas.

Pada suatu ketika ibunya jatuh sakit. Lusia mengusulkan agar ibunya berziarah ke makam Santa Agatha di Kathania untuk memohon kesembuhan. Usulannya ditanggapi baik oleh ibunya. Segera mereka ke Kathania.

Apa yang dikatakan Lusia ternyata benar-benar dialami ibunya. Doa permohonan mereka dikabulkan: sang ibu sembuh. Bahkan Santa Agatha sendiri menampakkan diri kepada mereka berdua.

Sebagai tanda syukur, Lusia diizinkan ibunya tetap teguh dan setia pada kaul kemurnian hidup yang sudah diikrarkannya kepada Kristus. Kekaisaran Romawi pada waktu itu diperintahi oleh Diokletianus, seorang kaisar yang bengis.

Ia menganggap diri keturunan dewa; oleh sebab itu seluruh rakyat harus menyembahnya atau menyembah patung dewa-dewa Romawi. Umat Kristen yang gigih membela dan mempertahankan imannya menjadi korban kebengisan Diokletianus.

Mereka ditangkap, disiksa dan dibunuh. Situasi ini menjadi kesempatan emas bagi pemuda-pemuda yang menaruh hati pada Lusia namun ditolak lamarannya: mereka benci dan bertekad membalas dendamnya dengan melaporkan identitas keluarga Lusia sebagai keluarga Kristen kepada kaisar.

Kaisar termakan laporan ini sehingga Lusia pun ditangkap; mereka merayu dan membujuknya dengan berbagai cara agar bisa memperoleh kemurniannya. Tetapi Lusia tak terkalahkan.

Ia bertahan dengan gagah berani. Para musuhnya tidak mampu menggerakkan dia karena Tuhan memihaknya. Usahanya untuk membakar Lusia tampak tak bisa dilaksanakan. Akhirnya seorang algojo memenggal kepalanya sehingga Lusia tewas sebagai martir Kristus oleh pedang seorang algojo kafir.

Lusia dihormati di Roma, terutama di Sisilia sebagai perawan dan martir yang sangat terkenal sejak abad ke-6. Untuk menghormatinya, dibangunlah sebuah gereja di Roma. Namanya dimasukkan dalam Doa Syukur Agung Misa.

Mungkin karena namanya berarti ‘cahaya’ maka pada Abad Pertengahan orang berdoa dengan perantaraannya memohon kesembuhan dari penyakit mata. Konon, pada waktu ia disiksa, mata Lusia dicungkil oleh algojo-algojo yang menderanya; ada pula cerita yang mengatakan bahwa Lusia sendirilah yang mencungkil matanya dan menunjukkan kepada pemuda-pemuda yang mengejarnya.

Ia wafat sebagai martir pada tanggal 13 Desember 304. Semoga kisah suci hidup Santa Lusia memberi peringatan kepada kita, lebih-lebih para putri kita yang manis-manis, supaya bertekun dalam doa dan mohon perlindungannya.

Demikian renungan harian Katolik Sabtu, 13 Desember 2025. Semoga bermanfaat!

Renungan Harian Katolik Hari Ini 13 Desember 2025

Bacaan I: Sir 48:1-4.9-11

Mazmur Tanggapan: Mzm 80:2ac.3b.15-16.18-19

Bacaan Injil: Mat. 17:10-13

Renungan Hari Ini: Ziarah yang Menyembuhkan

Doa Penutup:

Kisah Santa Lusia, Perawan dan Martir