Warga di Parepare Ngaku Pemilik 7 Hektare Lahan yang Dikuasai Pemkot

Posted on

Salah seorang warga di Kota Parepare Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama La Bolong menuntut tujuh hektare lahan yang dikuasai Pemkot Parepare. La Bolong mengaku mengantongi surat rincik atas kepemilikan lahan tersebut.

Tanah itu berada di sekitar Jalan Satelit, Kelurahan Bukit Harapan, Kecamatan Soreang. Lahan itu masuk dalam perencanaan kawasan industri Parepare dan sekitarnya (Kipas).

“Tidak ada buktinya (pemerintah). Saya ada rincik. Ada dari pemerintah dulu. Dari beberapa kali kita mediasi, mereka tidak ada buktinya,” ungkap La Bolong kepada infoSulsel, Sabtu (19/4/2025).

Dia menegaskan tak akan menyerahkan tanahnya karena mengantongi bukti kepemilikan. La Bolong mengaku menuntut di pengadilan karena sudah dimediasi tapi tidak ada kejelasan.

“Saya tidak mau anu (serahkan). Tidak. Itu saya ke pengadilan karena di mediasi di DPR. Sudah enam kali mediasi. Di DPR, di BPN juga pernah. Tidak ada bukti yang dipegang pemerintah,” tegasnya.

“Kalau pemerintah mau ambil, saya tidak mau mengamuk ka kalau diambil hak ku. Matian-matian ka. Biar saya mati daripada dia ambil,” lanjutnya.

La Bolong menyebut tanah yang diklaim miliknya itu luasnya 7 hektar. Dia sudah mengelola tanah itu dengan berkebun sekitar 30 tahun lalu.

“Luasnya itu yang masuk rinci atas nama saya seluas tujuh hektar. Sedangkan dulu itu tidak anu masuknya rinci, tapi kurang lebih delapan hektar itu semua saya punya lokasi di dalam,” jelasnya.

Dirinya mengakui pernah didatangi pemerintah dengan menyodorkan kertas kosong untuk ditandatangani. La Bolong dengan tegas menolak bertandatangan karena ingin digusur dari tanah yang diakuinya tersebut.

“Saya pegang pulpen begini. Saya bertanya. Bilang apa ini namanya? Bilang ki siap digusur. Siap dibersihkan. Itu saja kertas kosong saya lawan. Saya tidak mau kalau disuruh gusur,” ujar dia.

Sementara itu, Kadis Kawasan Perumahan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Parepare, Abdul Latief mengatakan tanah negara itu awalnya dimanfaatkan perusahaan peternakan. Pemerintah tahun 2024 membayar ganti rugi tanaman kepada beberapa warga.

“Kemudian tahun 2024, di situ pemerintah membayar ganti rugi ada beberapa orang di situ. Nah cuma dia (La Bolong) yang keberatan. Tanaman di atasnya itu dulu yang diganti rugi,” jelasnya.

Latief mengatakan La Bolong pernah menerima ganti rugi lahan yang diakuinya seluas dua hektar. Namun, belakangan La Bolong tidak mengakui adanya ganti rugi.

“Setelah kita ukur, tahun kemarin kita ukur, dia merasa keberatan. Dia bilang tidak pernah diganti rugi. Padahal ada tanda terima, ada buktinya ditandatangani,” tuturnya.

Dia melanjutkan Pemkot sudah membuat sertifikat sebagian lahan yang totalnya 32 hektar. Saat pemerintah kembali ingin membuat sertifikat di sisa lahan itu, ada warga yang keberatan.

“Kepemilikan Pemkot itu sebagian sudah disertifikatkan. Pemerintah sementara mau buatkan sertifikatnya, tapi dia (La Bolong) keberatan. Itu sudah diukur itu 32 hektar tanah negara,” terangnya.

Dia mengakui perkara lahan itu sudah berproses di Pengadilan Negeri. Kini proses pengadilan sudah melakukan peninjauan lokasi tersebut.

“Iya (dia menuntut). Tapi itu kan sudah ditangani Pengadilan. Apapun keputusannya kita terima,” pungkas dia.