Pembayaran Parkir di Makassar Mau Digabung Pajak Kendaraan, Untung Atau Rugi?

Posted on

Perumda Parkir Makassar Raya menggodok pembayaran parkir di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), digabung dengan pembayaran pajak kendaraan. Lantas, apakah wacana ini menguntungkan atau justru merugikan masyarakat?

Plt Dirut PD Parkir Makassar Adi Rasyid Ali (ARA) mengungkapkan ide bayar parkir tahunan ini untuk memudahkan warga dalam beraktivitas. Motor misalnya membayar Rp 365 ribu, sementara mobil Rp 730 ribu.

“Saya berpikiran mending bayar satu kali saja. Misalnya motor itu Rp 1.000 dikali satu tahun Rp 360 ribu. Mobil Rp 2.000 dikali satu tahun berarti Rp 730 ribu,” kata ARA kepada infoSulsel, Sabtu (27/9/2025).

Menurut ARA, wacana ini bisa memudahkan masyarakat. Sehingga, mereka tidak perlu lagi membayar parkir setiap kali singgah di tepi jalan.

“Memang rencana kami untuk pengelolaan parkir dalam satu tahun dibayar satu kali. Maksud saya orang tidak perlu lagi singgah sini bayar, singgah sana bayar lagi, lebih mahal,” imbuhnya.

Selain lebih hemat, ARA juga mengklaim pengelolaan parkir akan lebih transparan. Pasalnya, setoran ke PAD masih minim sedangkan pengeluaran warga untuk parkir juga terbilang mahal.

“Kita kan kadang, jujur saja, dalam satu hari untuk parkir kadang Rp 8-10 ribu, bahkan biasa lebih. Jadi menurut saya konsep ini pasti lebih hemat. Lebih tertib,” katanya.

Dia juga optimis rencana ini akan mencegah kebocoran pendapatan asli daerah (PAD). Di sisi lain, ARA mengklaim PAD akan meningkat signifikan hingga Rp 300 miliar.

“Pasti (meningkat), 100 kali lipat. Kalau selama ini pendapatan kotor dari parkir paling Rp 20 miliar per tahun. PAD bersih palingan Rp 2 miliar, kalau meningkat 100 kali lipat berarti Rp 200 miliar bersih. Bahkan bisa saja sampai Rp 300 miliar,” jelasnya.

ARA mengatakan bebas parkir untuk kendaraan langganan tahunan ini tidak berlaku untuk parkiran dalam gedung yang dikelola swasta. Seperti mal, pusat perbelanjaan, dan hotel yang memiliki izin pengelolaan parkir tersendiri.

“Selain misalnya, yang masuk mal, yang ada izin pengelolaan parkirnya,” kata ARA kepada infoSulsel, Senin (29/9).

Menurutnya, sistem ini juga dirancang untuk mendukung program pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Selama ini juru parkir hanya berstatus mitra dan kerap menghadapi pendapatan yang tidak menentu.

“Nah, ini juga penting dengan adanya begini, kita membantu program pemerintah Republik Indonesia, program kita bagaimana menciptakan lapangan kerja. Karena selama ini Jukir hanya mitra kerja. Dia cari uang, kemudian disuruh setor berapa,” katanya.

Dengan skema baru ini, PD Parkir bisa mengubah mereka menjadi karyawan resmi. Ia menargetkan jumlah jukir di Makassar meningkat dari 1.700 orang menjadi 3.000 orang secara bertahap.

“Dan akhirnya kan menciptakan lapangan kerja yang tadinya pendapatannya kadang ada, kadang tidak, ini jelas ada per bulan,” jelasnya.

Ketua Komisi C DPRD Makassar Azwar Rasmin merespons rencana Perumda Parkir Makassar Raya yang ingin menggabungkan pembayaran parkir dengan pajak kendaraan. Menurutnya, kebijakan apa pun harus pro rakyat dan tidak boleh membebani warga.

“Saya selalu bilang dalam berbagai rapat, apa pun itu kebijakan harusnya selalu pro rakyat, jangan membebankan rakyat, jangan merugikan masyarakat,” ujar Azwar kepada infoSulsel, Selasa (30/9).

Azwar menyebut wacana ini harus dihitung matang sebelum diterapkan. Dia menilai Perumda Parkir perlu mengantisipasi potensi munculnya isu penolakan dari masyarakat.

“Harus dihitung baik-baik. Pemerintah kota, dalam hal ini PD Parkir, harus menghindari setiap isu-isu yang bisa saja muncul dari masyarakat,” katanya.

Menurut Azwar, skema parkir berlangganan yang dihitung Rp 1.000 per hari untuk motor dan Rp 2.000 untuk mobil tidak bisa serta-merta dikatakan realistis. Dia meminta agar kajian mendalam dilakukan dengan melibatkan masyarakat.

Azwar juga menyinggung potensi keberatan warga jika aturan ini terkesan diwajibkan. Dia meminta kebijakan ini disosialisasikan maksimal sebelum diterapkan.

