Riuh Sidang Pembunuhan Sadis Bocah Koltim Usai Pelaku Dituntut 7,5 Tahun Bui

Posted on

Sidang kasus pembunuhan sadis bocah perempuan inisial MZA (10) dengan cara leher digorok diwarnai keributan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap pelaku inisial RH (18). Keluarga korban protes JPU hanya menuntut RH hukuman 7 tahun 6 bulan penjara.

Insiden itu terjadi usai sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap pelaku RH di Pengadilan Negeri (PN) Kolaka, Selasa (30/9) siang. Keributan itu terekam video yang viral di media sosial.

Dalam video dilihat infocom, ayah dan ibu korban tampak mengamuk di depan ruangan sidang PN Kolaka. Tak hanya itu, sejumlah keluarga korban juga ikut marah terhadap kinerja JPU.

“Orang tua mana yang mampu terima,” ujar ayah korban, Baharuddin.

Sejumlah anggota keluarga korban mempertanyakan keadilan terhadap tuntutan yang diberikan kepada pelaku. Hingga belakangan ibu korban berteriak histeris sambil memeluk suaminya.

“Iya itu keluarga tidak terima kalau pelaku hanya dituntut 7,6 tahun saja,” kata kerabat korban, Andi Arjan kepada infocom, Rabu (1/10/2025).

Arjan mengatakan tuntutan JPU tidak sebanding dengan perbuatan pelaku. Dia turut menyinggung jika pelaku saat melakukan pembunuhan tersisa 25 hari hingga genap memasuki usia 18 tahun.

“Jaksa hanya menuntut pelaku 7,5 tahun saja, dengan alasan usia pelaku saat itu (melakukan pembunuhan) kurang 25 hari genap 18 tahun,” bebernya.

Arjan menuturkan pihaknya tak menampik dengan aturan yang ada terkait usia di dalam peradilan. Namun JPU harus mempertimbangkan kondisi korban yang meninggal dengan sadis dan keluarga yang kehilangan.

“Ini tidak adil, anak orang digorok tapi hukumannya hanya 7 tahun, di mana hukum?” cetusnya.

Ia menuturkan keluarga menuntut pelaku dikenakan Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana. “Dia harus kena Pasal 340, kalaupun anak di bawah umur minimal dia kena 10 tahun, itu minimal sekali,” ujar dia.

Dia menambahkan dari hukuman 7,5 tahun itu, hakim bisa saja menurunkan masa hukuman. Kemudian saat menjalani hukuman pelaku berkelakuan baik dan mendapatkan remisi.

“Kalau sudah rendah tuntutannya, hakim bisa saja vonis lebih rendah. Mana lagi kalau dia berkelakuan baik di penjara, dapat remisi, potongan masa tahanan, bisa-bisa hanya 3 tahun dia jalani, terus kami keluarga kehilangan selamanya,” tuturnya.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka langsung menanggapi protes tuntutan 7 tahun 6 bulan tersebut. Jaksa beralasan pelaku masih berstatus anak di bawah umur saat melakukan aksi kejahatan.

“Pelaku RH ini saat melakukan perbuatannya terhadap korban masih berstatus anak di bawah umur atau belum berusia 18 tahun,” kata Kasi Intelijen Kejari Kolaka Bustanil Arifin dalam keterangannya, Rabu (1/10).

Dia memaparkan, aturan hukum yang berlaku bagi pelaku anak berbeda dengan orang dewasa dan diatur dalam Pasal 81 Ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Makanya, JPU hanya bisa memberikan tuntutan pidana maksimal yakni separuh dari ancaman hukuman.

Bustanil menjelaskan, jaksa memilih mendahulukan Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak dibanding Pasal 340 KUHP dalam perkara RH. Pertimbangan itu diambil dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generali atau hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

“Prioritas pasal yang dibuktikan adalah Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun. Karena pelaku anak, hukuman maksimalnya 7 tahun 6 bulan,” jelas Bustanil.

Ia menambahkan pihak kejaksaan memahami dinamika yang muncul di tengah masyarakat terkait tuntutan tersebut. Namun, jaksa harus tetap patuh pada aturan hukum yang berlaku.

“Kami wajib mengikuti perintah undang-undang, bukan keinginan pribadi atau tekanan publik,” kata Bustanil.

Sebagai bentuk empati, Kejari Kolaka menyatakan ikut berduka atas peristiwa yang merenggut nyawa korban. Mereka menegaskan duka itu tidak mengurangi kewajiban untuk menegakkan hukum sesuai prosedur.

“Kami menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya, tapi proses hukum tetap dijalankan sesuai koridornya,” pungkasnya.

Pembunuhan sadis itu terjadi di Desa Wundubite, Kecamatan Polipolia, Jumat (5/9) sekitar pukul 06.30 Wita. Korban diserang pelaku saat hendak pergi mengaji bersama adiknya.

“Korban mau pergi mengaji lalu diadang pelaku dan dikejar sampai di kebun-kebun,” ujar kata Kasi Humas Polres Kolaka Timur Iptu Irwan Pansha dalam keterangannya, Jumat (5/9).

