Wanita di Makassar Curhat Jadi Tersangka Usai Difitnah Aniaya Istri Polisi

Posted on

Wanita bernama Sri Purnama (52) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengaku terkejut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap wanita berinisial KM yang juga seorang istri polisi. Sri menegaskan dirinya tidak pernah menganiaya KM dan menyebut tuduhan penganiayaan itu sebagai fitnah.

“Saya keberatan (ditetapkan sebagai tersangka). Kenapa justru saya terus ditingkatkan statusnya ini di dalam kasus ini sebagai tersangka,” ujar Sri Purnama kepada infoSulsel, Jumat (18/7/2025).

Dia menyatakan bahwa dirinya telah tiga kali menjalani pemeriksaan oleh penyidik Unit PPA Polrestabes Makassar dan selalu memberikan keterangan yang sama. Sri bersikeras tidak pernah melakukan penganiayaan seperti yang dituduhkan.

“(Keterangan saat diperiksa penyidik) Bahwa saya tidak melakukan penganiayaan. Jangankan saya menganiaya, saya pun tidak mau dipegang oleh pelapor (KM). Saya sudah serahkan bukti-bukti saya (kepada penyidik),” katanya.

Kasus ini bermula dari konflik antar tetangga yakni Sri dan KM yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Posisi rumah Sri dan KM diketahui saling berhadapan di sebuah perumahan yang terletak di Jalan Tun Abdul Razak, Kabupaten Gowa.

Sri mengatakan perseteruan bermula dari persoalan parkiran mobil sekitar tahun 2017. Sri merasa KM menganggapnya menghalangi jalan masuk atau keluar rumahnya, sehingga KM kerap memaki dan menghinanya.

“Saya dianggap menghalangi jalan keluar mobilnya, waktu itu. Mungkin sempat ditegur sama suaminya, itu yang dia tidak suka. (KM) Chat saya, waktu itu 2017 tidak selesai (masalah parkiran), 2018 akhirnya meledak,” jelasnya.

“(Di tahun 2018) Saya parkir depan rumahku, tiba-tiba dia (KM) teriak anjing yang parkir di sini. Saya kan jadi enggak enak, tersinggunglah saya,” sambugnya.

Sri mengaku sempat mencoba menempuh jalur hukum dengan melapor ke Polres Gowa. Namun saat itu perkara berakhir damai yang ditandai surat pernyataan KM tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Saya minta satu surat pernyataan perdamaian (saat dimediasi di Polres Gowa), karena saya takut ini akan berulang dan betul berulang terus perbuatannya sampai 7 tahun begini,” kata Sri.

Konflik tersebut berlanjut pada Desember 2019 hingga Januari 2020, KM disebut terus mengejek Sri dengan kata-kata yang lebih menyakitkan. Sri pun merasa harga dirinya direndahkan secara terus-menerus.

“(KM pernah bilang) Datang lagi singa, datang Mak Lampir. Eh, anak-anak jangan ko main di situ, ada anjing di sana,” tuturnya.

“Sehingga Januari (2020) waktu itu pagi sempat nyerempet, sempat konflik juga. Saya ribut, karena saya tidak suka dikasih begitu, disinggung masalah pribadiku terus. Akhirnya dia (KM) teriaki saya anjing, pelacur, banyak masalah, penipu,” lanjut Sri.

Merasa geram, Sri pun akhirnya melaporkan kelakuan KM yang dianggap tidak beretika ke kantor tempatnya bekerja di Jalan AP Pettarani, Makassar. Menurut Sri, KM merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN).

“Tidak ada (hasil dari laporan tersebut) dia (Kepala Wilayah) cuma bilang begini, ‘Tunggu maki 2 bulan, bu. Mudah-mudahan ada perubahan dari KM’. Tidak ada (hasilnya juga setelah 2 bulan), justru lebih seram lagi dia punya balasan ke saya. Kata-katanya, hinaannya, ejekannya ke saya,” terangnya.

Konflik kembali memuncak pada Februari 2025, Sri merasa diprovokasi oleh KM untuk kembali melapor ke tempatnya bekerja. Hal itu membuat Sri akhirnya kembali mendatangi kantor KM namun sayangnya Sri tidak berhasil bertemu pimpinan KM.

“(KM) Memanggil, memprovokasi lagi Februari kemarin, menantang. (Dia bilang) Ayo datang ke kantor pi melapor lagi,” katanya.

Sri kemudian menyebut kunjungan itulah yang sempat disebut sebagai waktu terjadinya penganiayaan terhadap KM. Menurut cerita KM, saat itu mereka bertengkar dan dilerai, namun Sri membantah hal tersebut.

“(Tujuan Sri datang ke kantor KM) Saya mau tahu apa maksud dan tujuan memanggil saya, memprovokasi saya,” bebernya.

“Saya hanya datang mau langsung ketemu kepala kantornya tapi enggak dipertemukan. Di situ ceritanya KM, katanya saya sempat bertengkar di situ (dengan KM) dan dipisahkan dilerai, (hal itu) tidak (benar),” jelas Sri.

Lebih lanjut, Sri menduga penetapan tersangkanya berhubungan dengan posisi suami KM sebagai polisi yang bertugas di Polrestabes Makassar. Dia pun berharap ada keadilan dan peninjauan ulang terhadap proses hukum yang dialaminya.

“Enggak adil aja. Begini menurut saya, kalau memang ada terjadi penganiayaan, di Pengayoman ada Sekta 9, kenapa dia tidak melapor ke sana. Kenapa dia harus melapor di Polrestabes, karena ada suaminya di sana tugas. Jadi tidak imbang menurut saya, tidak adil,” tutupnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kanit PPA Polrestabes Makassar Iptu Arianto Najib enggan berkomentar. Dia mengatakan hanya bisa memberikan keterangan jika telah mendapatkan izin dari Kapolrestabes Makassar Kombes Arya Perdana.

“Saya tidak bisa memberikan komentar terkait penanganan perkara, kecuali ada ijin dari Kapolres,” ujar Iptu Arianto saat dikonfirmasi infoSulsel, Senin (21/7) malam.