“Makanya itu harus disosialisasikan. Dibuat anunya, kalau warga misalkan tidak signifikan, ya, silakan jalankan. Jadi, setiap kebijakan itu mesti disosialisasikan dengan maksimal,” ucapnya.

“Intinya adalah peraturan itu usahakan jangan memberatkan masyarakat. Apakah pengambilan biaya itu tidak memberatkan masyarakat. Apakah pengambilan biaya itu berdampak positif, ada hal yang lebih positif,” tegasnya.

Tak Berlaku di Mal-Hotel

Bisa Bebani Masyarakat

Selain lebih hemat, ARA juga mengklaim pengelolaan parkir akan lebih transparan. Pasalnya, setoran ke PAD masih minim sedangkan pengeluaran warga untuk parkir juga terbilang mahal.

“Kita kan kadang, jujur saja, dalam satu hari untuk parkir kadang Rp 8-10 ribu, bahkan biasa lebih. Jadi menurut saya konsep ini pasti lebih hemat. Lebih tertib,” katanya.

Dia juga optimis rencana ini akan mencegah kebocoran pendapatan asli daerah (PAD). Di sisi lain, ARA mengklaim PAD akan meningkat signifikan hingga Rp 300 miliar.

“Pasti (meningkat), 100 kali lipat. Kalau selama ini pendapatan kotor dari parkir paling Rp 20 miliar per tahun. PAD bersih palingan Rp 2 miliar, kalau meningkat 100 kali lipat berarti Rp 200 miliar bersih. Bahkan bisa saja sampai Rp 300 miliar,” jelasnya.

ARA mengatakan bebas parkir untuk kendaraan langganan tahunan ini tidak berlaku untuk parkiran dalam gedung yang dikelola swasta. Seperti mal, pusat perbelanjaan, dan hotel yang memiliki izin pengelolaan parkir tersendiri.

“Selain misalnya, yang masuk mal, yang ada izin pengelolaan parkirnya,” kata ARA kepada infoSulsel, Senin (29/9).

Menurutnya, sistem ini juga dirancang untuk mendukung program pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Selama ini juru parkir hanya berstatus mitra dan kerap menghadapi pendapatan yang tidak menentu.

“Nah, ini juga penting dengan adanya begini, kita membantu program pemerintah Republik Indonesia, program kita bagaimana menciptakan lapangan kerja. Karena selama ini Jukir hanya mitra kerja. Dia cari uang, kemudian disuruh setor berapa,” katanya.

Tak Berlaku di Mal-Hotel

Dengan skema baru ini, PD Parkir bisa mengubah mereka menjadi karyawan resmi. Ia menargetkan jumlah jukir di Makassar meningkat dari 1.700 orang menjadi 3.000 orang secara bertahap.

“Dan akhirnya kan menciptakan lapangan kerja yang tadinya pendapatannya kadang ada, kadang tidak, ini jelas ada per bulan,” jelasnya.

Ketua Komisi C DPRD Makassar Azwar Rasmin merespons rencana Perumda Parkir Makassar Raya yang ingin menggabungkan pembayaran parkir dengan pajak kendaraan. Menurutnya, kebijakan apa pun harus pro rakyat dan tidak boleh membebani warga.

“Saya selalu bilang dalam berbagai rapat, apa pun itu kebijakan harusnya selalu pro rakyat, jangan membebankan rakyat, jangan merugikan masyarakat,” ujar Azwar kepada infoSulsel, Selasa (30/9).

Azwar menyebut wacana ini harus dihitung matang sebelum diterapkan. Dia menilai Perumda Parkir perlu mengantisipasi potensi munculnya isu penolakan dari masyarakat.

“Harus dihitung baik-baik. Pemerintah kota, dalam hal ini PD Parkir, harus menghindari setiap isu-isu yang bisa saja muncul dari masyarakat,” katanya.

Bisa Bebani Masyarakat

Menurut Azwar, skema parkir berlangganan yang dihitung Rp 1.000 per hari untuk motor dan Rp 2.000 untuk mobil tidak bisa serta-merta dikatakan realistis. Dia meminta agar kajian mendalam dilakukan dengan melibatkan masyarakat.

Azwar juga menyinggung potensi keberatan warga jika aturan ini terkesan diwajibkan. Dia meminta kebijakan ini disosialisasikan maksimal sebelum diterapkan.

“Makanya itu harus disosialisasikan. Dibuat anunya, kalau warga misalkan tidak signifikan, ya, silakan jalankan. Jadi, setiap kebijakan itu mesti disosialisasikan dengan maksimal,” ucapnya.

“Intinya adalah peraturan itu usahakan jangan memberatkan masyarakat. Apakah pengambilan biaya itu tidak memberatkan masyarakat. Apakah pengambilan biaya itu berdampak positif, ada hal yang lebih positif,” tegasnya.