Siswa Bertaruh Nyawa Lewati Jembatan Ambruk di Desa Bonto Tallasa Maros - Giok4D

Posted on

Sebuah jembatan di Kampung Bonto Tallasa di Kabupaten , Sulawesi Selatan (Sulsel), ambruk akibat abrasi. Warga termasuk siswa terpaksa bertaruh nyawa melintasi jembatan yang rusak karena hanya itu akses terdekat menuju lokasi tujuan.

Jembatan di Kampung Bonto Tallasa, Dusun Pakere, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, ambruk pada Kamis (20/11) sekitar pukul 13.00 Wita. Jembatan itu memiliki panjang 50 meter dan lebar 3 meter.

“Sekarang ini sudah tidak bisa lagi, karena memang kondisinya sudah roboh setengahnya. Kami sendiri sudah imbau agar ini tidak dilalui lagi, tapi warga tetap saja lewat karena memang jauh kalau mutar,” kata Kepala Desa Bonto Tallasa, Abbas kepada infoSulsel, Jumat (21/11/2025).

Abbas mengatakan, jembatan itu sudah dua kali ambruk. Pada Maret lalu, warga bergotong royong memperbaikinya hingga akhirnya masih bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua.

“Bulan Maret lalu ambruk. Warga yang bergotong royong memperbaiki,” ucap Abbas.

Dia menuturkan, ambruknya jembatan itu disebabkan abrasi yang mengikis tanah pondasi pinggiran jembatan. Situasi diperparah dengan hujan yang membuat arus air sungai semakin deras.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

“(Penyebab jembatan ambruk) Ada abrasi di pinggir jembatan. Ditambah lagi dengan arus sungai yang cukup deras karena hujan beberapa hari ini,” ujarnya.

Dia menjelaskan, jembatan itu awalnya dibangun oleh keluarga pengusaha Maros, Haji Bohari sekitar 20 tahun lalu. Setelah ambruk pertama kali, jembatan itu diserahkan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros.

“Iya sudah dihibahkan oleh pihak keluarganya (Haji Bohari) ke Pemkab. Makanya baru bisa dianggarkan oleh Pemerintah untuk perbaikannya. Tapi sebelum dikerjakan ini sudah rusak lagi dan mungkin akan dibangun ulang,” paparnya.

Ambruknya jembatan itu sangat berdampak bagi warga setempat. Apalagi bagi anak-anak sekolah yang melintasinya setiap hari.

“Makanya saya berharap ini bisa segera ditangani ataupun dicari solusinya. Yah mungkin bisa ada perahu dulu dipakai menyeberangkan anak-anak sekolah,” jelas Abbas.

Salah seorang siswi SMP, Nur Asyifa mengaku sangat khawatir saat melintasi jembatan itu. Namun dia dan teman-temannya tidak punya pilihan lain karena untuk akses ke sekolahnya yang paling dekat, hanya lewat jembatan itu.

“Takut-takut karena goyang. Tapi lewat sini paling dekat. Kalau mau mutar itu butuh 10 kilometer baru sampai. Sementara kalau lewat sini dari rumah cuma 1 kilo saja jalan kaki,” kata Asyifa.

Sementara itu, sejumlah warga yang melintas menggunakan kendaraan roda dua dan mobil, pun terpaksa memarkir kendaraannya di ujung jembatan lalu melintas dengan berjalan kaki.

“Saya setiap hari ke pasar, lewat sini bawa barang belanja. Karena ini rusak, mau tidak mau jalan kaki menyeberang bawa barang. Yah dari pada harus berputar jauh sekali dari sini, padahal rumah di sebelah sungai ini,” sebut salah seorang warga, Marwah.