Viral Tradisi Attumate di Takalar, Keluarga Jenazah Sedekah Perabot ke Warga baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Sebuah video tradisi kematian di Kabupaten , Sulawesi Selatan (Sulsel), viral di media sosial. Video itu memperlihatkan deretan perabot rumah tangga di depan rumah duka yang ternyata bagian dari tradisi Attumate atau upacara penghormatan terhadap orang yang telah meninggal.

Tradisi itu berlangsung di salah satu rumah duka di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Takalar. Dalam pelaksanaannya, keluarga akan menyedekahkan barang-barang kepada warga yang membantu proses pemakaman, seperti memandikan, mengafani, menyalati, hingga menguburkan.

“Itu (yang di video) waktu meninggal bapaknya Aji Siriwa di Desa Laikang. Sudah lebih dari sebulan,” ujar Ketua Karang Taruna Garudaya Desa Cikoang, Safaruddin Salam, kepada infoSulsel, Kamis (29/5/2025).

Menurut Safaruddin, tradisi itu sudah turun-temurun dilakukan, terutama keluarga yang mampu. Barang-barang yang dibagikan bisa berupa ember, sarung, pakaian, hingga satu set lemari berisi makanan dan minuman.

“Kan, biasanya kalau orang di kota paling dikasih amplop, uang, begitu. Kalau di sini itu dikasih barang-barang. Jadi, biasanya itu yang dibawakan, misalnya, ember. Sama ada namanya kappara, orang di sini bilang kappara, itu biasanya isinya ada sarung, ada pakaian-pakaian. Iya (barangnya tidak ditentukan), sesuai kemampuan,” katanya.

Tradisi ini disebut Attumate, yang biasanya berlangsung selama 40 hari 40 malam. Sejak hari pertama pengurusan jenazah hingga hari-hari berikutnya diadakan pengajian dan barang-barang itu biasanya diserahkan tiap prosesi selesai.

“Iya (yang menyiapkan itu keluarga jenazah). Keluarga yang dekat, anaknya, sepupunya. Jadi, pas selesai pemakaman, baru itu diantarkan ke rumahnya masing-masing yang memandikan atau menyalati,” ucapnya.

Dikonfirmasi terpisah, Camat Mangarabombang, Sudirman, membenarkan tradisi ini masih berlangsung di sejumlah desa. Terutama, kata dia, kelompok masyarakat keturunan Sayyid (atau disebut Sayye’).

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Di situ memang ada namanya Sayyid (Sayye’). Dia tradisinya itu kalau orang yang meninggal, biasanya itu yang keluarga dekat, dia belikan perlengkapan, seperti tempat tidur, lemari. Patungan-patungan. Ada yang beli peralatan makan, sarung, baju. Tergantung keluarganya yang mau dia sumbangkan. Kayak sedekahnya keluarganya orang meninggal,” bebernya.

Sudirman mengungkapkan barang yang dibagikan juga tergantung kemampuan ekonomi keluarga jenazah. Bahkan, kata dia, ada yang membagikan emas.

“Bahkan sampai emas. Tergantung dari tingkat ekonominya ini yang meninggal. Kalau misalnya kastanya tinggi, ya, banyak juga barang-barang yang dia bagi, sumbangkan. Kayak waktu meninggal Pak Desa, Desa Punaga, itu sampai emas itu di lemari ada, setiap lemari,” ungkapnya.

Tradisi Attumate ini masih dijumpai di beberapa desa di Takalar seperti Laikang, Punaga, Cikoang, dan Pattopakang. Meski identik dengan komunitas Sayyid, warga lain pun terkadang melakukannya dengan versi yang lebih sederhana.

“Ada juga beberapa yang bukan, di luar Sayyid, ada juga yang begitu. Tetap dia juga lakukan begitu tadi. Cuma tidak terlalu banyak begitu (seperti di video). Ya, yang sederhana. Dalam satu desa itu tidak semua Sayyid. Cuma ini yang di luar Sayyid yang berada di desa itu biasanya melakukan juga seperti itu,” terangnya.

Dalam video beredar, tampak rumah dipadati warga yang di depannya berjejer perabotan rumah tangga, mulai dari ember, keranjang, bahkan lemari hingga makanan dan minuman. Dinarasikan bahwa suasana dalam video bukanlah hajatan pernikahan, melainkan rumah duka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *