Anggota DPR RI Panggil Pandji Pragiwaksono Klarifikasi Candaan Budaya Toraja | Info Giok4D

Posted on

Anggota DPR RI Frederik Kalalembang angkat bicara terkait candaan komika Pandji Pragiwaksono terhadap prosesi adat Toraja, Rambu Solo. Frederik mengaku akan memanggil Pandji untuk mengklarifikasi maksud pernyataannya yang kini menuai sorotan.

“Rencananya saya akan mengundang yang bersangkutan untuk klarifikasi apa sebenarnya yang dimaksud, supaya tidak salah penafsiran bagi orang yang awam,” kata Frederik dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).

Anggota fraksi Demokrat tersebut mengaku video Pandji sangat disayangkan sebab terkesan menjadi bahan candaan. Makanya, kata dia, perlu ada keterangan dari Pandji agar pernyataan tersebut dapat diklasifikasi.

“Kalau benar video tersebut, sangat disayangkan, karena bisa merembet ke mana-mana. Apalagi dijadikan guyonan atau olok-olokan,” bebernya.

Ketua Ikatan Keluarga Toraja Nusantara (IkaTNus) ini menegaskan Pandji kurang mengetahui dan menghargai budaya Toraja. Salah satu pernyataan yang dinilai menyinggung yakni soal Rambu Solo uang akan membuat orang Toraja jatuh miskin.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Tidak ada orang Toraja menjadi miskin karena menghargai leluhurnya dan memegang teguh adat. Kita tunggu saja keterangan resmi dari yang bersangkutan,” tegasnya.

Ia juga menepis anggapan Pandji mengenai prosesi adat kematian yang kerap dianggap menyeramkan atau horor. Frederik menegaskan bahwa pandangan tersebut muncul karena melihat secara sepihak, tanpa memahami makna mendalam di balik adat yang dijalankan turun-temurun.

“Kalau dikatakan horor, itu karena melihat sepihak. Apakah orang tua kita yang ada di rumah menantikan acara pelepasan harus ditakuti? Tentu tidak. Justru dalam kepercayaan kami, menghormati leluhur akan mendatangkan berkat, sebaliknya bila dibiarkan begitu saja bisa mendatangkan murka,” bebernya.

Prosesi adat kematian bagi masyarakat Toraja, lanjutnya, bukan tentang kemewahan semata. Namun justru merupakan simbol cinta kasih dari anak dan cucu kepada orang tua yang telah mendampingi dan membesarkan mereka.

“Itu bukan soal kemewahan, tapi tanda cinta kasih tentang penghormatan dari anak dan cucunya yang telah berhasil selama ini. Kami tidak ingin melepas orang tua kami dengan tergesa-gesa. Semua dilakukan dengan hormat dan kasih,” tegasnya.

Purnawirawan jenderal polisi ini juga mengingatkan bahwa setiap budaya memiliki nilai kemanusiaan yang luhur, sehingga diperlukan sikap saling menghormati. Dia berpesan agar tidak menjadikannya bahan pembicaraan yang merendahkan di ruang publik.

“Bagi kami, menghormati leluhur bukan beban, tapi kehormatan. Adat Toraja adalah warisan yang menjaga hubungan antara yang hidup dan yang telah pergi dalam bingkai kasih yang tidak putus,” imbuhnya.

Setiap tradisi, kata Frederik, lahir dari sejarah panjang dan nilai yang dijunjung oleh masyarakatnya. Sebab itu, penting bagi masyarakat untuk tidak mudah memberikan penilaian, terlebih menjadikannya sorotan yang keliru di ruang publik tanpa memahami konteksnya.

“Setiap budaya memiliki makna yang dalam. Hendaknya kita berhati-hati dalam menafsirkan, apalagi menjadikannya bahan pembicaraan di ruang publik. Mari kita saling memahami, karena di balik adat, selalu ada nilai kemanusiaan yang luhur,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, rekaman video Pandji melontarkan materi stand up comedy yang dianggap menyinggung masyarakat Toraja beredar di media sosial. Ia menyebut banyak warga Toraja jatuh miskin karena memaksakan diri menggelar pesta kematian, bahkan menggambarkan jenazah keluarga yang belum dimakamkan dibiarkan terbaring di ruang tamu, tepat di depan televisi.

“Di Toraja, kalau ada keluarga yang meninggal makamnya pakai pesta yang mahal banget. Bahkan banyak orang Toraja yang jatuh miskin habis bikin pesta untuk pemakaman keluarganya,” ujar Pandji dalam video tersebut.

“Dan banyak yang ga punya duit untuk makamin, akhirnya jenazahnya dibiarin aja gitu. Ini praktik umum. Jenazahnya ditaruh aja di ruang TV di ruang tamu gitu. Kalau untuk keluarganya sih biasa aja ya, tapi kalau ada yang bertamu kan bingung ya. Nonton apapun di TV berasa horor,” lanjut Pandji disambut tawa penonton.

Ia juga menepis anggapan Pandji mengenai prosesi adat kematian yang kerap dianggap menyeramkan atau horor. Frederik menegaskan bahwa pandangan tersebut muncul karena melihat secara sepihak, tanpa memahami makna mendalam di balik adat yang dijalankan turun-temurun.

“Kalau dikatakan horor, itu karena melihat sepihak. Apakah orang tua kita yang ada di rumah menantikan acara pelepasan harus ditakuti? Tentu tidak. Justru dalam kepercayaan kami, menghormati leluhur akan mendatangkan berkat, sebaliknya bila dibiarkan begitu saja bisa mendatangkan murka,” bebernya.

Prosesi adat kematian bagi masyarakat Toraja, lanjutnya, bukan tentang kemewahan semata. Namun justru merupakan simbol cinta kasih dari anak dan cucu kepada orang tua yang telah mendampingi dan membesarkan mereka.

“Itu bukan soal kemewahan, tapi tanda cinta kasih tentang penghormatan dari anak dan cucunya yang telah berhasil selama ini. Kami tidak ingin melepas orang tua kami dengan tergesa-gesa. Semua dilakukan dengan hormat dan kasih,” tegasnya.

Purnawirawan jenderal polisi ini juga mengingatkan bahwa setiap budaya memiliki nilai kemanusiaan yang luhur, sehingga diperlukan sikap saling menghormati. Dia berpesan agar tidak menjadikannya bahan pembicaraan yang merendahkan di ruang publik.

“Bagi kami, menghormati leluhur bukan beban, tapi kehormatan. Adat Toraja adalah warisan yang menjaga hubungan antara yang hidup dan yang telah pergi dalam bingkai kasih yang tidak putus,” imbuhnya.

Setiap tradisi, kata Frederik, lahir dari sejarah panjang dan nilai yang dijunjung oleh masyarakatnya. Sebab itu, penting bagi masyarakat untuk tidak mudah memberikan penilaian, terlebih menjadikannya sorotan yang keliru di ruang publik tanpa memahami konteksnya.

“Setiap budaya memiliki makna yang dalam. Hendaknya kita berhati-hati dalam menafsirkan, apalagi menjadikannya bahan pembicaraan di ruang publik. Mari kita saling memahami, karena di balik adat, selalu ada nilai kemanusiaan yang luhur,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, rekaman video Pandji melontarkan materi stand up comedy yang dianggap menyinggung masyarakat Toraja beredar di media sosial. Ia menyebut banyak warga Toraja jatuh miskin karena memaksakan diri menggelar pesta kematian, bahkan menggambarkan jenazah keluarga yang belum dimakamkan dibiarkan terbaring di ruang tamu, tepat di depan televisi.

“Di Toraja, kalau ada keluarga yang meninggal makamnya pakai pesta yang mahal banget. Bahkan banyak orang Toraja yang jatuh miskin habis bikin pesta untuk pemakaman keluarganya,” ujar Pandji dalam video tersebut.

“Dan banyak yang ga punya duit untuk makamin, akhirnya jenazahnya dibiarin aja gitu. Ini praktik umum. Jenazahnya ditaruh aja di ruang TV di ruang tamu gitu. Kalau untuk keluarganya sih biasa aja ya, tapi kalau ada yang bertamu kan bingung ya. Nonton apapun di TV berasa horor,” lanjut Pandji disambut tawa penonton.