DPRD Parepare menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama 27 kepala sekolah (kepsek) serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare terkait perjalanan studi tiru ke Madiun, Jawa Timur (Jatim). Kepsek mengaku menggunakan uang pribadi dalam perjalanan tersebut.
RDP berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Parepare, Rabu (14/5/2025). Dalam RDP tersebut, Kepala Disdikbud Parepare Makmur menjelaskan studi tiru 27 Kepsek itu dilakukan tanpa tekanan dan dengan biaya sendiri.
“Karena ini yang ikut adalah mereka yang mau berpartisipasi dengan dana sendiri. Tidak ada paksaan, tidak ada tekanan. Bukan karena pihak dinas yang tunjuk mereka,” kata Makmur kepada infoSulsel usai rapat, Rabu (14/5/2025).
Makmur menjelaskan, studi tiru itu diinisiasi kelompok kepala sekolah sejak lama. Namun, belum ada izin dari Disdikbud dan Wali Kota.
“Mereka yang sebenarnya menginisiasi, meminta temannya untuk ikut. Hanya kendalanya itu karena belum ada izin. Sehingga dia tidak bisa berangkat. Sehingga dia menghadap ke saya,” ujarnya.
Makmur mengklaim studi tiru itu sudah diketahui Wali Kota Parepare Tasming Hamid. Kemudian, 27 Kepsek itu diberi surat tugas oleh Disdikbud sebagai dasar melakukan studi tiru.
“Yang izinkan tentu kepala dinas pendidikan. Dan sepengetahuan Bapak Wali Kota. Kita bisa berangkat karena sudah ada izin dari Pak Wali,” ujarnya.
Dia melanjutkan, alasan memilih lokasi studi tiru di Madiun itu karena merujuk rekomendasi pihak google. Menurutnya, sekolah di Madiun itu yang terbaik dalam program kandidat sekolah rujukan Google (KSRG).
“Di Sulsel itu betul sudah ada jalan, ada Sinjai, ada Maros, dan ada Soppeng. Tapi pada saat kami ke kantor Google, di sana dijelaskan semua. Bahwa yang terbaik itu untuk sekolah rujukan Google itu ada di Madiun,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi 2 DPRD Parepare, Satria Parman Agoes Mante mengaku kasihan dengan Kepsek yang studi tiru memakai uang pribadi. Menurutnya, studi tiru Kepsek tersebut seharusnya dibiayai oleh pemerintah.
“Kalau saya pribadi ya ditanya sebenarnya kasihan juga kepala sekolah kalau diminta dana pribadinya. Harusnya dia ditanggung oleh pemerintah,” ungkapnya.
Di sisi lain, kata dia, pemerintah sedang efisiensi anggaran. Sehingga, studi tiru itu tidak boleh dianggarkan oleh pemerintah ataupun memakai dana sekolah untuk saat ini.
“Tidak masalah kalau dia pakai dana pribadi. cuma sayang gitu, ya. Kalau cuma untuk pengembangan SDM, masa dia harus yang tanggung? Seharusnya ada anggaran khusus dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, studi tiru 27 Kepsek SD itu menuai sorotan dari DPRD karena dilakukan saat efisiensi anggaran. DPRD juga heran karena studi tiru program KSRG itu dilakukan di Madiun padahal ada di daerah Sulsel.