Adik korban berhasil melarikan diri dan meminta bantuan warga. Setelah itu, warga pun menuju TKP dan melihat korban terkapar bersimbah darah usai digorok pelaku.

Namun korban meninggal setelah mendapat perawatan. Polisi mengungkap motif pelaku melakukan pembunuhan diduga dipicu sakit hati.

“Tersangka ini diduga dendam dengan perkataan korban karena sering mengejek,” jelasnya.

Alasan JPU Tuntut Pelaku 7,5 Tahun Penjara

Korban Dibunuh Saat Mau Pergi Ngaji

Arjan mengatakan tuntutan JPU tidak sebanding dengan perbuatan pelaku. Dia turut menyinggung jika pelaku saat melakukan pembunuhan tersisa 25 hari hingga genap memasuki usia 18 tahun.

“Jaksa hanya menuntut pelaku 7,5 tahun saja, dengan alasan usia pelaku saat itu (melakukan pembunuhan) kurang 25 hari genap 18 tahun,” bebernya.

Arjan menuturkan pihaknya tak menampik dengan aturan yang ada terkait usia di dalam peradilan. Namun JPU harus mempertimbangkan kondisi korban yang meninggal dengan sadis dan keluarga yang kehilangan.

“Ini tidak adil, anak orang digorok tapi hukumannya hanya 7 tahun, di mana hukum?” cetusnya.

Ia menuturkan keluarga menuntut pelaku dikenakan Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana. “Dia harus kena Pasal 340, kalaupun anak di bawah umur minimal dia kena 10 tahun, itu minimal sekali,” ujar dia.

Dia menambahkan dari hukuman 7,5 tahun itu, hakim bisa saja menurunkan masa hukuman. Kemudian saat menjalani hukuman pelaku berkelakuan baik dan mendapatkan remisi.

“Kalau sudah rendah tuntutannya, hakim bisa saja vonis lebih rendah. Mana lagi kalau dia berkelakuan baik di penjara, dapat remisi, potongan masa tahanan, bisa-bisa hanya 3 tahun dia jalani, terus kami keluarga kehilangan selamanya,” tuturnya.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka langsung menanggapi protes tuntutan 7 tahun 6 bulan tersebut. Jaksa beralasan pelaku masih berstatus anak di bawah umur saat melakukan aksi kejahatan.

“Pelaku RH ini saat melakukan perbuatannya terhadap korban masih berstatus anak di bawah umur atau belum berusia 18 tahun,” kata Kasi Intelijen Kejari Kolaka Bustanil Arifin dalam keterangannya, Rabu (1/10).

Dia memaparkan, aturan hukum yang berlaku bagi pelaku anak berbeda dengan orang dewasa dan diatur dalam Pasal 81 Ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Makanya, JPU hanya bisa memberikan tuntutan pidana maksimal yakni separuh dari ancaman hukuman.

Bustanil menjelaskan, jaksa memilih mendahulukan Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak dibanding Pasal 340 KUHP dalam perkara RH. Pertimbangan itu diambil dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generali atau hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

“Prioritas pasal yang dibuktikan adalah Pasal 80 Ayat (3) UU Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun. Karena pelaku anak, hukuman maksimalnya 7 tahun 6 bulan,” jelas Bustanil.

Alasan JPU Tuntut Pelaku 7,5 Tahun Penjara

Ia menambahkan pihak kejaksaan memahami dinamika yang muncul di tengah masyarakat terkait tuntutan tersebut. Namun, jaksa harus tetap patuh pada aturan hukum yang berlaku.

“Kami wajib mengikuti perintah undang-undang, bukan keinginan pribadi atau tekanan publik,” kata Bustanil.

Sebagai bentuk empati, Kejari Kolaka menyatakan ikut berduka atas peristiwa yang merenggut nyawa korban. Mereka menegaskan duka itu tidak mengurangi kewajiban untuk menegakkan hukum sesuai prosedur.

“Kami menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya, tapi proses hukum tetap dijalankan sesuai koridornya,” pungkasnya.

Pembunuhan sadis itu terjadi di Desa Wundubite, Kecamatan Polipolia, Jumat (5/9) sekitar pukul 06.30 Wita. Korban diserang pelaku saat hendak pergi mengaji bersama adiknya.

“Korban mau pergi mengaji lalu diadang pelaku dan dikejar sampai di kebun-kebun,” ujar kata Kasi Humas Polres Kolaka Timur Iptu Irwan Pansha dalam keterangannya, Jumat (5/9).

Korban Dibunuh Saat Mau Pergi Ngaji

Adik korban berhasil melarikan diri dan meminta bantuan warga. Setelah itu, warga pun menuju TKP dan melihat korban terkapar bersimbah darah usai digorok pelaku.

Namun korban meninggal setelah mendapat perawatan. Polisi mengungkap motif pelaku melakukan pembunuhan diduga dipicu sakit hati.

“Tersangka ini diduga dendam dengan perkataan korban karena sering mengejek,” jelasnya.