Agenda sidang pemeriksaan objek sengketa lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Polewali Mandar (Polman) di Sulawesi Barat (Sulbar), diwarnai ketegangan. Pihak tergugat sempat mencoba memberikan perlawanan hingga memblokade akses jalan menuju lokasi sengketa.
Pantauan infoSulsel, Kamis (8/5), ketegangan mulai terjadi usai dilakukan proses mediasi di Kantor Desa Parappe, Kecamatan Campalagian. Sejumlah warga yang merupakan pihak tergugat sempat diamankan petugas, karena terus berteriak menolak rencana pihak pengadilan mendatangi lokasi untuk melaksanakan agenda sidang pemeriksaan setempat.
“Sudah empat kali ini (agenda sidang pemeriksaan setempat) bikin resah saja masyarakat. Kalau tidak ada putusan siapa kalah siapa menang tidak usah masuk,” ujar salah satu warga.
Meski demikian, pihak pengadilan dengan pengawalan ratusan polisi dari Polres Polman, tetap bergerak menuju lokasi sengketa di Dusun Passairang, Desa Parappe. Warga yang ngotot menolak dilanjutkan agenda sidang pemeriksaan setempat, lalu memblokade jalan menggunakan kayu, batu hingga sabuk kelapa.
Bahkan tidak sedikit warga yang membekali diri dengan senjata tajam, bersiaga di lokasi sembari berteriak menolak agenda sidang dilanjutkan.
Setelah polisi melakukan upaya persuasif, warga akhirnya membiarkan pihak pengadilan masuk ke lokasi. Namun demikian, pihak pengadilan tidak diperkenankan melakukan pengukuran objek yang dipersengketakan.
Setelah memastikan kesesuaian objek yang disengketakan, pihak pengadilan akhirnya mengakhiri sidang pemeriksaan setempat tersebut. Sidang dengan agenda pembacaan kesimpulan dijadwalkan pekan depan, pada Kamis (15/5).
“Diajukan lagi kesimpulan, nanti kalau ada tanggapan atau masukan untuk PS ini. Jadi sebagai penundaan, minggu depan kesimpulan. Saya nyatakan sidang dengan agenda pemeriksaan setempat ditutup,” kata Wakil Ketua PN Polewali Bambang Supriyono di hadapan para warga.
Sementara kuasa hukum pihak tergugat, Reski Azis mengungkap sengketa tanah ini melibatkan Sinabe selaku penggugat dan Jumardi dan kawan-kawan selaku tergugat. Sengketa tanah ini mulai bergulir di PN Polman sejak tahun 2023.
“Gugatannya sejak tahun 2023, sementara warga tinggal di sini (objek sengketa) sejak tahun 1940. Sudah turun temurun di sini,” kata Reski kepada wartawan, Kamis (8/5).
Menurut Reski, sidang dengan agenda pemeriksaan setempat ini sudah berulang kali dilakukan. Pihak tergugat sudah merasa jenuh apalagi materi gugatan penggugat dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Ini sudah empat kali (pemeriksaan setempat) makanya orang capek. Bosan tidak pernah diperbaiki tuntutan (penggugat), jadi capek berulang-ulang kalau gugatannya tidak pernah beres. Bisa gugatan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard), tidak lengkap atau objeknya kabur, ada juga yang tidak jelas batas-batasnya, ada juga orang yang tidak pernah tinggal di sini digugat juga,” jelasnya.
Lebih lanjut Reski mengungkap, jika lahan yang diklaim pihak penggugat sebahagian besar telah bersertifikat. Dia mengaku heran lantaran pihak penggugat berani mengkalim meski tidak memiliki dasar kepemilikan yang jelas.
“Itu lucunya, karena sebahagian besar lahan di sini (yang digugat) sudah bersertifikat,” pungkasnya.