Kebakaran melanda 3 rumah panggung asrama pesantren di Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kebakaran itu diduga dipicu korsleting listrik.
“Iya telah terjadi kebakaran 3 unit rumah panggung asrama putra Pesantren Zubdatul Asrar NU. Rumah habis hangus terbakar rata dengan tanah,” ungkap Kabid Penanggulangan Kebakaran Damkar Parepare, Fransiskus kepada infoSulsel, Sabtu (23/8/2025).
Insiden itu terjadi di Pondok Pesantren Zubdatul Asrar NU, Jalan Lappa Anging, Kelurahan Watang Bacukiki, Kecamatan Bacukiki, Sabtu (23/8) sekitar pukul 06.00 Wita. Fransiskus menjelaskan, kebakaran terjadi diduga dipicu korsleting listrik.
“Dugaan sementara kebakaran ini diakibatkan oleh arus pendek listrik. Kebetulan kosong (rumahnya). Di dalam rumah itu kan tidak ada dapur, kalau aliran listrik ada,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, tim damkar menuju lokasi kebakaran setelah menerima laporan. Saat tiba di lokasi, petugas damkar langsung melakukan pemadaman.
“Saat di lokasi kami langsung melakukan pemadaman agar api tidak menjalar. Selanjutnya kita melakukan pendinginan,” ungkap dia.
Damkar mengerahkan satu peleton personel dalam menangani kebakaran. Sebanyak 8 armada penembak dan suplai air juga dikerahkan.
“Kami turunkan 3 unit mobil penembak, 3 tangki suplai air dan satu dalmas,” katanya.
Fransiskus mengimbau agar warga memperhatikan instalasi listrik dan kondisi kompor di dapur. Selain itu, dia juga meminta warga untuk tidak membakar sampah sembarangan.
“Di musim kemarau ini kami imbau seluruh masyarakat Parepare agar mencegah kebakaran. Perhatikan instalasi listrik, kompor dan tidak membakar sampah di sembarang tempat,” imbau dia.
Sementara itu, Pembina Asrama Ponpes, Nur Hidayat mengatakan api muncul dari KWH listrik salah satu rumah pondok. Dia mengatakan api dengan cepat menjalar hingga membakar tiga rumah pondok.
“Apinya dari KWh listrik. Awalnya rumah di tengah lalu cepat menjalar membakar 3 rumah pondok,” ucapnya.
Dia menuturkan, sebanyak 28 santri dan pembina pondok kehilangan barangnya karena terbakar. Barang yang terbakar mulai dari pakaian hingga kitab.
“Per asrama itu ada 8 sampai 9 santri. Sekitar 28 lah santri dan pembina yang kehilangan kitab, sarung dan lainnya. Ada juga tabungan santri Rp 500 ribu,” tuturnya.
Para santri yang kehilangan tempat tinggal itu kini dipindahkan ke bangunan baru. Namun para santri butuh pakaian untuk dipakai sehari-hari.
“Kebetulan ada tiga gedung yang kosong baru jadi. Kita alokasikan kesana mereka. Tapi yang kita pikirkan pakaian mereka setiap hari,” pungkasnya.