Soppeng Optimalkan Pengolahan Sampah Ramah Lingkungan dari Hulu ke Hilir

Posted on

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) fokus melakukan pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Pemerintah akan mendorong dilakukan optimalisasi dari hulu hingga ke hilir.

“Kami akan menindaklanjuti arahan dari Bapak Menteri Lingkungan Hidup untuk fokus pengelolaan sampah nasional dengan tidak adanya tempat pembuangan sampah (TPS) liar di wilayah. Pemkab Soppeng akan fokus melakukan pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan dan bernilai ekonomi bagi masyarakat dan daerah,” ujar Wakil Bupati Soppeng Selle Ks Dalle kepada infoSulsel, Selasa (5/8/2025).

Selle menghadiri pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Hanif Faisol Nurofiq di Jakarta pada Senin (4/8) kemarin. Dalam pertemuan itu dijabarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), total timbulan sampah Nasional pada 2023 mencapai 56,63 juta ton.

Hanya 39,01 persen (22,09 juta ton) yang terkelola dengan baik. Sebanyak 60,99 persen (34,54 juta ton) masih tidak terkelola, bahkan sebagian besar berakhir di lingkungan terbuka melalui pembakaran liar, dibuang ke sungai, hingga pembuangan ilegal.

Selle menekankan pentingnya perubahan pola pikir masyarakat, dari membuang menjadi memilah dan mengolah. Apalagi penilaian Adipura sangat konkret terhadap masalah pengelolaan sampah, mulai dari hulu hingga ke hilir.

“Masyarakat memegang peran vital. Mulai dari rumah tangga, kita dorong budaya memilah sampah, memperkuat peran bank sampah, hingga menutup ruang bagi praktik pembuangan liar. Ini perjuangan bersama,” sebutnya.

Dia menambahkan penting bisa mendapatkan piala Adipura 2025. Tetapi dirinya menekankan lebih penting membangun kesadaran bagi warga dalam mengelola sampah ke depan.

“Penting ada penghargaan seperti Adipura, apalagi kalau bisa seperti Adipura Kencana. Akan tetapi yang jauh lebih penting saat ini adalah membuat design pengolahan sampah secara komprehensif mulai dari hulu ke hilir yang berbasis teknologi ramah lingkungan dan yang utama dan terutama adalah membangun kesadaran warga tentang pentingnya memilah dan memilih sampah sejak dari rumah tangga,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Soppeng Aryadin menyampaikan, model pengelolaan sampah ideal yang ramah lingkungan mengacu pada target RPJM 2025-2029. Di mana sampah terkelola 100% sampai 2029 dengan model bank sampah, rumah kompos, hingga rumah maggot.

“Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), yaitu mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah, dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Untuk TPS3R kita sudah punya 5 unit akan tetapi belum maksimal pengelolaannya, begitupun dengan bank sampah induk dan bank sampah unit sudah ada di setiap pemukiman desa/kelurahan, sekolah dan perkantoran,” ucapnya.

Dia menambahkan, salah satu model teknologi sekarang yang direkomendasikan oleh kementerian menjadi solusi penanganan persampahan dengan menggunakan pengelolaan RDF (Refuse Derived Fuel) yaitu bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah yang diolah, dan WTE (Waste to Energy), sebuah teknologi pengelolaan sampah yang mengubah sampah menjadi energi, baik itu listrik maupun panas. Hanya saja biayanya mahal.

“Jadi kalau mau mencapai target nasional RPJM, harga mati harus pengelolaan sampah dengan teknologi tinggi meskipun biayanya mahal, akan tetapi 75% sampah bisa tertangani dengan baik. Olehnya itu dibutuhkan investor atau ada juru lobi yang bisa mengurus anggaran di pusat,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Soppeng Aryadin menyampaikan, model pengelolaan sampah ideal yang ramah lingkungan mengacu pada target RPJM 2025-2029. Di mana sampah terkelola 100% sampai 2029 dengan model bank sampah, rumah kompos, hingga rumah maggot.

“Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), yaitu mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah, dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Untuk TPS3R kita sudah punya 5 unit akan tetapi belum maksimal pengelolaannya, begitupun dengan bank sampah induk dan bank sampah unit sudah ada di setiap pemukiman desa/kelurahan, sekolah dan perkantoran,” ucapnya.

Dia menambahkan, salah satu model teknologi sekarang yang direkomendasikan oleh kementerian menjadi solusi penanganan persampahan dengan menggunakan pengelolaan RDF (Refuse Derived Fuel) yaitu bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah yang diolah, dan WTE (Waste to Energy), sebuah teknologi pengelolaan sampah yang mengubah sampah menjadi energi, baik itu listrik maupun panas. Hanya saja biayanya mahal.

“Jadi kalau mau mencapai target nasional RPJM, harga mati harus pengelolaan sampah dengan teknologi tinggi meskipun biayanya mahal, akan tetapi 75% sampah bisa tertangani dengan baik. Olehnya itu dibutuhkan investor atau ada juru lobi yang bisa mengurus anggaran di pusat,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *