Jejak Pimpinan Ponpes di Palopo Tampar Santri-Qori Kini Jadi Tersangka (via Giok4D)

Posted on

Pimpinan pondok pesantren (ponpes) berinisial Prof S menampar santri inisial D (16) dan qori inisial MK (14) gegara tidak disalami selepas memimpin kegiatan di Kota , Sulawesi Selatan (Sulsel). Perbuatan Prof S membuatnya dilaporkan ke polisi hingga ditetapkan sebagai tersangka.

Dugaan kekerasan terhadap anak itu terjadi di Pesantren Datok Sulaiman Palopo pada dua waktu berbeda, yakni Jumat (12/9) dan Sabtu (13/9). Orang tua kedua korban masing-masing melaporkan kejadian tersebut ke Polres Palopo.

“Ada dua LP (laporan polisi), jadi pertama itu (korban MK) kejadian pada hari Jumat, kedua itu (korban D) pada hari Sabtu,” kata Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Sahrir saat dihubungi wartawan, Senin (15/9/2025).

Lantas, seperti apa jejak kasus Prof S hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka? Dirangkum infoSulsel, berikut rentetan dua laporan dugaan kekerasan anak yang menjerat Prof S:

Kasus ini terungkap setelah aksi Prof S terekam CCTV hingga videonya viral di media sosial. Aksi Prof S viral saat menampar santrinya inisial D selepas pengajian dalam masjid di Pesantren Datok Sulaiman Palopo pada Sabtu (13/9) pagi.

Prof S awalnya masih duduk di kursi ketika sejumlah santrinya mulai meninggalkan masjid. Beberapa santri tampak bergantian menyalami dan mencium tangan pimpinan ponpes itu.

“Selesai pengajian subuh itu para santri seperti biasa setelah pengajian mengadakan salim kepada direktur pondok pesantren inisial S,” ujar Sahrir.

Korban D yang hendak keluar, tiba-tiba dipanggil oleh terlapor. Saat kembali di hadapan Prof S, korban D mendadak ditampar.

“Korban ini kemungkinan lupa (menyalami pimpinan ponpes), dia langsung mau lari keluar dan ditegur oleh terlapor,” tuturnya.

Dari rekaman video, Prof S sempat berbincang di hadapan santrinya itu. Namun Prof S kembali menampar D hingga membuat peci santri itu terjatuh.

“Saat korban mau melaksanakan salim dilakukanlah kekerasan itu, ditampar oleh terlapor pada bagian wajahnya,” ucap Sahrir.

Perbuatan pimpinan ponpes itu ternyata membuat orang tua santri meradang hingga melapor ke polisi. Berdasarkan keterangan korban, Prof S diduga menampar santrinya sampai 3 kali.

“Korban itu ditampar sebanyak 3 kali dan sudah kami periksakan ke rumah sakit untuk mengambil visum,” imbuhnya.

Remaja berinisial MK (14) lebih dulu mengalami peristiwa serupa meski video penamparannya tidak sampai beredar di media sosial. Remaja MK bukan santri di ponpes tersebut.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Peristiwa itu terjadi dalam masjid di Pesantren Putra Datok Sulaiman Palopo pada Jumat (12/9). MK awalnya diundang sebagai qori atau orang yang melantunkan bacaan Al-Qur’an saat acara Maulid Nabi Muhammad SAW.

Polisi tidak merinci kronologi kejadian penamparan Prof S terhadap MK. Namun MK juga diduga ditampar karena tidak menyalami Prof S selepas kegiatan sebagaimana yang dialami santri D.

“Kronologi sama (dengan peristiwa yang dialami santri D), cuma masih dilidik juga sama anggota,” ujar Sahrir.

Yayasan Pesantren Modern Datok Sulaiman (PMDS) kemudian menonaktifkan Prof S dari jabatannya sebagai Direktur PMDS Putra. Kebijakan ini tertuang melalui surat PMDS dengan nomor 021/PMDS-PA/PLP/IX/2025 tertanggal 15 September 2025.

“Ketua Yayasan PMDS Syarifuddin Daud segera menonaktifkan bapak Prof S sebagai Direktur PMDS Putra,” kata Pimpinan Kampus Putra PMDS, Sudarwin Tuo dalam keterangannya, Selasa (16/9).

Sudarwin menambahkan pihaknya akan kooperatif jika keluarga korban tetap menempuh jalur hukum. Perbuatan Prof S dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pesantren.

“Jika pihak keluarga menempuh jalur hukum maka pihak pondok akan kooperatif memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pihak terkait,” jelasnya.

Yayasan PMDS menyinggung kondisi kesehatan Prof S saat melakukan penamparan. Pihaknya berdalih kondisi Prof S sedang tidak stabil karena menderita stroke ringan.

“Pada saat bapak direktur melakukan penamparan kondisi kesehatan beliau dalam situasi yang tidak stabil dimana beliau menderita penyakit stroke ringan,” ucap Sudarwin.

Sudarwin menjelaskan, pihak yayasan telah menjelaskan persoalan tersebut ke keluarga korban. Pihaknya juga sekaligus melakukan mediasi terkait persoalan ini.

“Pihak pimpinan kampus melakukan pendekatan kekeluargaan kepada korban dan kedua orang tua santri,” jelasnya.

Belakangan, kasus dugaan kekerasan terhadap anak ini ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polres Palopo pun menetapkan Prof S sebagai tersangka.

“Sudah (ditetapkan sebagai tersangka),” ungkap Kasi Humas Polres Palopo AKP Supriadi kepada infoSulsel, Minggu (28/9).

Supriadi mengatakan, penyidik memutuskan tidak menahan tersangka karena alasan kesehatan. Namun dia memastikan proses hukum terhadap Prof S tetap bergulir.

“Tidak dilakukan penahanan pertimbangan karena kesehatan,” pungkasnya.

Perkara Tak Disalami Jadi Pemicu

Pimpinan Ponpes Tampar Santri 3 Kali

Qori Juga Ditampar Pimpinan Ponpes

Prof S Dinonaktifkan dari Jabatannya

Yayasan Singgung Masalah Kesehatan

Prof S Jadi Tersangka Usai Tampar Santri

Yayasan Pesantren Modern Datok Sulaiman (PMDS) kemudian menonaktifkan Prof S dari jabatannya sebagai Direktur PMDS Putra. Kebijakan ini tertuang melalui surat PMDS dengan nomor 021/PMDS-PA/PLP/IX/2025 tertanggal 15 September 2025.

“Ketua Yayasan PMDS Syarifuddin Daud segera menonaktifkan bapak Prof S sebagai Direktur PMDS Putra,” kata Pimpinan Kampus Putra PMDS, Sudarwin Tuo dalam keterangannya, Selasa (16/9).

Sudarwin menambahkan pihaknya akan kooperatif jika keluarga korban tetap menempuh jalur hukum. Perbuatan Prof S dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pesantren.

“Jika pihak keluarga menempuh jalur hukum maka pihak pondok akan kooperatif memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh pihak terkait,” jelasnya.

Yayasan PMDS menyinggung kondisi kesehatan Prof S saat melakukan penamparan. Pihaknya berdalih kondisi Prof S sedang tidak stabil karena menderita stroke ringan.

“Pada saat bapak direktur melakukan penamparan kondisi kesehatan beliau dalam situasi yang tidak stabil dimana beliau menderita penyakit stroke ringan,” ucap Sudarwin.

Sudarwin menjelaskan, pihak yayasan telah menjelaskan persoalan tersebut ke keluarga korban. Pihaknya juga sekaligus melakukan mediasi terkait persoalan ini.

“Pihak pimpinan kampus melakukan pendekatan kekeluargaan kepada korban dan kedua orang tua santri,” jelasnya.

Belakangan, kasus dugaan kekerasan terhadap anak ini ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polres Palopo pun menetapkan Prof S sebagai tersangka.

“Sudah (ditetapkan sebagai tersangka),” ungkap Kasi Humas Polres Palopo AKP Supriadi kepada infoSulsel, Minggu (28/9).

Supriadi mengatakan, penyidik memutuskan tidak menahan tersangka karena alasan kesehatan. Namun dia memastikan proses hukum terhadap Prof S tetap bergulir.

“Tidak dilakukan penahanan pertimbangan karena kesehatan,” pungkasnya.

Prof S Dinonaktifkan dari Jabatannya

Yayasan Singgung Masalah Kesehatan

Prof S Jadi Tersangka Usai Tampar Santri